Dia pikir, dibuang oleh suaminya sendiri akan membuat hidupnya berantakan dan menderita. Namun, takdir berkata lain, karena justru menjadi awal kebahagiaannya.
Daniza, seorang istri yang bagi suaminya hanya wanita biasa, justru sangat luar biasa di mata pria lain. Tak tanggung-tanggung, pria yang menyimpan rasa terhadapnya sejak lama adalah pria kaya raya dengan sejuta pesona.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Istri Orang!
Selepas perdebatan sengit dengan putranya, Mama Elvira memasuki ruang perawatan Daniza. Di dalam ruangan super mewah bak kamar hotel berbintang lima itu, Daniza meringkuk di bawah selimut.
Tak ada ekspresi saat Mama Elvira mendekatinya. Bahkan Daniza seolah sedang berada di dunia yang berbeda.
Kondisi Daniza sekarang membuat mama ikut prihatin. Sebagai seorang ibu, ia bisa merasakan sakit yang dirasakan Daniza. Bukan hal mudah kehilangan anak, meskipun masih berbentuk janin.
"Daniza ..." panggil Mama Elvira. Namun, tak ada respon apapun dari Daniza. Seolah tak mendengar panggilan itu.
Alvin berdiri di belakang mamanya. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga sang mama. "Sekarang Mama lihat, kan, bagaimana kondisi Daniza? Dia depresi, Mah. Aku tidak bisa meninggalkan dia sendirian dalam keadaan seperti ini."
"Diam kamu! Mama tidak minta pendapat kamu!" seru Mama Elvira. Ia berbicara dengan setengah berbisik, agar Daniza tidak sampai mendengar ucapannya.
"Yah Mamah ...." Alvin mencibir. Mamanya itu masih saja menunjukkan sisi galak layaknya ibu tiri level setan.
Mama Elvira kembali terfokus kepada Daniza. Perlahan ia semakin mendekat hingga berada tepat di sisi pembaringan wanita itu. Tangannya terulur membelai rambut.
Saat itu juga, ia seperti merasakan hatinya seperti tertusuk duri. Mata Daniza yang sembab, wajahnya yang pucat, dan tatapan penuh luka. Mama Elvira hampir saja menitikkan air mata, jika tidak ingat Alvin sedang berada di belakangnya seperti seorang pengawal.
"Daniza ... kamu harus kuat. Kehilangan itu bukan akhir segalanya. Kamu pasti bisa melewati semua ini," ucap wanita itu lembut.
Perkataan Mama Elvira membuat Alvin mengusap dada sambil bernapas lega. Tadinya ia sudah berpikir negatif dan mengira mama akan melabrak Daniza.
Ternyata mamanya itu masih memiliki sisi kemanusiaan, tidak seperti saat berhadapan dengannya, di mana mama akan berubah layaknya singa yang siap melahap mangsanya.
Daniza hanya melirik Mama Elvira sekilas. Kemudian kembali melamun dengan tatapan kosong.
"Kamu banyak istirahat, ya. Semoga cepat pulih. Yang semangat, Daniza." Setelah mengucapkan kalimat itu, Mama Elvira segera keluar dengan diantar Alvin. Ia sadar Daniza butuh waktu untuk menenangkan diri.
Begitu berada di luar ruangan, Alvin menutup pintu. Dua bodyguard masih berdiri kokoh di ambang pintu. Mereka langsung membungkuk hormat saat melihat sang bos dan ibu negara keluar.
"Mama mau bicara serius sama kamu!" ucap Mama Elvira.
Alvin mengangguk setuju, lalu membawa Mamanya ke kursi ruang tunggu, tempat mereka tadi berdebat. Keduanya duduk saling bersebelahan.
"Jadi kamu akan tetap di sini untuk menjaga Daniza?" Sudut mata Mama Elvira berkerut setelah melayangkan pertanyaan itu.
Alvin hanya membalas dengan senyuman bodoh seperti biasanya. Salah bicara sedikit saja, maka telinga atau rambutnya yang akan menjadi tumbal.
"Please, Mah. Daniza tidak punya siapa-siapa. Tidak ada keluarga atau teman tempat dia bersandar. Coba deh, Mama bayangkan, bagaimana kalau Mama yang ada di posisi Daniz?"
"Sebagai calon suami, aku tidak mungkin membiarkan dia sendirian di masa-masa sulit seperti ini," tambahnya dalam hati.
Mama Elvira menarik napas dalam-dalam. Sebenarnya, ia sama sekali tidak membenci Daniza. Karena yakin Daniza adalah wanita baik-baik.
Tetapi bagaimana dengan Alvin? Apakah putra satu-satunya yang begitu ia banggakan pada teman-teman sosialitanya itu akan menjadi seorang pebinor? Membayangkannya saja sudah membuat Mama Elvira merinding.
"Kamu serius mau sama Daniza?" tanya Mama Elvira.
Alvin membeku di tempat selama beberapa saat. Kemudian mengangguk dengan mantap. "Aku serius, Mah."
"Kenapa harus Daniza? Kamu bisa mendapatkan gadis mana pun yang kamu mau. Pakai logika kamu, Alvin. Jangan hanya menggunakan perasaan. Kamu yakin ini cinta dan bukan sebatas kasihan?"
Pertanyaan panjang lebar itu membuat Alvin menundukkan pandangan. Ini adalah pertama kali ia terlibat pembicaraan serius dengan mamanya.
"Mah, aku mencintai Daniza dan hanya dia. Sejak dulu! Aku tidak peduli bagaimana Daniza. Di mata orang lain dia culun, jelek kampungan. Aku tidak peduli. Bagiku dia wanita paling istimewa di dunia."
"Bukan itu maksud mama, Vin. Dia itu masih istri orang!"
"Kan bisa direbut, Mah."
Mama Elvira hampir kehilangan akal sehat mendengar jawaban putranya itu. Yang ia lakukan hanya beristighfar sebanyak mungkin.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa Alvin akan bertindak di luar batas seperti sekarang. Mama Elvira menyerah. Ia tahu seperti apa kerasnya Alvin saat menginginkan sesuatu.
"Mama tidak bisa menghalangi. Tapi kalau kamu memang serius sama Daniza. Biarkan dia cerai dulu sama suaminya, setelah itu baru kamu maju!"
Tanpa dapat dikendalikan senyum lebar terlukis sempurna di bibir Alvin.
"Tidak usah cengar-cengir kamu!" pekik sang mama.
"Bu-bukan, Mah." Alvin meraba bagian belakang lehernya. "Mama serius ngasih lampu hijau?" tanyanya penuh harap.
"Memang kalau mama kasih lampu merah, kamu akan berhenti?" Sebelah alis Mama Elvira terangkat. Alvin kembali tersenyum memamerkan barisan gigi putihnya.
"Terobos lah, Mah!"
Gemas rasanya, Mama Elvira kembali menjambak rambut putranya yang menyebalkan itu. "Kamu ini bener-bener, ya!"
Namun, Alvin hanya meringis sambil berusaha melepas tangan mama. Meminta tolong netizen pun percuma, karena sekarang mereka pasti sedang menertawakan dirinya.
Laki-laki yang kata sebagian besar wanita itu memiliki sejuta pesona membenarkan posisi duduknya. Tersenyum sambil menatap mamanya.
"Makasih, ya, Mah. Aku janji akan urus perceraian Daniza secepatnya."
"Memang Daniza mau cerai dari suaminya?" Pertanyaan itu terlontar dengan bebas.
Alvin memang tidak tahu apakah Daniza mau bercerai dari suaminya atau tidak. Karena sama sekali belum pernah membicarakan tentang hal itu.
"Itu gampang diatur, Mah."
"Bagaimana caranya?" Mama Elvira menatap Alvin penasaran.
Sekarang ibu dan anak itu malah membicarakan rencana perceraian untuk Daniza.
"Daniza itu pasti sakit hati sama suaminya yang hanya modal tampang sama burung. Untuk apa bertahan? Nanti aku bujuk Daniza biar mau cerai."
"Ya sudah kalau begitu. Yang penting, jangan bikin Mama malu! Mau ditaruh di mana muka mama kalau teman-teman arisan mama tahu kamu suka sama istri orang!"
Suara mama yang terdengar lantang membuat Alvin meletakkan jari telunjuk di depan hidung mamanya.
"Sstt! Jangan kencang-kencang suaranya, Mah. Ingat ini tempat umum! Kalau ada yang dengar bagaimana?"
Tanpa disadari oleh Mama Elvira maupun Alvin, sepasang telinga sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka.
Dokter Allan yang sedang berdiri tak jauh dari kursi ruang tunggu itu membeku. Hampir saja map di tangannya terjatuh akibat terkejut.
Pria itu menarik napas dalam-dalam demi mengurangi rasa terkejut yang membuat jantungnya terasa terpompa lebih cepat.
"Ya ampun, pebinor ternyata! Istri orang diakui sebagai istri sendiri? Sadis!"
****
Baca ini ngakaknya ngelebihin dr Allan yg suka modusly. Kereeen...kereen /Kiss/