Seorang perempuan bernama Zainab Rahayu Fadillah memutuskan menikah dengan seorang pria bernama Hasan Bahri. Dia menerima pinangan itu, dikarenakan keluarga sang suami adalah keluarga dari turunan turunan seorang tuan guru di sebuah kota.
Zainab dan keluarga, jika mereka adalah dari keturunan baik, maka sikapnya juga akan baik. Namun kenyataannya bertolak belakang. Dunia telah menghukum Zainab dalam sebuah pernikahan yang penuh neraka.
Tidak seperti yang mereka pikirkan, justru suami selalu membuat huru hara. Mereka hampir setiap hari bertengkar. Zainab selalu dipandang rendah oleh keluarga suami. Suami tidak mau bekerja, kerjanya makan tidur dirumah. Namun penderitaan itu belum selesai, adik ipar dan juga ponakannya juga sering numpang makan di rumah mereka, tanpa mau membantu dari segi uang dan tenaga. Zainab harus berjuang sendiri mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pick me
As, mendelik tidak suka dengan tingkah Eva yang suka caper. Namun As tetap fokus pada tugasnya. Didalam kelas, suara-suara diskusi terdengar pelan di masing-masing kelompok.
Rini, sibuk menuliskan jawaban dari teman-temannya. As juga membantu mencari jawaban lain, termasuk jawaban tugas yang seharusnya Eva yang nyari.
“Va, kamu juga harusnya nyari jawaban juga... Ini kan kerja kelompok, jadi kita semua harus kerja...” tegur Fatur melirik Eva yang sibuk dengan dirinya sendiri.
“Tapi, soal-soal yang kalian kasi keaku tuh, susah-susah semua...” Eva pura-pura memijat keningnya.
“Tapi, kamu harus berusaha mencarinya juga dong, jangan santai terus...” sahut Fatur lagi.
“Kan ada yang lain...” jawab Eva dengan suara manja, ia melirik kearah teman-temannya yang lain yang sibuk mencari jawaban. As hanya mendesah pelan. Secara perlahan, belang Eva terlihat juga.
“Nggak boleh kek gitu Va, kita harus kerja sama...” jelas Fatur lagi.
“Soalnya susah semua...” keluhnya lagi dengan suara centil.
“Tidak susah, kalau dicari... Pokoknya kamu harus nyari juga, kasihan yang lain...” tekan Fatur membuat Eva kesal.
Ia menarik buku paket pelajaran dan mencari jawabannya dengan wajah kesal. Fatur tidak peduli dengan Eva yang kesal dengannya, ia juga sibuk mencari jawaban.
“Kamu udah dapet jawaban nomor lima As?” tanya Fatur. As hanya menganguk pelan. Sedangkan Eva menatap As tidak suka.
“Kalau ditanya itu dijawab, jangan cuma menganguk saja. Kalau orang nggak lihat kearah kamu kan, orang nggak tahu jawaban kamu apa...” tegur Eva mulai menyudutkan As.
As tidak menanggapi perkataan Eva. Ia kembali sibuk mencari jawaban lainnya. Percuma debat sama manusia pick me seperti Eva. Mending didiamkan saja, lebih baik daripada berdebat. Buang waktu dan tenaga. Karena orang seperti Eva, hanya bisa menyalahkan orang lain tanpa mau disalahkan balik.
“Nggak sopan...” desis Eva lagi.
“Udahlah... As memang ke gitu Va, ia akan banyak diam kalau sudah fokus mengerjakan tugas...” sahut Fatur nampak tidak suka, Eva berusaha menyudutkan As.
“Harusnya kan, kalau kita kerja kelompoknya harusnya berdiskusi dong, ini kok malah sibuk sendiri dan diam terus dari tadi...”
“Dari pada kamu, ngomong terus tapi jawaban yang kamu cari nggak siap-siap...” sahut Rini yang dari tadi hanya diam, karena ia fokus menulis semua jawaban teman-temannya disatu buku saja.
Ia ditugaskan untuk menuliskan semua jawaban dari teman-temannya.
“Kok kamu ngomong kek gitu sih... Dari tadi aku kerja ya...” jawab Eva menatap Rini tajam.
“Mana soal yang kamu kerjakan hah? Dari tadi cuma omong doang, tanpa kerja...” serang Rini lagi.
Dia terlalu benci dengan sikap Eva yang sekarang, apalagi ia banyak kali mengeluh tanpa mencari.
“Ini aku lagi nyari ya...” jawab Eva melirik Rini sinis. Ia pura-pura sibuk membolak balikan buku paket.
“Bolak balik aja terus bukumu itu... Tugas nggak siap-siap... Masuk kelompok hanya numpang nama dan caper sana sini...” sindir Rini dan kembali fokus menulis dibukunya.
Eva menatap Rini dengan tatapan permusuhan. Kini musuhnya tambah satu, yaitu Rini.
“Udah, nggak usah debat mulu... Sekarang kita cari dulu jawabannya, nanti kalau mau debat, nanti saat presentasi...” jawab Fatur dengan suara tegas.
Eva yang masih kesal, menatap As dan Rini yang sibuk dengan tugasnya masing-masing dengan dingin.
“Fat, kamu kan cowok ya... Harusnya kamu bisa jadi penenah dong... Ini kok malah bela mereka sih... Cewek kalau PMS emang suka begitu, agak mudah baperan dan tersinggung...” ucapnya pelan dengan nada centil.
Rini mendelik. “Ngomong kek gitu maksudnya apa? Mau nyalahin hormon sekarang?” ujar Rini sambil sibuk dengan tugasnya.
As hanya diam, ia tidak lagi mau terlibat dengan drama itu.
“Kamu mau caper bukan disini... Kalau nggak mau bantu, setidaknya nggak usah ganggu orang lain dengan kata-katamu itu...” ucap Rini lagi.
Eva tersenyum sinis. Ia menatap Fatur seolah-olah minta pembelaan.
“Fat... Lihat, mereka terus memojokan aku terus sih? Padahal aku cuma mau suasana kelompok kita nggak tegang-tegang amat... Kamu kan biasanya paling ngerti aku... Kok sekarang malah diam aja sih... Aku diserang terus nih...” ucapnya dengan nada sedih.
Fatur tidak menanggapi. Ia pura-pura sibuk, menatap bukunya dan membaca, seolah-olah lagi sibuk mencari jawaban tugas mereka, dan ia juga malas meladeni drama Eva.
Eva semakin kesal. Tidak ada yang membelanya di kelompok itu. Ia kembali melirik ke arah Fatur. Ia menutup buku dengan keras.
“Ya udah... Kalau kalian nggak mau satu kelompok dengan aku, aku akan buat kelompok sendiri... Aku juga nggak butuh kelompok seperti ini, hanya bisa menyudutkan orang lain...” ujarnya pura-pura mau beranjak.
Tapi teman-temannya tidak ada yang menyahut perkataannya. Apalagi ketua kelompoknya, yang dari tadi sibuk mengerjakan tugas terus, dan tidak menangapi perdebatan itu.
Rini melirik sebentar kearah Eva. “Kenapa nggak pergi, katanya tadi mau pergi...” sindir Rini.
“Lain kali, kalau ada anak yang tidak mau mengerjakan tugas bareng, dan berbicara terus, nggak usah diterima masuk kelompok...” ucap ketua kelompok akhirnya, setelah dari tadi tidak mau terlibat diperdebatan itu.
Cowok itu melirik kearah Eva dengan tatapan dingin dan penuh intimidasi.
Eva tetap diam ditempat duduknya. Ia duduk dengan wajah cemberut. Sebenarnya ia tidak benar-benar pergi, ia hanya mengancam saja.
Bahkan, Fatur yang sudah mulai dekat dengannya tidak membelanya. Ia akan mencobanya dilain waktu. Ia harus mendapatkan Fatur.
“Fat, aku minta maaf ya... Aku nggak bermaksud membuat rusuh disini...” Eva meraih tangan Fatur. seketika Rini, As dan ketua kelas spontan melirik kearah Eva.
“Harusnya bukan meminta maaf pada Fatur saja... Kamu, juga harus meminta maaf sama kita yang capek kerja...” sindir sang ketua kelas.
Fatur meletakkan bukunya dengan dingin, lalu melirik kearah Eva dengan tatapan datar.
“Aku maafkan, dan kamu juga minta maaf sama mereka...” Fatur menatap semua teman-temannya yang sibuk mengerjakan tugas.
“Sekarang kamu harus mengerjakan tugas dan mencari jawabannya! Jika satu pun kamu nggak bisa menemukannya, namamu tidak akan kami masukkan ke kelompok...” ucap Fatur dingin.
“Betul!” tegas ketua kelas. Sedangkan Rini mengulum senyum. Ia senang, Eva merasa terpojokkan dan tidak ada yang membelanya.
Beberapa menit kemudian, kembali kelompok nampak sibuk berdiskusi. Tidak lama kemudian, sang guru masuk dan presentasi pun dimulai.
“Kamu dibagian membaca dan mempresentasikan tugasnya. Rini tugasnya menulis semua jawaban dan pertanyaan. As dan Fatur, bertugas dan aku mencari jawabannya...” jelas ketua Kelompok.
Eva nampak kaget. “Aku?” tanyanya menunjuk dirinya sendiri.
“Iya... Masa harus kita lagi sih... Kan dari tadi kamu cuma diam saja...” tegas Ketua Kelompok.
Wajah Eva seketika pucat. Sebenarnya ia hanya suka omong doang, kalau presentasi seperti ini akan terlihat bodoh dirinya. Ia berberapa kali tidak bisa menjawab pertanyaan guru kelas. Ia hanya pandai bicara pada teman-temannya saja.
salam kenal ya, jgn lupa mampir di 'aku akan mencintaimu suamiku' 🤗🤗
aku akan datang kalo udh UP lagi 😉
jangan lupa untuk mampir juga yaaa makasihhh