Suami Miskinku, Ternyata CEO Terkaya!!!

"Bagaimana nona? Apa kau bersedia berpura-pura menjadi menantuku?"

Ucapan Widya membuyarkan lamunan Ameena.

"Kerjanya tidak berat kok. Kau cukup meyakinkan putraku kalau kau adalah istrinya. Jika kerjamu beres maka aku akan menambahkan bonus 10 juta setiap bulannya." bujuk Widya.

"Uang 10 juta tidak ada apa-apanya dengan apa yang akan aku dapatkan andai rencana ini berhasil." Widya tersenyum smirk.

"Setelah wanita ini berhasil meyakinkan Satria kalau dia adalah istrinya, aku akan menyuruh wanita ini meminta pada Satria agar mengembalikan semua aset milikku." batin Widya.

Untuk mendapatkan ikan besar, Widya harus menebar umpan.

"Uang satu Milyar, ditambah bonus 10 juta perbulan? Mimpi apa aku semalam sampai mendapat durian runtuh seperti ini?" batin Ameena dengan mata berbinarnya.

"Ah, tidak-tidak! Aku tidak boleh mudah tergiur dengan tawaran nyonya ini. Walau bagaimanapun pekerjaan ini memiliki resiko besar. Kalau aku ketahuan menipu lalu dijebloskan ke dalam penjara, lalu bagaimana dengan Aiden?" tepis Ameena.

Drrrd drrrd

Di saat bersamaan Ameena menerima notifikasi dari sekolah Aiden untuk segera melunasi biaya administrasi pendaftaran sekolahnya.

"Tapi ini tidak bisa disebut menipu juga. Bukankah nyonya ini bilang mental putranya sedikit terganggu karna kehilangan istrinya, jadi aku hanya membantu pria itu agar hidup lebih baik lagi dan aku mendapat imbalan. Jadi perjanjian ini akan menguntungkan kedua belah pihak."

Terjadi perang batin yang begitu hebat dalam diri Ameena.

"Nona, waktuku tidak banyak. Katakan kau mau berkerja sama denganku atau tidak? Kalau tidak aku akan mencari wanita lain saja." ucap Widya seraya melangkah pergi.

"Tunggu nyonya!" Ameena menahan langkah Widya.

"Aku bersedia berkerja sama dengan anda." Ameena sudah mengambil keputusan.

"Bagus. Besok sekitar jam 9 pagi temui aku di alamat ini. Jangan sampai terlambat ya." Widya menyerahkan alamat salon milik temannya pada Ameena.

"Baik nyonya." Ameena mengangguk patuh.

"Aku ada urusan sekarang. Sampai jumpa besok." pamit Widya yang tidak mau membuat kekasih berondongnya terlalu lama menunggu.

"Hati-hati di jalan nyonya. Sampai jumpa besok." Ameena melambaikan tangannya ke arah Widya.

"Apa keputusanku sudah tepat ya? Kalau aku berpura-pura jadi menantu nyonya itu, lalu siapa yang akan menjaga Aiden?" Ameena menghela nafas berat.

"Ada apa Mina? Kenapa wajahmu terlihat sedih? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Aiden yang baru saja kembali dari toilet.

"Eh, anak mama sudah selesai dari toilet. Ayo duduklah dan habiskan makananmu, setelah itu kita pulang." Ameena menarik kursi agar Aiden bisa duduk.

"Aku tidak mau makan sebelum kau mengatakan apa yang membuatmu bersedih Mina?" Aiden sangat mengkhawatirkan sang mama.

"Mama sedang bingung sayang. Mama baru saja mendapat pekerjaan baru dan gajinya cukup besar. Tapi jika mama bekerja siapa yang akan menjagamu nanti?" bingung Ameena.

"Benarkah kau sudah mendapat pekerjaan baru?" tanya Aiden antusias.

"Hem." Ameena menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

"Berapa gajinya?" tanya Aiden lagi.

"Satu Milyar, di tambah bonus 10 juta setiap bulannya." balas Ameena apa adanya.

"Banyak sekali. Aku bisa membeli banyak mainan lego dengan uang sebanyak itu." batin Aiden.

"Kalau begitu kenapa kau terlihat bingung Mina? Bukankah itu tawaran yang bagus. Terima saja." Aiden menyarankan.

"Tapi pekerjaan baru mama mengharuskan mama untuk tinggal di rumah majikan mama. Kalau mama tinggal di rumah majikan mama, siapa yang akan menjagamu sayang." lirih Ameena.

"Iya juga ya." Aiden tampak berpikir.

"Aha, aku punya ide." seru Aiden saat mendapatkan sebuah ide cemerlang.

"Bukankah di sekolah baruku menyediakan asrama untuk para siswa? Aku bisa tinggal di asrama tersebut selama kau bekerja." saran Aiden.

"Aduh Aiden sayang, asrama itu untuk anak tingkat SMA. Bukan untuk anak TK sepertimu." beritahu Ameena.

"Benar juga ya. Walaupun jiwaku sudah dewasa tapi tubuhku ini masih kecil." cicit Aiden.

"Dewasa apanya? Usiamu saja baru lima tahun dan tinggi badanmu hanya sebatas pinggangku. Dasar bocah!" geram Ameena pada tingkah sang putra yang selalu terlihat berbeda dengan anak seusianya.

"Bagaimana kalau kau memberi uang lebih pada pengawas di asrama tersebut, dengen memberikan mereka sejumlah uang aku yakin mereka akan mengizinkan aku untuk tinggal. Dengan begitu kau bisa bekerja dengan tenang dan menghasilkan banyak uang." Aiden menyarankan.

"Idemu bagus juga. Baiklah akan mama coba." Ameena menyetujui saran dari Aiden.

***

***

Keesokan harinya.

"Jaga dirimu baik-baik selama tinggal di asrama ini. Jangan nakal dan patuhi semua perintah miss Ara. Mama akan menjemputmu begitu pekerjaan mama selesai." Ameena memeluk Aiden erat sekali, rasanya sangat berat untuk meninggalkan Aiden yang masih kecil tinggal di asrama. Tapi Ameena tidak punya pilihan lain.

"Jangan cemas mama, aku sudah besar dan bisa mengurus diriku sendiri." Aiden menepuk punggung sang mama dengan lembut.

"Kau panggil aku apa tadi?" Ameena memastikan dirinya tidak salah dengar.

"Mama." ucap Aiden.

"Katakan sekali lagi sayang." Ameena tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Ameena pikir Aiden tidak akan pernah memanggil dirinya dengan sebutan mama lagi setelah Aiden di rundung oleh teman-teman di sekolah lamanya karna tidak mempunyai papa.

"Mama, mama, mama. Apa mama sudah puas?" tanya Aiden.

"Belum." Ameena mencium wajah tampan Aiden bertubi.

"Hentikan mama, atau aku tidak akan memanggilmu dengan sebutan mama lagi kalau kau terus bersikap seperti ini!" ancam Aiden agar Ameena berhenti menciumnya.

"Ok baiklah, jangan marah pada mama lagi ya sayang. Mama janji akan segera mencarikan papa baru untukmu agar kau tidak dirundung lagi di sekolah barumu." Ameena mengelus puncak kepala Aiden dengan sayang.

"Mama pergilah bekerja, dan segera jemput aku setelah mendapatkan uangnya." ucap Aiden.

"Tentu saja sayang, mama pasti akan segera menjemputmu." balas Ameena.

"Anda tidak usah khawatir nyonya, saya pasti akan menjaga Aiden dengan baik selama Aiden tinggal di asrama ini." ucap Miss Ara.

"Terima kasih miss. Entah bagaimana nasib kami jika kau tidak mau menolong." Ameena menggenggam tangan wanita muda itu.

"Harusnya aku yang berterima kasih pada anda nyonya. Kalau tidak ada anda, bagaimana ibuku bisa mendapat biaya untuk operasi dalam waktu secepat ini." miss Ara menggenggam tangan Ameena tak kalah eratnya.

Setelah berpelukan dan berpamitan, kemudian ketiga orang itu berpisah di gerbang asrama sekolah.

"Ayo Aiden, miss akan mengantarmu ke kamarmu." ajak miss Ara pada Aiden yang masih sibuk menatap punggung sang mama yang berjalan semakin menjauh.

"Hem." Aiden menganggukan kepalanya dengan patuh.

Bersambung.