NovelToon NovelToon
Tolong Nikahi Aku, Paman !

Tolong Nikahi Aku, Paman !

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:12.9k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Shanna Viarsa Darmawan melakukan kesalahan besar dengan menyerahkan kehormatannya pada Rivan Andrea Wiratama. Kepercayaannya yang begitu besar setelah tiga tahun berpacaran berakhir dengan pengkhianatan. Rivan meninggalkannya begitu saja, memaksa Shanna menanggung segalanya seorang diri. Namun, di balik luka itu, takdir justru mempertemukannya dengan Damian Alexander Wiratama—paman Rivan, adik kandung dari ibu Rivan, Mega Wiratama.

Di tengah keputusasaan, Damian menjadi satu-satunya harapan Shanna untuk menyelamatkan hidupnya. Tapi apa yang akan ia temui? Uluran tangan, atau justru penolakan yang semakin menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Percakapan Meja Makan

Seperti yang sudah Willy jelaskan, mereka mengikuti agenda yang terjadwal hari ini. Makan siang bersama wali kota pun mengalir dan hangat. Damian memang pandai menempatkan diri.

Wali kota menyapa dengan senyum, "Saya sudah mengikuti perkembangan perusahaan Anda, Damian. Terutama dalam inovasi teknologi medis. Langkah yang luar biasa."

Damian tersenyum kembali, "Terima kasih, Pak. Kami berusaha menghadirkan solusi terbaik agar layanan kesehatan semakin maju dan mudah diakses."

Wali kota mengangguk, "Itu yang dibutuhkan. Apalagi kalau kita bicara pemerataan fasilitas kesehatan di daerah-daerah yang masih tertinggal."

Damian menambahkan, "Betul, Pak. Saat ini kami sedang dalam tahap pengembangan perangkat medis berbasis AI yang bisa membantu diagnosis lebih cepat di rumah sakit daerah. Jika memungkinkan, kami ingin bekerja sama dengan pemerintah kota untuk proyek percontohan."

Willy ikut menyela, "Jika program ini bisa berjalan optimal, rumah sakit di daerah tidak akan selalu bergantung pada fasilitas pusat."

Wali kota tersenyum lebar, "Tepat sekali. Saya harap kita bisa segera membahas teknisnya. Damian, kalau perlu, ajukan proposal kerja sama ke dinas terkait."

Damian mengangguk, "Siap, Pak. Kami akan siapkan semuanya."

Obrolan mereka berlanjut ke berbagai topik lain, dari perkembangan ekonomi hingga tantangan birokrasi dalam dunia bisnis. Suasana santai, tetapi tetap produktif. Setelah makan siang selesai, wali kota mengantar Damian ke pintu utama. Tiga mobil mewah berderet menunggu. Mobil miliknya yang berisikan Damian dan Willy, mobil untuk sekretaris mereka, dan mobil untuk dua pengawal mereka. Damian lalu berpamitan kepada wali kota.

Damian mengulurkan tangan, "Terima kasih, Pak. Senang sekali bisa berbincang dengan Anda. Semoga kerja sama kita bisa berjalan lancar."

Wali kota membalas dengan senyuman hangat, "Sama-sama, Damian. Kami juga menantikan kerjasama yang lebih erat. Sampai jumpa lagi."

Damian melangkah menuju mobil, dan perjalanan mereka menuju pabrik pun dilanjutkan.

Di dalam pabrik, Damian mengawasi dengan penuh perhatian. Suasana cukup sibuk dengan para teknisi yang tengah menyelesaikan pemasangan alat medis terbaru. Ia berjalan perlahan, memastikan segala sesuatunya berjalan sesuai rencana.

"Bagaimana progresnya, Andi?" tanya Damian kepada kepala teknisi yang sedang memeriksa salah satu alat.

"Semua berjalan lancar, Pak. Hanya ada sedikit penyesuaian di software, tapi itu bisa selesai dalam beberapa jam," jawab Andi sambil melihat layar komputer.

Damian mengangguk, "Pastikan semuanya berfungsi dengan baik. Kita tidak bisa ambil risiko dengan kualitas. Ini penting, terutama untuk proyek pemerintah."

"Siap, Pak. Kami akan pastikan semuanya sempurna sebelum dikirim."

Damian melanjutkan langkahnya, menatap pekerja lain yang sedang mempersiapkan instalasi alat lainnya. Ia tampak puas dengan hasil kerja timnya.

Beberapa jam berlalu, dan akhirnya hari itu segala pekerjaan telah tuntas. Damian kembali ke kantor untuk menyelesaikan beberapa berkas. Ia duduk di meja kerjanya, memeriksa dokumen-dokumen penting yang perlu ditandatangani dan mengonfirmasi beberapa kesepakatan dengan klien. Satu per satu pekerjaan diselesaikan dengan teliti.

Hingga tanpa terasa, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Damian menutup laptopnya, menghela napas panjang, dan menatap jam dinding. Ia segera berdiri dan merapikan mejanya. Saat itulah, ia teringat. Sekarang sudah ada yang menunggunya di rumah.

Ia tersenyum tipis, merasa ada sesuatu yang berubah dalam hidupnya. Kini, ia tidak bisa pulang seenaknya lagi. Ada Shanna dan bayi yang menanti di rumah. Dengan cepat, ia mengambil jaket dan berjalan menuju pintu, memikirkan momen yang akan mereka lewati bersama setelah hari yang panjang ini.

Damian memasuki rumahnya yang tampak sepi. Ia menyadari bahwa mungkin Shanna sudah tidur, namun rasa penasaran membuatnya tetap melangkah pelan menuju kamar. Pintu kamar Shanna tidak terkunci, dan ia pun membukanya perlahan.

"Shanna..." panggil Damian ketika melihat Shanna tengah duduk di meja rias, menghadap cermin.

Shanna menoleh, lalu tersenyum lembut. "Udah pulang, mas? Habis lembur?" tanyanya sambil bangkit menyambut Damian. Ia segera melonggarkan dasinya dan membuka jas kerjanya.

"Hmm... banyak kerjaan hari ini. Saya kira kamu sudah tidur, Shan?" jawab Damian sambil melepas sepatu dan berdiri di ambang pintu.

"Belum. Aku nunggu mas. Mas sudah makan malam?" tanya Shanna, sedikit khawatir.

"Belum," jawab Damian singkat.

"Baguslah, aku juga belum. Jadi, mau makan dulu atau mandi dulu?" tanya Shanna sambil menyimpan tas dan jas Damian ke tempatnya.

"Saya mandi dulu aja, Shan."

"Baiklah, aku tunggu di meja makan ya, mas," jawab Shanna dengan senyuman hangat.

Damian mengangguk pelan, lalu berbalik dan menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Ia merasa sedikit lega setelah hari yang panjang, dan segera menantikan momen kebersamaan yang sederhana di meja makan bersama Shanna.

"Bagaimana hari ini di kampus?" tanya Damian sambil menyendok nasi ke mulutnya.

"Menyenangkan," jawab Shanna ringan.

"Gak ada masalah?"

"Sejauh ini gak ada. Paling cuma pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab buat memenuhi rasa penasaran mereka," kata Shanna santai.

Damian mengangkat alis. "Pertanyaan apa?"

"Tentang kita."

Damian menghentikan makannya sejenak. "Kamu jawab apa?"

Shanna tersenyum kecil. "Aku bilang kamu melamar aku setelah aku putus dari Rivan, dan aku terima sebagai bentuk balas dendam ke dia."

Damian menatapnya, sedikit tak percaya. "Kamu jawab gitu?"

"Biar mereka gak curiga."

Damian menggelengkan kepala pelan. "Smart girl."

Shanna terkikik kecil. "Tapi mereka juga nanya apakah kita sudah... melakukan itu."

Seketika Damian tersedak. Ia buru-buru mengambil gelas dan meneguk airnya.

"Minum dulu, mas," kata Shanna sambil menahan tawa.

Setelah menelan air, Damian menatapnya dengan curiga. "Terus kamu jawab apa?"

Shanna mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, mendekati Damian, lalu berbisik dengan nada menggoda, "Aku bilang, siapa yang bisa nolak pesona Pak Damian?"

Damian langsung mendorong wajah Shanna agar kembali ke posisinya semula. "Udah... udah cukup ceritanya," katanya cepat.

Tapi dadanya terasa berdebar lagi, sama seperti kemarin.

"Mas grogi, ya?" goda Shanna, menatapnya penuh arti.

Damian buru-buru mengalihkan pandangan. "Apaan... mana mungkin," elaknya, tapi tatapannya jelas celingukan.

Shanna tertawa pelan. "Kelihatan loh, mas."

"Enggak!" sangkal Damian cepat. "Udah ah, makan cepat, udah malam."

Shanna tersenyum penuh kemenangan, sementara Damian sibuk menghabiskan makanannya dengan sedikit lebih tergesa.

Damian masuk ke kamarnya, langsung merebahkan diri di atas tempat tidur. Tubuhnya terasa lelah setelah seharian bekerja, tetapi pikirannya justru terus berputar, memutar ulang percakapan di meja makan tadi.

Ia menatap langit-langit kamar, mencoba mengabaikan sensasi aneh yang menjalar di dadanya. Tangannya terangkat, mengusap dada yang terasa berdebar lebih kencang dari biasanya. Ia mengernyit, sedikit bingung.

Kenapa hanya karena godaan kecil dari Shanna, reaksinya bisa seperti ini?

Damian menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Tapi semakin ia mencoba melupakan, semakin jelas terbayang wajah Shanna yang tersenyum menggoda, suara lembutnya saat berbicara, bahkan caranya memperhatikannya.

Jadi, seperti ini rasanya jatuh cinta?

Pikirannya terus bergema dengan pertanyaan itu. Perasaan ini asing, tak terduga, tapi juga... hangat. Sesuatu yang tak pernah ia sadari mulai tumbuh dalam dirinya. Sesuatu yang, untuk pertama kalinya, tak bisa ia kendalikan.

1
Elza Febriati
Laaaa koq kesannya seperti damian yg keras nikahin dia, 😩 rada2 ngelunjak, semestinya banyak2 sadar diri,, dan mengambil hati damian,! Lucuuuuuu
Narata: Iyaaa ya damian duluan yang bucin wkwk karena damian udah suku duluan gasiii dari pas ketemu di kampus
total 1 replies
Dian Fitriana
update
Narata: ok kak jam 00 yaa
total 1 replies
Risma Waty
Kasihan juga sih dgn Rivan.. bukan keinginannya ninggalin Shanan. Dia dipaksa dan dibawa kabur bapaknya ke luar negeri. Rivan kan janji akan kembali menjemput Shanan. Semiga Damian ntar mengembalikan Shanan ke Rivan krn bagaimanapun anak yg dikandung Shanan adalah anaknya Rivan, otomatis cucunya Damian.
Narata: Iya sih kasihan .. Yang jahat di cerita ini adalah takdir mereka. hikss🥹
total 1 replies
Dian Fitriana
up LG thor
Dian Fitriana
update
fran
klu up yg bnyk dong .., krn klu kelamaan jd membosankan
Narata: hi kak fran, nanti author up jam 12 ya kak
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Anto D Cotto
menarik
Narata
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!