NovelToon NovelToon
Alena: My Beloved Vampire

Alena: My Beloved Vampire

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa Fantasi / Vampir / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Syafar JJY

Alena: My Beloved Vampire

Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.

Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32: Malam Penghakiman

Chapter 65: Dilema Victor

Malam itu, di balkon vila.

Victor berdiri di ujungnya, kedua tangannya bertumpu pada pagar besi yang dingin. Angin malam menerpa rambutnya, membawa serta aroma embun dan dedaunan basah. Matanya menatap langit yang kelam, di mana bulan pucat tersembunyi di balik awan. Cahaya remang-remang menyoroti garis rahangnya yang tegang, memperjelas kegelisahan yang menghantuinya.

Pikirannya melayang, berkecamuk tanpa arah. Gema dari pertempuran yang baru saja dia alami masih terukir jelas di benaknya.

Dia mengepalkan tangan, kukunya hampir menembus kulit telapak. Napasnya berat. Ada sesuatu yang berdesir dalam dirinya, bukan sekedar ketidaknyamanan, tetapi rasa gentar yang tak pernah dia rasakan selama ini.

"Serangan pedang itu... mengerikan."

Suara itu hanya sebatas gumaman, nyaris tertelan oleh angin malam. Matanya meredup, dan perlahan dia menundukkan kepala, jemarinya mencengkeram kuat pegangan balkon.

"Tak ada saksi yang tersisa di organisasi ketika aku terluka karena senjata perak.. Selama ratusan tahun aku selalu menyembunyikan rahasia kelemahan ini."

Victor tenggelam dalam pikirannya.

Sesekali tangannya memegangi bekas luka di dadanya.

Tap. Tap. Tap.

Langkah kaki terdengar mendekat dari belakang. Seorang pria bertubuh kekar berhenti di ambang pintu, siluetnya tampak tegas di bawah cahaya lampu vila.

"Tuan, Nona Vance telah bergerak," lapor pria itu dengan suara datar, seraya menundukkan kepala.

Victor tetap diam. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya mengangkat tangan, mengisyaratkan agar pria itu pergi.

"Baik, Tuan," pria itu menjawab, lalu berbalik meninggalkan tempat itu.

Saat suara langkah kaki menghilang, Victor kembali menatap langit. Bulan kini sepenuhnya tertutup awan, sama seperti hatinya yang diliputi kegelapan dan keraguan.

"Organisasi ini... sudah kehilangan kendali." batinnya dalam hati.

Bayangan masa lalu kembali menghantuinya. Kilasan kenangan berdarah dari ratusan tahun lalu melintas di benaknya, malam ketika dia kehilangan segalanya. Orang tuanya. Klannya. Nama mereka lenyap ditelan api perang, dan dia, satu-satunya yang tersisa, dipaksa bersembunyi di balik bayang-bayang dunia.

Dia memejamkan mata sejenak, menahan gejolak dalam dadanya. Lalu, dengan langkah berat, dia berbalik dan menjatuhkan tubuhnya ke sofa di balkon.

Di hadapannya, segelas wine merah berkilauan di bawah cahaya lampu temaram. Dia meraihnya, meneguknya dalam satu kali minum.

Crash!

Gelas itu menghantam lantai, pecah berkeping-keping. Cairan merah merembes di lantai batu, bercampur dengan bayangan tubuhnya yang terpantul di sana.

Victor mengusap wajahnya, lalu menyandarkan kepala pada tangan, matanya menatap kosong ke kejauhan.

"Ayah... Ibu... apa yang harus kulakukan?"

Suara itu nyaris tak terdengar, seperti bisikan seorang pria yang telah kehilangan arah.

"Aku mendirikan organisasi ini pada tahun 1910... sebagai satu-satunya Lycan yang tersisa, aku dipuja bagaikan dewa... Namun sejak kepunahan vampir 20 tahun berikutnya, organisasi ini perlahan melemah. Dan kini, posisiku di mata para keturunan pemburu vampir semakin goyah..."

Dia meremas rambutnya, pikirannya kusut.

"Tiga hari lagi... akan menjadi penentu segalanya. Tapi aku tidak yakin... hatiku gentar. Apa yang harus kulakukan?"

Dengan gerakan kasar, Victor meraih botol wine di meja dan meneguknya langsung tanpa henti. Cairan itu seakan membakar tenggorokannya, tapi bahkan alkohol pun tak mampu meredakan kekacauan di dalam dirinya.

Dia mendesah panjang, dadanya naik turun dengan berat. Angin malam berhembus semakin kencang, menusuk kulitnya, mengiringinya jatuh semakin dalam ke dalam jurang keraguan dan dilema yang tak berujung.

Chapter 66: Tamu Tak Diundang

Di dalam kamar yang remang-remang, Alberd tertidur pulas. Nafasnya teratur, sesekali dadanya naik turun perlahan. Di sisinya, Alena bersandar di lengannya, tubuh mungilnya berselimut ketenangan. Keheningan malam menyelimuti mereka seperti kedamaian yang rapuh dan damai, yang bisa hancur kapan saja.

Namun dalam kepekatan itu, sesuatu bersinar.

Crimson Tear.

Cahaya merah dari liontin yang terkalung di leher Alena berdenyut seperti jantung yang berdegup cepat. Bukan sembarang cahaya, ini adalah peringatan. Ancaman telah datang.

Mata Alena terbuka perlahan, berkilat merah seiring nalurinya langsung terjaga. Pandangannya jatuh pada liontin di dadanya, lalu ia mengangkat wajah, menatapnya dalam gelap. Suasana mencekam menyelimuti udara.

Tangan lembutnya membelai pipi suaminya.

"Alberd... suamiku," bisiknya pelan, suaranya seperti angin yang menggelitik daun.

"Sayang.. bangun.."

Alberd mengerang kecil, matanya sedikit terbuka. "Hmm...? Ada apa, sayang?" suaranya berat dan masih terpengaruh kantuk.

"Ada tamu tak diundang," balas Alena, nadanya datar namun tajam.

Alberd mengusap matanya, duduk perlahan di atas ranjang. "Siapa yang bertamu tengah malam begini?" keluhnya, mengambil ponsel dari nakas.

Alena tidak menjawab. Matanya menajam, seolah menembus kegelapan, sampai akhirnya dia bersuara.

"Tiga orang, jarak dua mil. Dua orang, jarak satu mil. Mereka memiliki niat buruk, dan sepertinya... ini langkah pengecohan."

Mata Alberd melirik liontin di dada istrinya. Crimson Tear tak pernah salah.

"Padahal mereka berencana menyerang tiga hari lagi," gumam Alberd seraya meregangkan bahu.

Alena tersenyum kecil, lalu mengecup dahi suaminya. "Aku akan menyambut mereka... Kamu tetap di sini, ladeni dua orang itu."

"Baiklah," Alberd mendesah, lalu kembali merebahkan tubuhnya di kasur. "Aku akan berbaring sebentar lagi."

Alena hanya menggeleng kecil sebelum berjalan menuju balkon. Dalam satu gerakan, sayap hitamnya terbentang, dan dengan sekali hentakan, ia melesat ke langit malam, menuju arah di mana kematian menunggu.

Satu Mil dari Kediaman Reinhard

Di tengah rimbunnya pepohonan, tiga sosok bersembunyi di balik bayangan. Vance Moreau berdiri di depan, sementara dua anak buahnya berjaga di belakang. Mereka telah bergerak sejauh satu mil ke depan.

"Nona, dua orang telah bergerak sesuai perintah," bisik pria bertubuh tegap di sampingnya.

"Bagus. Sekarang kita maju hingga berjarak lima ratus meter," jawab Vance dengan nada dingin.

Pria di sebelahnya tampak ragu. "Kenapa kita menunggu di sini? Kenapa tidak langsung mendekat?"

Vance mendesah, lalu menoleh sekilas. "Vampir bisa mendeteksi kehadiran dalam radius lima ratus meter. Kalau kita terlalu dekat, kita akan ketahuan lebih cepat. Dua orang yang menyusup tadi adalah umpan... Mereka yang akan menarik perhatian vampir itu keluar."

Ia kembali melangkah, tubuhnya merendah penuh kewaspadaan. Pandangannya lurus ke depan, ke arah rumah keluarga Reinhard yang samar terlihat di kejauhan.

"Baiklah, ayo bergerak.."

Sunyi.

Tak ada langkah kaki lain yang mengikutinya.

Deg!

Vance berhenti melangkah. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang.

Nalurinya berteriak bahaya.

Perlahan, ia menoleh ke belakang..

Dingin. Mengerikan. Nafasnya tertahan.

Di sana, dalam bayang-bayang gelap, berdiri sosok yang tak seharusnya ada di sana. Seorang wanita berambut hitam panjang, dengan sepasang sayap hitam menjulang di punggungnya, dan mata merah menyala yang menembus kegelapan.

Matanya tidak sekedar merah.

Matanya menelanjangi jiwa.

Dan di hadapan wanita itu, kedua anak buah Vance melayang di udara. Mereka meronta, mencakar-cakar leher mereka sendiri, seolah ada tangan tak kasat mata yang meremukkan tenggorokan mereka.

Mulut mereka terbuka lebar, tapi tidak ada suara yang keluar.

Lalu..

KRRAK!

Leher mereka terpelintir dalam sudut yang tak mungkin.

Brukk!

Dua tubuh itu jatuh ke tanah tak bernyawa.

Vance terduduk di tanah, tubuhnya gemetar hebat.

"Ah... ahhh...!" Napasnya tersengal, tangannya menggigil.

Alena menatapnya tanpa emosi. Mata merahnya bersinar makin terang, menciptakan bayangan menyeramkan di wajahnya.

"Berani sekali kau.. mengganggu tidurku..." suaranya lirih, tapi dingin seperti pisau yang menusuk langsung ke jantung.

Vance merangkak mundur, air matanya menggenang. "T-tolong... aku... a-aku tidak berniat.." nadanya penuh rasa takut.

Alena mengangkat satu tangan.

"Bloody Rose."

Dalam sekejap sebuah pedang muncul dalam genggamannya, ia menarik bilahnya perlahan. Katana dengan gagang merah itu memancarkan cahaya kemerahan berpendar dari bilah putihnya, seperti kelopak mawar yang bersimbah darah.

Vance membeku, wajahnya pucat, air mata berjatuhan.

"Ayo, kemari.." bisik Alena, senyumnya tipis namun mengancam. "Pedangku ingin bicara."

Alena berjalan perlahan, tangan memegang pedang yang siap menebas kapanpun.

Vance kehilangan kendali atas tubuhnya. Adrenalin membanjiri pembuluh darahnya, memaksanya bangkit dan berlari sekuat tenaga.

Namun..

SRETTT!

Darah menyembur ke udara.

Langkahnya terhenti.

Matanya melebar.

Tenggorokannya terasa panas... lalu dingin.

Mulutnya bergetar, tapi tak ada suara yang keluar selain gelembung darah.

Di sana, di dadanya, menancap bilah pedang berwarna putih yang kini bersimbah merah.

"Pedangku menyukai darah kotor seperti milikmu," bisik Alena pelan.

Lalu dia memutar gagang pedang dengan pelan.

Seolah ia hanya sedang mengiris sepotong daging, bukan manusia.

Senyumnya tetap tenang dan dingin. Menikmati ekspresi kesakitan di wajah Vance.

Vance tersentak, tubuhnya bergetar hebat sebelum akhirnya roboh tanpa nyawa.

Alena menatap Bloody Rose yang berkilauan dalam darah. Perlahan, darah itu meresap ke dalam bilah, seperti mawar yang haus akan hujan merah.

Tap.

Langkah berat terdengar di belakangnya.

Alberd muncul, menyeret dua mayat di masing-masing tangannya.

Alena menoleh, tersenyum manis seolah tak terjadi apa-apa. "Suamiku... Kamu sudah selesai?"

Alberd mengangkat alis, lalu melempar tubuh-tubuh tak bernyawa itu ke tanah. "Ya. Dua orang ini menyelinap di depan kamar Nina. Aku mengirim mereka ke neraka."

Alena terkekeh kecil. "Seperti dugaanku... mereka hanya umpan."

Alberd mendesah. "Kamu memakai Bloody Rose untuk menghabisi manusia biasa? Bukankah itu pemborosan?"

Alena tersenyum penuh arti seraya menyarungkan pedangnya. "Tidak. Senjata ini menyukai darah... terutama darah mereka yang pantas mati."

Alberd mengangguk. "Aku akan membuang tubuh-tubuh ini jauh dari rumah. Aku tidak ingin repot mengurus polisi lagi."

Alena mengangkat bahu. "Biarkan ini jadi misteri."

Alberd tertawa kecil. "Ayo pulang, sayang. Aku mengantuk."

Alena meraih tangannya. "Ya.. ayo, sayang."

Di bawah langit malam yang kelam, lima tubuh tergeletak dalam genangan darah.

Tamu yang datang itu, tak pernah kembali.

1
Wulan Sari
critanya sangat menarik lho jadi kebayang bayang terus seandainya kenyataan giman
makasih Thor 👍 salam sehat selalu 🤗🙏
John Smith-Kun: Terima kasih, kebetulan ini novel pertama yang saya tulis, syukurlah klo ceritanya menarik
total 1 replies
Siti Masrifah
cerita nya bagus
John Smith-Kun: Thank u👍
total 1 replies
Author Risa Jey
Sebenarnya ceritanya bagus, ringan dan cocok untuk dibaca di waktu santai. Cuma aku bacanya capek, karena terlalu panjang. Satu bab cukup 1000 kata lebih saja, agar pas. Paling panjang 1500 kata. Kamu menulis di bab yang isinya memuat dua atau tiga chapter? ini terlalu panjang. Satu chapter, kamu buat saja jadi satu bab, jadi pas.

Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.

Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.

Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
John Smith-Kun: Untuk sifat asli Alena ada di bab 15 dan terima kasih atas sarannya
Author Risa Jey: 5.

Pengen lanjut baca tapi capek, gimana dong penulis 😭😭😭
total 5 replies
Dear_Dream
Jujur aja, cerita ini salah satu yang paling seru yang pernah gue baca!
Siti Masrifah: mampir di cerita ku kak
John Smith-Kun: Terima kasih🙏
total 2 replies
John Smith-Kun
Catatan Penulis:
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.

Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!