Kehidupan bahagia yang dijalani Thalia setelah dinikahi oleh seorang pengusaha kaya, sirna seketika saat mendengar kabar bahwa suaminya tewas dalam sebuah kecelakaan maut. Keluarga almarhum sang suami yang memang dari awal tidak merestui hubungan mereka berdua, mengusir Thalia yang sedang hamil besar dari mansion mewah milik Alexander tanpa sepeser uang pun.
Di saat Thalia berhasil bangkit dari keterpurukan dan mulai bekerja demi untuk menyambung hidupnya dan sang buah hati yang baru beberapa bulan dia lahirkan, petaka kembali menimpa. Dia digagahi oleh sang bos di tempatnya bekerja dan diminta untuk menjadi pelayan nafsu Hendrick Moohan yang terkenal sebagai casanova.
"Jadilah partner-ku, aku tahu kamu janda kesepian bukan?"
Bagaimanakah kehidupan Janda muda itu selanjutnya?
Bersediakah Thalia menjadi budak nafsu dari Hendrick Moohan?
🌹🌹🌹
Happy reading, Best...
Jangan lupa tinggalkan jejak
⭐⭐⭐⭐⭐ bintang 5
💖 subscribe
👍 jempol/ like
🌹 kembang, dan
☕ kopi segalon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Single Parent
Tidak menemukan Maria di rumah kontrakan teman baiknya itu dan rumah sempit tersebut telah dihuni oleh orang lain sejak tiga bulan yang lalu, membuat Thalia kebingungan hendak beristirahat di mana. John yang masih menemani, kemudian menawarkan bantuan lalu membawa Thalia dan putrinya pulang ke rumah. Namun, sepertinya istri John kurang berkenan dengan keberadaan Thalia sehingga hanya sampai matahari terbit wanita yang tengah mengandung itu berada di rumah John.
Thalia lalu mencari rumah kontrakan, masih di seputar tempat kumuh yang dulu. Beruntung, sebelum matahari merangkak naik dia sudah mendapatkan rumah yang cukup nyaman untuk dihuni bersama sang putri. Thalia bergegas membereskan pakaian dan kemudian segera membersihkan diri.
"Ale ... nanti saja aku pikirkan lagi tentang dia. Sekarang, aku harus fokus untuk memulai usaha. Sebaiknya, aku cari makan di dekat rumah sakit sambil lihat-lihat peluang, apakah berjualan kue seperti kemarin laku di sana," gumam Thalia sambil mengenakan pakaian.
Thalia segera mengangkat tubuh sang putri yang sedari tadi mengekor langkahnya dengan merangkak lalu menggendongnya dengan kain. Meskipun tengah mengandung, tetapi Thalia merasa baik-baik saja serta sehat, dan merasa biasa saja ketika harus menggendong Aletha yang semakin tumbuh besar sambil berjalan jauh. Tidak seperti di kehamilan pertama di mana dia mengalami morning sickness dan juga mudah kelelahan.
Thalia berjalan dengan penuh semangat untuk menyongsong hari baru. Dia lupakan sejenak cerita kebenaran tentang daddynya Aletha dan juga dia lupakan masalah kehamilannya yang sering menjadi bahan gunjingan orang-orang. Berharap, di kota besar ini orang-orangnya lebih terbuka dan tidak mudah men-judge seseorang.
Thalia menuju ke sebuah warung kecil di depan rumah sakit dan kemudian memesan makanan. Kebetulan warung sedang cukup sepi. Hanya ada Thalia bersama sang putri dan sepasang suami-istri berusia paruh baya yang sedang makan.
Setelah mendapatkan makanannya, Thalia makan sambil bertanya-tanya pada pemilik warung. Sudah adakah di area seputar rumah sakit yang berjualan kue-kue basah dan bagaimana kalau misalnya dia berjualan.
"Di dalam rumah sakit sudah ada kantinnya, Nyonya. Kebanyakan, keluarga pasien membeli aneka jajanan di kantin. Jadi, jarang yang membeli di luar," terang pemilik warung, seperti yang dia ketahui.
"Kalau misalnya Nyonya mau berjualan, bisa, kok, di titipkan ke kantin. Setorkan kuenya pagi, terus sore baru diambil uangnya. Anak saya juga nitip makanan di sana," lanjutnya, memberikan angin segar bagi Thalia karena dia tidak perlu repot-repot berkeliling. Cukup membuat kue lalu disetor ke kantin.
"Terima kasih banyak informasinya, Nyonya," ucap Thalia yang kemudian buru-buru menghabiskan makanan dalam piring.
"Nyonya bisa masuk ke dalam sana dan menemui penjaga kantin. Nanti Nyonya bisa tanya-tanya, jenis kue apa saja yang belum ada agar tidak sama dengan penjual yang lain," saran pemilik warung kemudian dan Thalia mengangguk, mengerti.
Setelah membayar makanan dan jajanan yang diambil Aletha, Thalia bergegas meninggalkan warung kecil tersebut untuk menuju ke kantin rumah sakit. Di sana, Thalia menemui pegawai kantin dan berbincang sebentar dengan wanita yang seusia dengannya. Wajah Thalia berbinar ketika berpamitan dengan wanita itu, sepertinya dia sudah mulai diperbolehkan untuk setor kue mulai besok pagi.
Bersenandung kecil, Thalia melangkah keluar dari rumah sakit. Dia berjalan sambil menciumi dengan gemas sang putri yang berada dalam gendongan. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika netranya menangkap sosok pria yang selama ini dia tangisi. "Ale!" seru Thalia, memanggil daddy dari sang putri.
Alexander yang baru turun dari mobil hendak menjemput sang istri yang tengah menunggui papa mertuanya di rumah sakit, menoleh. Pria itu pun nampak sangat terkejut, bertemu dengan Thalia di halaman parkir rumah sakit. Dahi pria tersebut nampak berkerut.
"Ale. Syukurlah kamu masih hidup dan baik-baik saja," ujar Thalia dengan netra berbinar. Wanita cantik itu sangat senang melihat pria yang masih tersimpan di hatinya dalam keadaan sehat, tanpa kurang suatu apa.
"Jadi benar apa kata mama bahwa kamu mengharapkan aku mati, Thalia?" Alexander menatap dingin pada Thalia. Pria itu sama sekali tidak menyapa Aletha yang menggerak-gerakkan tangan, hendak meraihnya seraya berceloteh.
"Apa maksudmu, Ale?" tanya Thalia, seraya menggeleng tidak mengerti. Thalia lalu menghela napas panjang setelah mengingat cerita dari John dini hari tadi.
"Apa kita bisa bicara sebentar?" pinta Thalia kemudian yang memberanikan diri hendak berbicara. Demi hak Aletha, dia harus berbicara dengan ayah kandung putrinya.
"Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan, Thalia! Di antara kita sudah tidak ada lagi hubungan!" tolak Alexander, masih dengan tatapannya yang dingin.
"Kamu yang telah meninggalkanku di saat aku sedang sekarat! Kamu yang pergi dengan pria lain dan bersenang-senang di luar sana!" Tatapan Alexander tertuju pada perut Thalia yang mulai terlihat membuncit, membuat mommynya Aletha itu menggigit bibir. Ini yang dia takutkan sedari tadi dan Alexander mempercayai apa yang dilihat, tanpa bertanya terlebih dahulu kebenarannya.
"Aku tahu akan percuma saja menjelaskan padamu, Ale. Aku pun tidak akan mengemis untuk meminta kembali padamu. Aku bahagia, melihatmu bahagia. Aku hanya ingin kamu tahu satu hal bahwa aku tidak pernah meninggalkan kamu. Mama dan adikmu yang telah mengusirku saat aku belum mengetahui dengan jelas keadaanmu, Ale," ujar Thalia dengan cepat karena Alexander sepertinya terburu-buru dan tidak mau mendengarkan perkataannya.
"Dan satu lagi, aku ingin memberitahumu bahwa putri kita sudah lahir. Dia, dia Aletha. Nama itu yang aku berikan seperti keinginan kamu waktu itu, Ale." Thalia mencoba untuk tersenyum seraya menunjuk gadis kecil yang berada dalam gendongannya.
Alexander memicingkan mata, menatap gadis kecil yang tengah tersenyum padanya seolah sedang menyapa. 'Hai, Daddy. Aku putrimu.'
Alexander membuang muka kemudian. "Apa aku juga harus percaya, kalau dia anakku? Darah dagingku?" Suara pria itu terdengar pelan tetapi penuh penekanan dan dengan tatapan sinis menatap Thalia hingga membuat hati wanita cantik tersebut, terluka.
"Benar apa kata mama. Seorang ja*lang yang biasa hidup di jalanan sepertimu tidak akan pernah dapat berubah menjadi Cinderella meskipun aku telah membawamu ke istana dan mendandanimu layaknya seorang putri raja. Jiwa liarmu tetap akan kembali, Thalia! Dan aku meyakini, anak itu bukan anakku! Sama seperti anak yang kamu kandung saat ini, pasti juga tidak jelas siapa ayahnya, bukan?" Alexander tersenyum sinis dan kemudian berlalu, meninggalkan Thalia yang masih mematung tanpa dapat berkata-kata.
Hati wanita muda itu terluka begitu dalam hingga air mata pun tidak mampu mewakili perasaannya saat ini. Thalia hanya bisa menghela napas panjang berkali-kali, berharap beban berat yang menghimpit di dada segera menghilang dan membuatnya dapat bernapas dengan lega. Thalia melangkah gontai kemudian untuk menuju pulang.
Aletha yang berada dalam gendongan sang mommy pun terdiam. Gadis kecil itu seolah mengerti kekalutan hati mommynya. Aletha lalu mendongak, menatap wanita cantik yang selalu membersamainya dan kemudian mengelus pipi Thalia, membuatnya terpaksa tersenyum.
"Live must go on, baby. Kita pasti bisa melewati semua ini. Tidak masalah jika mommy menjadi single parent, mommy akan pastikan kalian berdua tidak akan kekurangan kasih sayang," ujar Thalia yang kini kembali bersemangat demi Aletha dan janin yang masih bersembunyi di dalam rahimnya.
Dari kejauhan, dua orang berlari mendekati Thalia seraya menyerukan nama wanita itu. Terpaksa, Thalia menghentikan langkah dan kemudian menoleh.
☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕ tbc.