"Ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat seorang karyawati bernama Soraya.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian.
Binara Mahendra, atau biasa dipanggil Bima, melihat segalanya. Mengintip dari celah pintu. Jemari tangannya mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Bima menyeringai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Laris
Turun dari mobil, pemuda yang hanya memiliki sedikit waktu di tempat ini. Wajahnya tersenyum membawa paperbag berisikan produk perawatan kulit dan parfum.
Kalimat demi kalimat yang diucapkan Heru membuat seorang Bintara Mahendra murka sejatinya. Tapi bagaimana caranya membela Dira sedangkan wanita idaman hatinya masih bersuami?
Menghela napas.
Masih memakai setelan kantor, berjalan melewati area butik. Beberapa karyawati melirik ke arah bos mereka.
Usia yang terbilang matang, masih sendiri, termasuk mapan, tampang rupawan. Keindahan mana yang engkau dustakan.
"Pak Bima..." Seorang karyawati pura-pura terjatuh di hadapannya.
"Lain kali hati-hati. Karena jika terjadi kecelakaannya kerja, aku harus membayar kompensasi. Mengerti?"Ucap Bima menolongnya penuh senyuman, kata-kata ramah yang mengandung aura kekesalan.
"Ma...maaf!" Sang karyawati menunduk, kemudian berlalu pergi.
Trik yang dapat dipastikan tidak akan berhasil. Mata Bima menelisik, banyak wanita yang mendekatinya. Dirinya sudah pernah mencoba untuk membalas dan mendekat, tapi bayangan masa lalu membuatnya sulit melangkah ke depan.
Pada akhirnya daripada menjalin hubungan yang hanya berlandaskan asal-asalan, dirinya memilih untuk sendiri. Lebih konsentrasi mengumpulkan uang, untuk melupakan Dira. Hingga tiba-tiba saja seorang karyawan bernama Heru melamar di perusahaan tempatnya bekerja.
Hal yang ada dipikiran Bima saat itu, mengapa? Bukankah Dira dijodohkan dengan keluarga yang memiliki perusahaan kecil. Mengapa suami Dira melamar pekerjaan di tempat ini?
Pada akhirnya dirinya mengetahui. Perusahaan keluarga Heru sudah mengalami pailit. Apa yang ada dalam fikiran Bima saat itu hanya untuk kebahagiaan Dira. Tidak ingin mendekat atau menghancurkan rumah tangganya. Hanya menolong dari jauh.
Tapi mengapa seperti ini...? Heru membuang istrinya sendiri...
Sudahlah.
Melangkah lebih dalam ke area konveksi. Matanya menelisik mengamati Dira yang tengah membagikan makanan untuk pekerja yang lembur, mengingat pesanan semakin meningkat.
"Ini untukmu! Baumu seperti bawang! Aku yakin semua pekerja yang dekat denganmu menutup hidung mereka." Kalimat rayuan maut seorang pemuda yang terlihat acuh mengejek, melemparkan sebuah paperbag.
"Apa ada udang di balik penggorengan?" Tanya Dira mengamati isi paperbag, terdapat parfum dan skincare disana."Kamu tidak ingin aku merayu Heru agar kamu mendapatkan Soraya bukan!?" Tuduh Dira membulatkan matanya.
"Sudah aku bilang, aku memang menyukai istri orang. Tapi itu bukan Soraya." Heru berusaha tersenyum, benar-benar berusaha.
"Lalu kenapa tidak ada angin, tidak ada hujan kamu tiba-tiba memberikan ini?" Dira menyipitkan matanya curiga.
"Itu sampel produk untuk uji coba. Rencananya aku mau investasi di perusahaan skincare." Dengan cepat Bima membuat alasan tanpa berkedip.
"Oh! Sudah aku duga ada udang di balik penggorengan. Dasar impoten!" Celetuk Dira.
Yah! Tidak apa-apa dikatakan impoten yang penting lebih nyaman untuk dekat. Pemuda yang menatap Pino begitu rapi, sudah selesai mandi. Kemudian melangkah mendekatinya.
"Pino, paman membawa nasi bungkus dan martabak!" Ucap Bima tersenyum.
"Tapi, saat pulang nanti aku akan memasak. Jadi---" Kalimat Dira disela.
"Hari ini kamu sudah lelah bekerja. Aku juga ada makan malam dengan klien. Sekali-kali aku juga ingin makan nasi bungkus. Jadi tidak usah memasak untuk malam ini! Bau bawang..." Bima mengangkat sebelah alisnya.
"Ya! Terserah si wangi bunga saja (Bima)!" Sarkas Dira. Wanita yang menghela napas, namun sedikit senyuman menyungging di wajahnya. Ada banyak pesanan, dirinya juga terlalu lelah untuk memasak.
"Ayo makan!" Bima membukakan bungkus nasi untuk Pino. Kemudian makan bersamanya."Harus makan sayur!"
"Tapi paman---" Kalimat Pino disela.
"Kalau tidak makan sayur nanti kamu jadi pendek seperti ibumu. Lihat paman! Makan sayur jadi tinggi kan?" Bima memberi contoh, membuat Pino bersedia untuk makan.
"Ibu tidak pendek!" Gerutu Dira.
"Iya! Tidak pendek! Cuma kurang tinggi saja." Bima meletakkan potongan daging di bungkus nasi Dira yang telah terbuka."Aku tidak suka rendang. Kamu yang makan."
"Aku selalu dapat sisa." Keluh Dira.
"Mulutmu kan tempat sampah." Jawab Bima penuh senyuman. Hanya ingin Dira lebih bahagia walaupun sedikit, satu-satunya orang yang dulu ada di hidupnya di saat yang paling sulit.
***
"Ayo pulang..." Heru berdiri di depan Soraya yang tengah konsentrasi bekerja.
"Sebentar lagi." Ucap Soraya, sesekali melirik ke arah handphonenya. Entah apa yang ditunggu olehnya."Kamu pulang duluan saja. Aku harus ke salon juga."
"Tapi, aku kangen kamu." Heru memegang jemari tangan kekasihnya. Mengetahui ke arah mana pembicaraan mereka.
"Aku juga... nanti malam ya?" Soraya mengedipkan sebelah matanya.
"Mau aku antar ke salon?" Tanya Heru. Wanita yang segera menggeleng.
"Aku...bisa lima jam di salon. Jadi Heru sayang harus istirahat di rumah dulu ya?" Ucap Soraya mengecupnya mesra.
Pada akhirnya Heru mengalah. Melangkah meninggalkan Soraya. Wanita yang tetap menunjukan senyuman kariernya.
Hingga pesan dari Jarot kembali masuk.
'Jadi bagaimana? Bisa kita pergi berdua?' Itulah pesan yang masuk di handphone Soraya.
'Tapi, sekali lagi saja.' Soraya menghela napas menggigit bagian bawah bibirnya sendiri.
Sensasi yang tidak pernah didapatkannya dari pria lain. Tidak disangka bisa didapatkannya dari Jarot. Tidak ada yang kurang, durasi, akurasi, ukuran, bentuk, bahkan cara pemanasan yang bagaikan memuja tubuhnya. Tapi di saat yang bersamaan dapat begitu ganas. Benar-benar berbeda dengan Heru dan manatan-mantannya yang membosankan.
Hanya ingin merasakan sekali lagi. Tidak apa bukan?
Menunggu di gang dekat kantor. Pada akhirnya motor Jarot terlihat juga. Nama boleh Jarot, tapi penampilan? Astaga! Setara dengan Heru, kenapa bisa memiliki istri low quality seperti Sulis?
Motor yang melaju memasuki beberapa gang, menuju tempat kost-kostan yang disewa per jam. Hingga mendapatkan kuncinya dan siap tancap gas.
Baru juga pintu terkunci, pakaian mereka telah tanggal. Benar-benar tidak menyia-nyiakan kesempatan.
Hal-hal yang tidak pernah dilakukan oleh Heru, kini dilakukan oleh Jarot. Benar-benar membuat Soraya berteriak histeris.
Bagaimana tidak, ingat! Betapa profesional nya Jarot dalam hal memberikan kepuasan untuk wanita.
"Ah...ah...uh...akh...!" Suara teriakan dan pekikan yang menggema dalam ruangan.
Sedangkan Jarot hanya tersenyum, Soraya benar-benar indah. Apalagi ketika cipratan air keluar dari bagian terindah di tubuhnya. Cipratan air bagaikan air mancur kecil.
"Sayang...aku akan mulai..." Bisik Jarot, baru akan memulai kenikmatan sesungguhnya.
"Agghhh!" Teriak Soraya.
Tidak mengingat pasangan masing-masing. Yang pasti ingin ini segera dituntaskan. Bahkan mungkin menginginkan lebih, itulah yang ada di benak mereka.
***
Malam telah larut ketika Soraya pulang. Membuka pintu ruang tamu, maka wajah sang ibu mertua terlihat.
"Dari mana saja? Soraya kamu seharusnya membantu ibu. Setidaknya untuk---"Kalimat Sutini disela.
"Cerewet! Menghasilkan uang juga tidak! Tapi cerewetnya setengah mati!" Soraya mengangkat sebelah alisnya. Melangkah meninggalkan Sutini.
Sedangkan Sutini sendiri hanya dapat kembali duduk di ruang tamu. Berharap menantunya dan Pino kembali."Dira! Tidak apa kamu mengomel setiap hari! Walaupun mulutmu seperti setan, tapi hatimu seperti malaikat. Dira...Pino..."
"Berisik!" Teriak Soraya.
"Kamu yang berisik!" Sutini berteriak balik.
***
Lampu yang mati di dalam kamar membuat Soraya tidak dapat melihat apapun. Hingga tangan seorang pemuda melingkar di perutnya."Soraya sayang...aku menginginkanmu." Bisik Heru.