Jelita Parasnya, wanita cantik yang berpura-pura tampil jelek agar suaminya tidak mencintainya.
Sakura Lerose, pria tampan yang tak pernah tahu bahwa istri jeleknya sedang menjebaknya untuk berkencan dengan wanita cantik.
Siapakah yang akan terjebak dalam jebakan cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
010 - Menjadi Jaminan
"Jelita! Jelita!"
Jelita terkesiap dan tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Bu Geulis memanggil namanya berulang kali.
Bu Geulis tak percaya melihat anak gadisnya melotot lebar saat menatap suaminya yang memasuki ruang makan bersama seorang tamu.
"Jelita, kamu ini tidak sopan melihat orang seperti itu," tegur Bu Geulis yang duduk di seberang Jelita.
Jelita terperangah karena mendapati dirinya masih berada di ruang makan dan duduk di belakang meja makan bersama keluarganya.
Mata Jelita menangkap sosok seorang pria bertubuh tinggi dan tegap yang kini sedang berdiri di samping ayahnya.
Jelita segera tersadar bahwa sedari tadi ternyata ia sedang melamunkan apa yang paling diinginkannya saat ini.
"Semuanya, perkenalkan, tamu Ayah ini bernama Tuan Lerose. Mereka semua adalah keluarga inti saya. Ini istri saya, dan ketiga anak saya, Ayune, Rupawan, dan Jelita, juga cucu saya, Canda.”
Pak Gagah menunjuk satu per satu anggota keluarganya yang saat ini sedang duduk di belakang meja makan.
Semua orang di ruangan itu jelas bertanya-tanya siapa sosok pria yang sedang diperkenalkan oleh Pak Gagah. Tak terkecuali Jelita yang tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya.
Bagaimana bisa pria itu dan ayahnya saling kenal?
"Silakan duduk, Tuan Lerose, jangan sungkan-sungkan, anggap saja seperti rumah sendiri," kata Pak Gagah.
Jelita kembali terperangah melihat ayahnya yang bahkan menarik kursi dan mempersilakan pria itu untuk duduk bersama mereka di meja makan.
"Bi Sum, tolong siapkan piring lagi untuk Tuan Lerose ya," pinta Pak Gagah.
"Pak Gagah, Anda tidak perlu repot-repot seperti ini," kata Saka.
"Ini sama sekali tidak merepotkan," balas Pak Gagah.
Jelita menatap ke arah Saka yang saat ini balas menatap ke arah Jelita.
Apa yang sedang kau lakukan di sini?
Jelita segera mendekat ke Rupawan yang duduk di sebelah kirinya.
"Rupa, kau kenal dia?" bisik Jelita ke arah adik laki-lakinya.
"Oh, dia pelanggan Ayah," jawab Rupawan.
"Hah?! Pelanggan Ayah?!" Jelita terperangah.
"Kau tidak tahu? Pria itu yang ternyata membeli tanah Ayah yang berada di lokasi Z. Padahal kau tahu sendiri, hampir dua puluh tahun tanah itu belum kunjung laku. Tapi akhirnya pria itulah yang membelinya," Rupa menjelaskan panjang lebar.
"Hah?! Apa hanya aku yang tidak tahu masalah itu?" tanya Jelita keheranan.
"Tentu saja kau tidak mungkin tahu karena hanya aku yang tahu masalah ini selain Ayah, itu pun aku sangat tahu karena aku yang mengurus urusan tanah itu. Tanah sengketa memang ribet sekali urusannya," keluh Rupa.
Jelita kembali melemparkan pandangannya ke arah Saka.
Pria itu terlihat santai berbincang dengan Pak Gagah.
"Oh ya, ngomong-ngomong, Pak Gagah, mengenai tanah di lokasi Z, saya sudah membayar lunas tanah itu sejak tahun lalu. Oleh sebab itu, saya menginginkan sertifikatnya dalam waktu dekat ini," kata Saka.
"Tuan, saat ini sertifikat itu masih diproses," kata Pak Gagah.
Pak Gagah tahu, tanah tersebut masih sengketa karena ada tiga pemegang sertifikat tanah tersebut.
"Pak Gagah, bukankah kita sudah membuat perjanjian bahwa dalam kurun satu tahun setelah pelunasan maka saya berhak untuk mendapatkan sertifikat itu? Jika tidak, maka saya berhak menagih dana penalti sebesar tiga kali lipat dari harga tanah tersebut," ucap Saka penuh tendensi.
"Pasti, pasti saya akan menyerahkannya pada Anda sesegera mungkin," kata Pak Gagah.
Pak Gagah melirik ke arah Rupa yang mengedikkan bahunya.
"Pak Gagah, seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa jatuh tempo perjanjian tersebut adalah satu minggu lagi," kata Saka.
Pak Gagah terdiam, ia tidak tahu harus membuat alasan apa.
"Tuan, saya tahu, tapi, Anda pasti tahu sendiri, bahwa saya tidak mungkin mencoba membohongi atau pun menipu Anda. Segera setelah urusan sertifikat itu selesai, saya pasti akan menyerahkannya pada Anda," kata Pak Gagah.
"Kalau begitu, harusnya Anda bisa memberikan saya jaminan," kata Saka.
"Oh begitu, memangnya, jaminan apa yang Anda inginkan?" tanya Pak Gagah.
Saka mengulas senyumnya sambil melemparkan tatapannya ke arah Jelita.
"Saya menginginkan anak Anda yang itu sebagai jaminannya," jawab Saka.
"A-apa?!"
"Saya menginginkan anak Anda untuk menjadi istri saya. Bagaimana?"
Mata Jelita membulat besar, apakah ia tidak salah dengar?
Apakah pria ini sedang bersandiwara? batin Jelita bertanya-tanya keheranan.
"Tuan Lerose, Anda serius ingin menikah dengan anak saya?" tanya Pak Gagah.
"Pak Gagah, bukankah saya sedang bertanya pada Anda? Kenapa Anda justru balik bertanya pada saya?" balas Saka.
Pak Gagah dan seluruh anggota keluarga kembali saling melemparkan pandangan sebelum mereka semua berakhir menatap ke arah Jelita.
"Bagaimana, Pak Gagah?" Saka kembali bertanya.
Jelita masih tak melepaskan pandangan ke arah Saka.
"Oh, kalau memang itu maunya Tuan Lerose, saya sih setuju-setuju saja. Bagaimana menurutmu, Jelita?" tanya Pak Gagah.
Hah?!
Apa-apaan ini?!
Jelita terperangah tak percaya, mengapa ayahnya dengan mudah menyetujui permintaan pria itu?
Ini jelas sangat berbeda dengan rencana yang sudah disusun oleh Jelita.
"Tuan Lerose, saya sangat yakin, Jelita pun pasti setuju dengan pendapat saya," ucap Pak Gagah dengan mantap.
"A-ayah!" potong Jelita.
Jelita tak mampu melanjutkan ucapannya karena sang ayah melotot ke arahnya.
Jelita kembali mengarahkan pandangannya pada Saka.
Apa-apaan pria itu?!
...***...
Jelita langsung menunjukkan sikap protesnya pada Pak Gagah begitu sang tamu pamit undur diri.
"Ayah! Kenapa mendadak Ayah menjodohkanku secara sepihak dengan pria asing yang bahkan tidak kuketahui?" tanya Jelita.
Jelita tentu saja harus berpura-pura tidak mengenal pria itu demi kebaikannya sendiri.
"Jelita, bukankah sudah Ayah katakan padamu bahwa jodohmu ada di tangan Ayah?!" tukas Pak Gagah.
"Iya, tapi Ayah..."
"Jelita, Tuan Lerose adalah seorang pria yang sangat pantas untukmu. Pria itu muda, tampan, dan tentunya sangat mapan. Terlebih Tuan Lerose juga menginginkanmu," potong Pak Gagah.
"Ayah, tapi pria itu menginginkanku sebagai jaminan!" sanggah Jelita.
"Jelita!"
Jelita tersentak mendengar suara ayahnya yang meninggi.
Ekspresi Pak Gagah menunjukkan kemarahan yang tertahan.
Pak Gagah sebenarnya tidak ingin marah-marah pada Jelita.
Jelita sudah dewasa sehingga harusnya langsung mengerti dengan keinginan sang ayah.
Tidak perlu lagi bertingkah seperti anak gadis di bawah umur yang menolak saat dijodohkan, toh Jelita sudah sangat dewasa dan memang sudah waktunya untuk menikah.
"Terserah kau mau menganggap dirimu sebagai jaminan, yang pasti Tuan Lerose sudah menginginkanmu dan kau akan menikah dengan Tuan Lerose!"
Jelita hanya bisa diam menahan rasa kesalnya. Sungguh gawat jika rencana yang sudah disusunnya dengan baik itu kini terancam berantakan.
Jelita hanya menginginkan seorang pria yang berpura-pura ingin menikahinya, bukan pria yang benar-benar menikahinya.
...----------------...