Menikahi Kakak Ipar

Kilasan masa lalu masih basah di ingatan Jeremy. Di mana dia terlambat menyadari perasaannya pada sang istri. Meski awalnya mereka tidak saling mencintai dan menikah melalui perjodohan tidak membuat kehidupan mereka datar-datar saja.

Kasih sayang Pamela sang istri sangat nyata Jeremy rasakan. Akan tetapi, Jeremy yang belum bisa mencintai sang istri selalu bersikap dingin pada Ela sang istri. Hingga Ela mengandung buah hati mereka, kenapa Jeremy mengatakan buah hati bukan hasil cinta mereka. Karena pada masa itu Jeremy belum menyadari rasa cintanya pada sang istri.

Jeremy hanya mementingkan kerja-kerja dan berkumpul dengan teman-temannya. Di sinilah menjadi pukulan terbesar bagi Jeremy. Acap kali Ela mendatanginya seolah ingin mengatakan sesuatu yang penting tapi Jeremy mengabaikannya hingga malam kelam itu terjadi.

Saat membuka pintu rumah minimalis yang di tinggali dirinya dan sang istri cukup membuat Jeremy sangat kesal pada Ela. Rumah yang biasanya sudah menyala lampu mengingat hari sudah pukul 8 malam tapi tampak berbeda pada malam itu.

Jeremy yang kesal dan menduga Ela tidak di rumah memilih menyalakan lampu tanpa curiga hal apapun. Hingga pada saat memasuki kamarnya ternyata tubuh sang istri sudah tergeletak di lantai dengan keadaan darah sudah meluber kemana-mana.

Jeremy yang panik melihat kondisi Ela tanpa pikir panjang segera membawa sang istri ke rumah sakit. Tapi sayang Jeremy terlambat untuk menolong istrinya. Karena sebenarnya, Ela sudah tidak lagi bernyawa ketika Jeremy memasuki rumah jam 8 malam.

Di perdiksi kematian sang istri terjadi pada pukul 4 sore. Jeremy merasa sangat terpukul akan kepergian Ela.

Hingga dua hari kemudian saat Jeremy melihat-lihat pakaian sang istri di lemari di temukan hal lain yang mengejutkan. Di dalam lemari itu ada banyak obat-obatan, sebagai seorang dokter tentu Jeremy tahu obat apa itu. Jeremy berharap itu tidak benar tapi itulah kenyataan sebenarnya saat Jeremy membuka surat keterangan kesehatan Ela yang ternyata mengidap kanker rahim stadium akhir.

Mengingat kisah pilunya hingga sekarang Jeremy sering menangis dalam diam. Kerena itu Jeremy tidak ingin Bagas mengalami hal yang sama dengannya. Karena penyesalan selalu datang belakangan. Bahkan hingga 8 tahun berlalu belum bisa membuka hatinya pada wanita manapun. Karena Ela tidak hanya membawa putra mereka pergi tapi juga membawa hati seorang Jeremy.

"Sayang, aku melihat istri Bagas untuk yang kedua kalinya. Melihat Vania membuat aku semakin merindukanmu. Tatapan teduh dan juga caranya memandang Bagas begitu aku sukai. Aku harap dia bisa bahagia bersama Bagas." ucap Jeremy seraya memeluk erat dan mengecup foto mendiang sang istri.

Lain Jeremy maka lain pula yang terjadi pada Bagas pada saat penerbangan ke Jepang. Pada saat tiba di negara tujuan semua penumpang di larang turun. Ada pemeriksaan darurat, hal ini cukup menghebohkan dan mengherankan namun semua orang tidak ada yang berani protes. Hingga Vania di tangkap karena ada permasalahan pada identitas penerbangan. Bagas sempat tidak terima ketika Vania di tangkap.

Akan tetapi protes Bagas tidak berpengaruh banyak. Petugas mengatakan jika Vania hanya di tahan sementara setelah Bagas mengurus berkas yang memang harus Vania miliki maka Vania pun akan di bebaskan. Tapi yang menjadi tanda tanya besar bagi Bagas adalah mengapa berkas itu bisa tidak di bawa oleh sang istri. Lupa? Sungguh benar-benar membuat Bagas merasa naik darah.

Bagas segera mengambil ponselnya dan menelepon tangan kanannya di perusahaan untuk mengurus surat yang lupa di bawa oleh Vania.

Sedangkan di sebuah ruangan khusus di jepang. Terlihat seorang laki-laki memeluk erat Vania dan mengecup kening Vania hangat. Jangan salah sangka dulu Ibra memang bukan saudara kandung Aisyah akan tetapi pria itu adalah saudara sepersusuan dengan aisyah. Yap laki-laki itu adalah Muhammad Ibrahim Vaughn anak laki-laki dari tantenya yang menikah dengan pria kebangsaan Rusia.

"What happen Honey? Why you call Aisyah?" tanya Ibra. Sebenarnya bukan hal sulit bagi Ibra mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Hanya saja dia ingin mendengar langsung dari mulut adiknya yang manis.

Vania memeluk erat kakak sepersusuannya itu. Ibra yang merasa jika Vania butuh waktu hanya tersenyum hangat. Tangan kekar pemuda tampan itu mengusap kerudung yang di kenakan oleh adiknya.

Sebenarnya banyak hal yang ingin Ibra beri tahu pada Vania hanya saja pria itu menahannya. Ibra akan bertindak jika memang adiknya yang manis ini sudah tidak bisa mengatasinya.

"Kak, aku sudah menikah. Apa kakak sudah mendapat kabar itu?" tanya Vania pada Ibra.

"Oh kau sungguh keterlaluan Sweety, kau menikah dan tidak memberi tahu kakak mu yang tampan ini? Pria seperti apa yang mampu membuat mu bisa melupakan kakak mu yang tampan ini?" tanya Ibra dengan tampang kesal dan marah yanh di buat-buat.

Tangis Vania meluncur lagi, dia takut tapi juga sudah tidak ingin bertahan dengan Bagas. Terlebih saat mendengar perkataan Bagas dengan Nyonya Yuli malam itu. Apalagi harapan Mama dan Papanya akan mengeluarkannya dari penjara gelap seorang Bagas kini hanya angan-angan semata saja bagi Vania.

Ya kemaren Vania pergi kekediaman keluarganya. Tentu saja yang tahu kedatangannya hanya pak ujang selaku satpam. Karena pada saat itu keluarga Papa dan Mamanya sedang bahagia menyambut kepulangan Jihan dan Darren dari luar negeri. Bahkan kedua paruh baya itu nampak antusias saat menyambut cucu pertamanya dari Jihan.

Di sanalah Vania tahu, kenapa dia selalu di perlakukan berbeda dari Jihan. Ya karena bagi Mama dan Papanya Vania hanya pelengkap untuk kehidupan Jihan. Vania hanya alat dan pijakan bagi Jihan, agar Jihan selalu bahagia. Itulah yang membuat Vania nekat mengambil jalan ini untuk pergi dari kehidupan Bagas.

Sungguh Vania tidak sanggup hidup setiap hari di bawah cercaan dan cacian Nyonya Yuli dan Mas Bagas.

Dengan bahu bergetar Vania menceritakan semuanya pada Ibra. Wajah pria itu langsung mengeras dan tangannya terkepal erat saat mendengar cerita Vania.

"Jadi apa yang mau kamu lakukan selanjutnya?" tanya Ibra dengan wajah serius.

"Aku ingin lepas dari Mas Bagas, Kak. Toh, Mama dan Papa tidak pernah menganggap aku anak mereka. Bagi mereka anaknya selalu Jihan dan Jihan. Sesalah apapun Jihan maka yang salah adalah Vania." tangis Vania sesenggukkan.

Ibra menghapus air mata adik kesayangannya itu. Lalu memeluk Vania ke dalam pelukannya.

"Anak mereka memang hanya Jihan, Sayang." Batin Ibra seraya mengepalkan tangannya.

"Apa aku perlu membuat Bagas dan Papa kamu dalam masalah Sayang? Itu pekerjaan yang sangat mudah." tanya Ibra penuh arti.

Vania langsung melototkan matanya pada Ibra.

"Kak aku hanya ingin lepas dan tidak ada hubungan apapun dengan mereka lagi. Bukan berarti aku ingin mereka dalam masalah. Aku akan berusaha memaafkan perbuatan Mas Bagas dan keluarganya." Ibra hanya menganggukkan wajahnya.

"Baiklah sebagai kakak yang baik hati aku qkan menuruti permintaan adikku yang manis ini." kata Ibra pada Vania.

"Tunggu aja tanggal mainnya Sayang! Aku oastiin mereka akan nyesel karena udah berbuat begitu picik pada kamu." batin Ibra seraya menatap Vania dengan tatapan meneduhkan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...