Mo Xie, Iblis Merah yang ditakuti di seluruh Alam Shenzhou, dikenal sebagai penghancur dunia yang bahkan para dewa dan kultivator agung bersatu untuk mengalahkannya.
Namun, kematiannya bukanlah akhir. Mo Xie terlahir kembali di dunia kultivator modern sebagai dirinya yang dulu—seorang pria lemah yang direndahkan dan dihancurkan harga dirinya.
Dengan kekuatan dan kebijaksanaan dari kehidupannya sebagai Iblis Merah, Mo Xie bersumpah untuk membalas dendam pada mereka yang pernah meremehkannya dan menaklukkan dunia sekali lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12 Teman Sekelas Yang Munafik: Mo Xie Yang Tidak Peduli
Perkataan Yue Ling membuat kerumunan tersentak. Wajah Tian Wu memerah karena marah, tetapi ia menahan diri. Setelah beberapa saat, ia menarik napas panjang dan melirik Tian Lei, yang berdiri di sebelahnya dengan wajah pucat.
“Kita pergi,” kata Tian Wu singkat, berbalik dengan langkah berat sambil menarik adiknya, yang masih terdiam karena malu.
Ketika mereka pergi, Yue Ling menatap Mo Xie dengan penuh minat. Ia mendekatinya perlahan, dan untuk pertama kalinya sejak kegaduhan itu dimulai, Mo Xie menunjukkan sedikit rasa waspada. Aura wanita ini begitu kuat, melebihi Tian Wu dan seluruh murid akademi.
“Jadi, kau Mo Xie,” kata Yue Ling dengan nada lembut namun tajam. "Sepertinya kau punya kemampuan rahasia. Tapi tenang saja, aku tidak akan menggali lebih jauh tanpa izinmu."
Yue Ling sedikit menunjukkan ketertarikannya pada Mo Xie. Beberapa hari yang lalu, dia hanyalah pemuda lemah yang bahkan tidak bisa menatap mata orang yang merundungnya. Tapi sekarang, Mo Xie bahkan bisa menatap mata Yue Ling dengan tenang.
"Aku hanya membela diriku. Kalau itu dianggap masalah, mungkin standar di akademi ini terlalu tinggi untuk seseorang seperti aku.”
Yue Ling terkekeh kecil, suara tawanya sehalus gemericik air. “Kau cukup berani, bahkan di depanku. Menarik. Tapi aku menyarankan kau lebih berhati-hati lain kali. Tidak semua orang sebaik aku.”
“Terima kasih atas sarannya,” balas Mo Xie, meskipun sorot matanya tetap menunjukkan ketenangan. “Aku sudah cukup terbiasa dengan ancaman. Kau tidak perlu mengawasiku.”
Yue Ling mengangkat alisnya, sedikit terkejut dengan tanggapannya yang santai. Setelah menatap Mo Xie beberapa saat, ia tersenyum tipis. “Kau berubah banyak hanya dalam sehari. Aku ingin melihat sejauh mana kau bisa melangkah.”
Setelah mengatakan itu, Yue Ling berbalik dan pergi, meninggalkan Mo Xie yang tetap berdiri tenang di tempatnya. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa pertemuan ini hanyalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Setelah kerumunan bubar, Mo Xie berjalan meninggalkan arena dengan langkah santai, meskipun di dalam pikirannya ia masih menganalisis apa yang baru saja terjadi.
Pertemuan dengan Yue Ling memberinya gambaran lebih jelas tentang betapa rumitnya dinamika kekuatan di akademi ini. Namun, ia tidak ingin memikirkannya terlalu lama. Baginya, ini hanyalah langkah kecil dalam perjalanannya di dunia itu.
Mo Xie tiba di kelas dengan ekspresi datar seperti biasanya. Ruangan itu langsung dipenuhi bisikan dan tatapan heran dari para murid lain. Beberapa dari mereka menatapnya dengan kagum, sementara yang lain jelas merasa terintimidasi. Kejadian di arena telah menyebar dengan cepat ke seluruh akademi.
Seorang murid laki-laki dengan rambut acak-acakan dan wajah penuh semangat langsung menghampirinya. “Bos! Kau benar-benar luar biasa! Kau menghajar Tian Lei di depan semua orang!” katanya sambil menepuk pundak Mo Xie dengan kekaguman yang berlebihan.
Mo Xie hanya meliriknya dengan pandangan dingin, tidak merespons. Dia lalu berjalan menuju tempat duduknya di barisan paling belakang, mengabaikan sorakan dan pujian yang terus berdatangan. Meja tempatnya belajar masih penuh dengan coretan dan kata-kata kasar yang mengejeknya. Nyatanya, Mo Xie tidak hanya dirundung oleh murid dari kelas yang lebih tinggi, tapi juga oleh teman sekelasnya.
“Benar-benar gila! Kakak Mo, bagaimana caramu bisa sekuat itu?” tanya seorang murid perempuan dengan wajah berbinar. “Kami pikir kau hanya murid biasa, tapi ternyata kau diam-diam jenius, ya?”
Murid lain ikut bergabung, semakin ramai mengelilingi Mo Xie. Mereka memanggilnya “Bos” atau "Kakak" dengan penuh semangat, bahkan beberapa mulai mencoba mendekatkan diri dengan menawarkan bantuan.
Namun, Mo Xie tidak mengatakan apa pun. Ekspresinya tetap datar, dan matanya memandang lurus ke depan tanpa menoleh sedikit pun ke arah mereka.
Baginya, murid-murid ini hanyalah orang-orang yang tidak punya pendirian. Mereka yang sebelumnya menganggapnya lemah dan merundungnya sekarang tiba-tiba berbalik memujanya. Mereka adalah tipe orang yang akan berkhianat kapan saja jika keadaan berubah.
Melihat Mo Xie tidak bereaksi, suasana menjadi sedikit canggung. Namun, beberapa murid tetap mencoba berbicara, berharap bisa mendapatkan perhatian darinya.
“Ayo, Bos! Jangan dingin begitu. Kami di sini mendukungmu!” kata salah satu murid dengan senyum canggung.
Mo Xie akhirnya menoleh perlahan, menatap mereka dengan dingin. Tatapannya begitu tajam hingga semua orang yang mengerubunginya langsung terdiam.
“Apa kalian pikir aku peduli dengan dukungan kalian?” kata Mo Xie, suaranya rendah namun penuh tekanan. “Kalian yang dulu merundungku, mengabaikanku, sekarang datang seperti anjing menjilat. Pergi!”
Seketika suasana menjadi sunyi. Murid-murid yang tadi mengelilinginya saling pandang dengan wajah malu, tidak ada yang berani membantah kata-katanya. Mo Xie melipat tangannya, kembali bersandar di kursinya seolah tidak ada yang terjadi.
Beberapa murid yang merasa tersinggung mencoba bergumam pelan, tetapi tatapan Mo Xie yang sekali lagi menghujam mereka membuat nyali mereka ciut. Mereka akhirnya mundur, kembali ke tempat masing-masing tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Suasana kembali tenang, tidak seperti keributan sebelumnya. Mo Xie dengan santainya membuka buku catatan miliknya. Ia menatap tulisan itu dengan rasa nostalgia.
"Jadi begini tulisanku dulu..." pikirnya. Mo Xie hampir tidak pernah menulis satu kata pun lagi selama hidupnya di Alam Shenzhou.
Suara kertas yang dibalik mengalihkan fokus Mo Xie. Ia menoleh ke samping dan melihat seorang gadis berkacamata bundar dengan rambut yang dikepang dua sedang fokus membaca buku.
"Kalau tidak salah, namanya Lin Xiaoyu. Aku hampir tidak punya ingatan yang jelas tentang gadis itu," ucap Mo Xie dalam hati.
Lin Xiaoyu memiliki hawa keberadaan yang rendah. Ia tidak begitu mencolok dan hanya menghabiskan waktunya dengan membaca buku di kelas. Gadis itu tidak memiliki yang namanya teman, dan ia jarang bicara dengan orang-orang di sekitarnya. Tidak berlebihan jika Mo Xie bahkan tidak tahu seperti apa suara gadis itu.
Mo Xie terus memperhatikan Lin Xiaoyu. Napasnya yang tenang, fokusnya dalam membaca buku, dan gerakannya yang halus seolah menunjukkan bahwa ia berada dalam dunianya sendiri. Tiba-tiba, gadis itu menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Mo Xie. Pandangan mata mereka bertemu, dan kini Mo Xie dapat melihat keindahan mata gadis itu. Keindahan yang tak kalah dengan primadona Yue Ling.
Saat Mo Xie dan Lin Xiaoyu saling bertatapan tanpa suara, pintu kelas terbuka dengan suara yang cukup keras untuk mengalihkan perhatian mereka.
Seorang pria paruh baya masuk, mengenakan jubah panjang berwarna cokelat dengan garis-garis emas di sepanjang tepinya. Rambutnya yang memutih dan disisir rapi memberikan kesan bijak, namun sorot matanya yang tajam menunjukkan bahwa ia tidak akan mentoleransi ketidakdisiplinan.
"Selamat pagi, murid-murid. Saya Guru Zhang Mu. Hari ini kita akan memulai pelajaran tentang sejarah dunia dan energi spiritual," katanya dengan suara tegas namun tidak kasar. Seluruh kelas langsung terdiam, dan suasana yang sebelumnya sedikit tegang berubah menjadi lebih formal.