Ka Rani hiks,tolong aku suamiku dipecat dari pekerjaannya dan dia pergi meninggalkan aku dengan wanita lain padahal aku sedang mengandung darah dagingnya.Aku tak punya siapapun lagi selain Kaka." Ucap Rena adik satu-satunya Rani
" Bagaimana bisa jadi seperti ini Rena,Lantas bagaimana kondisimu saat ini?"
" Aku luntang Lantung dijalan ka,rumahku baru saja disita pihak bank karena sertifikat rumahnya dijaminkan mas Reno untuk pinjaman di bank dan ternyata mas Reno ditak membayar cicilannya selama berbulan-bulan.
" Ya Tuhan malang sekali kamu Ren,sebentar Kaka diskusi dulu dengan mas Langit,Kaka mau minta izin untuk kamu tinggal bersama Kaka."
" baik ka terimakasih.
Beberapa saat kemudian.....
" hallo Ren!"
" Iya ka bagaimana?
" sekarang posisi kamu ada dimana,mas Langit setuju dan Kaka akan menjemputmu saat ini juga!"
" Allhmdulillah,baik ka terimakasih.Aku ditaman sakura jalan kenangan blok d.Kaka beneran mau kesini ka?"
" Iya dek,kamu jangan kemana-mana sebelum Kaka datang ya!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atha Diyuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 7 berubah
"Mas aku,"
Rena sengaja menjeda ucapannya untuk melihat ekspresi wajah Langit saat dia sudah melepaskan pelukannya.
" Maafkan aku mas aku tidak sengaja melakukan ini.Aku hanya bahagia saja karena masih ada orang yang perduli dengan aku dan anak yang aku kandung.Maaf ya mas,mas jangan berfikir yang bukan-bukan ,sekali lagi maaf ya mas!"
Ucap Rena setelah melepaskan pelukannya dan Rena terlihat sedikit canggung.
" Tidak mengapa Ren,mas faham ko.Lagipula mas ini kan Kaka ipar kamu jadi tidak usah minta maaf ya.Kita pulang sekarang?" Ajak Langit.
Kata-kata yang diucapkan Langit membuat Rena seperti menemukan oase dipadang pasir.
Langit melangkah terlebih dahulu mendahului Rena dan membukakan pintu mobil untuk adik iparnya sementara itu,sementara tanpa sepengetahuan Langit,Rena menyunggingkan bibirnya dibalik punggungnya.
Sepanjang perjalanan tak ada lagi pembicaraan diantara keduanya.Baik Rena ataupun Langit terlarut dalam fikirannya masing-masing.
Sementara Rani saat ini tengah mondar mandir didepan rumahnya menunggu kepulangan suami dan adikknya dengan gelisah dan rasa cemas.
Berkali-kali Rani melihat jam didinding dan menatap jalanan didepan rumahnya,namun belum tanda-tanda kepulangan adik dan suaminya.
Sudah lebih dari dua jam suami dan adiknya tak kunjung pulang padahal jarak tempuh dari rumah kerumah sakit tidak terlalu jauh.
Semua sudah diperhitungkan oleh Rani,Rani justru merasa hawatir jika terjadi sesuatu pada kandungan adiknya.
" Allhmdulillah akhirnya mereka sampai juga." Cicit Rani kala melihat sorot mobil yang masuk kepekarangan rumahnya.Dan benar saja,deru kendaraan terdengar semakin mendekat yang menandakan mobil itu benar-benar mobil suaminya.
" Sayang belum tidur? Tanya Langit begitu turun melihat istrinya diteras dengan raut wajah cemas.
" Aku hawatir mas,kalian kenapa lama sekali si.Kamu baik-baik saja kan ren, bagaimana keadaan keponakan Kaka? Dia sehat kan,kamu juga sehat kan,tidak ada yang perlu dihawatirkan kan,lalu apa kata dokter Hem? Pasti kamu kecapean ya,kamu stres banyak fikiran pasti?" Rani memberondong Rena dengan banyak pertanyaan.
" Sayang kalau tanya satu-satu dong,kan Rena bingung jawabnya." Ujar Langit dengan terkekeh.
Sementara yang ditanya justru diam membisu,sorot matanya tak bisa lepas dari Kaka iparnya.Hangatnya pelukan Langit masih terasa meskipun sudah berlalu beberapa waktu.
" Heii ko diem Hem!"
Rani mengguncang bahu Rena yang tampak diam seperti patung.
" Kita masuk dulu ya ka,aku cape." Cicit Rena kemudian berlalu begitu saja.
Entah mengapa setelah kejadian itu Rena merasa tidak senang saat melihat Rani
" Betul kata Rena sayang,kita masuk dulu.Lagipula ini sudah malam,gak baik kan udara malam buat ibu hamil.Buat kamu juga,ayo Ren kita masuk." Ucap Langit dengan sedikit mendorong bahu Rena untuk masuk kedalam rumah.
Rani diam terpaku melihat perubahan sikap suaminya yang mendadak terasa begitu lebih hangat dan juga memperhatikan Rena.
" Mas kamu.."
Tanya Rani yang tak tau harus bersikap senang atau sedih melihat suaminya mendadak lebih hangat pada adiknya.Padahal selama ini sikapnya biasa-biasa saja.
Melihat gelagat Rani, langit menghela nafas panjang.
" Maaf sayang maksud aku itu kan baik,Rena kan sedang tidak sehat.Kalau dia terlalu lama diluar nanti dia sakit kita juga yang repot.Mana aku laki-laki sendirian disini.Sudah pasti dia akan membuatku repot juga." Kilah Langit.
Greeep
" Terimakasih mas,justru aku bahagia kamu mau memperhatikan adik aku mas." Ucap Rani,namun tidak dengan hatinya yang entah mengapa merasa sedikit tidak nyaman.
" Maafkan mas Ran,entah mengapa mas ingin menutupi semuanya dari kamu." Batin Langit.
Tanpa mereka tau Rena menatap tak suka melihat Rani memeluk Langit dengan erat didepan matanya.
Ada rasa cemburu dan merasa tidak ingin melihat semua itu ,padahal sah-sah saja jika Rani berpelukan dengan Langit karena mereka itu suami istri.
" Ka ceritanya besok aja ya aku mau langsung istirahat." Celetuk Rena,wajah Rena tampak murung dan dia berjalan begitu saja melewati Rena dan Langit.
" Rena Kaka,"
Rani menggantung ucapannya karena Rena buru-buru menutup pintu kamarnya tanpa menunggu Rani menyelesaikan ucapannya.
" Yah mas,ko dia langsung masuk sih padahal aku penasaran loh sama hasil pemeriksaan dia." Keluh Rani.
"Sudahlah sayang,dia benar-benar lelah pasti.Tadi aja sepanjang jalan dia diam,udah besok juga dia pasti cerita sama kita." Ujar Langit menenangkan Rani.
" Hem ya sudahlah." Pungkas Rani,namun entah mengapa perasaan Rani mulai gelisah.Bukan karena Rena tak mau menjawab pertanyaannya dan menceritakan bagaimana hasil pemeriksaan namun entah mengapa dia merasa ada yang sengaja ditutup-tutupi dari dirinya.
" Mungkin ini hanya perasaanku saja." Pungkasnya yang hanya bisa ia ucapkan dalam hati.
Rani dan Langit lantas masuk kedalam kamar dan mereka langsung istirahat.Rani memilih membelakangi suaminya dan Langit juga cuek.Tak seprti biasanya saat Rani membelakanginya,namun kali ini Rani tak ambil pusing lantaran Rani berfikir jika suaminya memang tengah kelelahan.
Mentari pagi sudah bersinar menerangi semua lapisan bumi dengan kehangatannya.
Rani yang terbiasa bangun pagi sudah siap dengan masakan sederhananya untuk menu sarapan adik dan suaminya.
Hoek Hoek
Terdengar suara Rena yang tengah memutahkan isi perutnya hingga suaranya terdengar sampai keluar.
Rani merasa panik karna dia memang tak tau bagaimana dan apa saja yang dirasakan oleh wanita yang tengah hamil.
Tok tok tok
" Ren kamu baik-baik saja?" Teriak Rani dari depan pintu kamar Rena.
Hoek hoeek
Tak ada sahutan dari dalam sana,karena pintunya tidak dikunci Rani menerobos masuk kedalam kamar adiknya.
" Rena kamu kenapa?" Tanya Rani hawatir.
" Gak papa ka,orang hamil muda memang begini ka,Kaka si gak pernah hamil jadi gak paham beginian." Celetuk Rena.
Deg
Degup jantung Rani sekarang berhenti berdetak.
Rani tak pernah menyangka jika Rena akan mengatakan hal seperti itu padanya.
" Ren,jaga ucapan kamu jangan pernah sekalipun katakan itu didepan mas Langit.Kaka gak mau bikin dia sedih,Kaka gak hamil karena dia.Jadi jangan sesekali kamu mengatakan hal itu lagi didepan mas Langit.
Rani lantas keluar setelah mengatakan hal itu.
Hatinya merasa kecewa atas apa yang diucapkan oleh Rena.
" Bisa-bisanya Rena ngmong begitu sama aku.Apa dia tidak faham dengan apa yang aku alami, bagaimana kalau mas Langit denger, dia pasti bakal sedih.Untung masa Langit gak denger." Gumam Rani.
" Apa yang untung mas gak denger Ran?" Seru Langit yang entah sejak kapan dan apa saja yang sudah ia dengar dari apa yang Rani katakan.
" Loh mas,kamu udah rapih aja si.Ayo sarapan mas ,sarapannya udah mateng loh udah siap." Kilah Rani mengalihkan pembicaraan.
" Jawab dulu apa yang kamu gak mau mas dengar?" Cecar Langit.
" Em anu mas itu tadi Rena,em Rena anu,"
" Rena kenapa?"
" Rena muntah mas,kan untung kamu gak dengar takutnya kamu jadi gak selera makan denger dia muntah.Cuma itu mas bukan apa-apa." Dusta Rani berharap suaminya tidak bertanya lebih lagi tentang apa yang ia dengar.
" Ran! Kamu itu kenapa si,orang hamil ya wajar mutah-mutah.Kamu jangan ngmong gitu dong,mas gak enak sama Rena.Coba dia dengar tar dia jadi gak kerasan tinggal disini.Mas gak masalah ko,mas maklum dia itu lagi hamil muda." Ujar Langit dengan nada bicara sedikit tinggi dan kasar.
Wajahnya menunjukkan ketidak sukaannya terhadap apa yang Rani katakan.
" Mas kamu ko jadi marah si,mana aku tau kamu begitu mas.Dulu aja kamu dengar tetangga muntah pagi-pagi kamu langsung gak enak makan,kamu bilang jadi gak selera lah ini lah.Lagipula siapa sih yang gak ngertiin keadaan dia!"Sungut Rani.
Rani yang merasa tersinggung akan kata-kata suaminya lantas pergi begitu saja meninggalkan suaminya dan masuk ke dalam kamar.
Entah sejak kapan langit jadi lebih perasa padahal biasanya Langit selalu bijak saat menyikapi Rani.
"Pagi mas!" Sapa Rena yang tiba-tiba muncul di depan Langit.
" Pagi Ren,kamu baik-baik saja? Tadi Kaka kamu bilang kamu muntah,kalau tidak enak badan kamu istirahat aja biar Kaka kamu yang bawain makanan kamu kekamar." Ujar Langit.
" Aku baik ko mas gapapa cuman muntah aja ko,aku masih bisa keluar kalau hanya untuk makan.Mas mau sarapan,aku ambilin ya mas!" Tawar Rena.
" Gak usah Ren mas bisa sendiri ko!" Tolak Langit.
" Gapapa mas,lagian ka Rani mana sih.Suaminya mau sarapan ko ditinggalin sendiri." Cicit Rena.
" Ehem!"
.......
Bersambung.....
kalau ada waktu luang mampir ya di novel aku juga.
"aku dan teman kamarku."