Ketika hidupnya terguncang oleh krisis keuangan dan beban tanggung jawab yang semakin menekan, Arya Saputra, seorang mahasiswa semester akhir, memutuskan memasuki dunia virtual Etheria Realms dengan satu tujuan: menghasilkan uang.
Namun, dunia Etheria Realms bukan sekadar game biasa. Di dalamnya, Arya menghadapi medan pertempuran yang mematikan, sekutu misterius, dan konflik yang mengancam kehidupan virtualnya—serta reputasi dunia nyata yang ia pertaruhkan. Menjadi seorang Alchemist, Arya menemukan cara baru bertarung dengan kombinasi berbagai potion, senjata dan sekutu, yang memberinya keunggulan taktis di medan laga.
Di tengah pencarian harta dan perjuangan bertahan hidup, Arya menemukan bahwa Main Quest dari game ini telah membawanya ke sisi lain dari game ini, mengubah tujuan serta motivasi Arya tuk bermain game.
Saksikan perjuangan Arya, tempat persahabatan, pengkhianatan, dan rahasia kuno yang perlahan terungkap dalam dunia virtual penuh tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miruのだ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Frost Wyvern
Ferran terus berjalan santai menelusuri lorong gua itu, kegelapan gua bukanlah halangan baginya yang memiliki Elysian's Visions. Pemuda itu terus berjalan menyusuri gua itu selama sepuluh menit lebih, membuat bahkan Ferran yang penyabar sekalipun sedikit gelisah.
Setelah berjalan selama lima menit lainnya, Ferran akhirnya melihat ujung lorong gua itu. Yang dimana berujung pada sebuah ruangan gua yang jauh lebih besar, Ferran segera mengedarkan pandangannya kesegala arah.
Hingga akhirnya pandangannya jatuh ke satu makhluk, yang berada cukup jauh dari Ferran.
[Frost Wyvern Lv. 120
(Wyvern) (Super Rare) (Mini Boss)
Fisik: A
Magis: E
Seekor Wyvern yang beradaptasi dengan suhu ekstrim pegunungan, membuatnya berevolusi dan menjadi Frost Wyvern.]
[Skill;
[Frost Spine], [Frost Spine - Outburst], [Tail Swing], [Frost Adapt], [Enhanced Scale]]
Ferran mundur secara perlahan, melihat status monster yang ditunjukkan oleh Elysian's Visions miliknya. Dia segera berbalik dan mencoba untuk tetap tenang, namun pandangan matanya segera terpaku pada objek dikejauhan, yang tidak berada jauh dari Frost Wyvern.
Ferran berhenti sejenak, pemuda itu menunduk dan menyipitkan matanya, agar dapat melihat lebih jauh memakai skillnya.
"Hah... Kau pasti bercanda!..." Benda yang membuat Ferran bereaksi demikian, tidak lain adalah sebuah peti harta yang berada didekat sebuah meja tulis penuh buku, tidak jauh dari lokasi Frost Wyvern.
Ferran hanya bisa berdecak kesal, sebelum berjalan kembali menuju mulut gua.
----->><<-----
"Tidak kusangka benar-benar masih ada Wyvern disini!..." Kira menyipitkan matanya melihat Frost Wyvern dikejauhan, sedang disisi lain Inestezia hanya bisa bergidik ngeri melihat reptil raksasa tersebut.
"Bagaimana menurutmu?" Tanya Ferran pelan, mencoba tuk tidak membangunkan Wyvern tersebut.
"Yah... Harta Karun didekatnya sih memang terlihat menggiurkan, bagaimana menurut kakak sendiri, berapa kemungkinan kita tuk menang?" Kira menoleh kembali pada kakaknya, yang tengah memegangi dagunya terlihat berpikir keras.
"Tidak lebih dari lima persen... Paling tidak kita masih punya kesempatan menang!... Mau mencobanya?" Ferran bertanya dengan santainya, seolah lima persen adalah angka yang besar.
"Apa kalian sudah gila, itu adalah Frost Wyvern berlevel 120 lho!!" Ines terlihat sangat panik mendengar percakapan antara adik kakak tersebut. Bagaimana tidak, jika keduanya mati, bukankah dia akan ditinggal disini sendirian.
"Hihi... Yah... Lagipula ini hanyalah sebuah game, akan sangat jarang untuk kita mendapatkan kesempatan pertarungan seperti ini, mari bertaruh pada lima persen itu!" Kira membalas dengan senyum penuh percaya diri.
"Dari mana datangnya kepercayaan dirimu itu Oi!!" Ines semakin panik, melihat Kira yang malah dengan penuh percaya dirinya, berniat melawan Frost Wyvern.
Ferran hanya tersenyum tipis melihat hal itu, "... Sifatmu malah mengingatkanku pada masa lalu..."
"Heh... Kenangan yang mana itu...? Jangan bilang kenangan memalukan!"
"Oi... Kalian sama sekali tidak mendengarkanku kah?!" Ines terlihat hanya bisa pasrah ketika melihat tekad kedua orang didepannya yang telah bulat.
"Tetaplah disini jika tidak ingin mati, jikalau kamu mati sekalipun, kami akan menjemputmu dua hari lagi!..." Kira tersenyum nakal melirik kearah Ines, sebelum melompat turun menuju ruangan goa yang dihuni oleh Frost Wyvern itu.
Disisi lain, Ines hanya bisa menggigiti kuku-kuku jarinya, melihat Ferran dan Kira yang berjalan santai mendekati Frost Wyvern. Dan merasa bahwa, mengekor pada keduanya seperti sebuah pilihan buruk.
Ferran mengambil beberapa potion peledak dan menaruhnya pada loop di tasnya, tak lupa dia juga menyelipkan Pill reaktor disana. Disaat yang sama, Kira juga mengganti busurnya menjadi busur panjang, mengingat ukuran lawan mereka kali ini.
Kira berhenti cukup jauh dari Wyvern tersebut, sedang terus berjalan hingga akhirnya berhenti tepat dihadapannya Frost Wyvern.
Beberapa saat kemudian mata Frost Wyvern itu terbuka, karena merasakan keberadaan Ferran dan Kira.
Bola mata yang hampir menyamai ukuran tubuh manusia dewasa itu melirik kearah Ferran, reptil raksasa itu akhirnya bangun dari tidur panjangnya.
Frost Wyvern itu menegakkan tubuhnya, menggeram dan meraung pada Ferran dan Kira.
Ferran mengangkat kedua senjata di tangannya, sedangkan Kira menarik busurnya dan bersiap menembak kapan saja.
Tanpa basa-basi lebih jauh Frost Wyvern itu segera mengangkat tangannya, kuku-kukunya yang ditutupi kristal es terbuka lebar, bersiap mencabik-cabik makhluk kecil yang mengganggu tidurnya itu.
Disisi lain Ferran telah mulai bergerak kesamping, untuk menghindari serangan dari cakar tajam sang Frost Wyvern. Dia melemparkan beberapa potion berwarna hijau, yang segera meledak bertepatan dengan cakar Frost Wyvern menghantam tanah.
Kepulan debu tanah serta kabut hijau berterbangan kesegala arah, Ferran muncul dari kepulan asap dengan senjata yang diselimuti api berwarna hijau.
KLANG!
"Eh?..." Ferran sadar sejak awal, bahwa mustahil bagi senjata mereka tuk menembus sisik keras dari Frost Wyvern. Namun dia tidak menyangka bahwa sisik reptil ini, jauh lebih keras dari yang ia kira.
Seingat Ferran pedangnya masih memiliki durability yang cukup banyak, namun satu serangan saja ke sisik Frost Wyvern berhasil menghancurkan pedangnya, membuat Ferran berpikir ulang tentang betapa kerasnya sisik reptil ini.
Baru saja pedang Ferran menghantam sisik sang Frost Wyvern, bilah pedang itu segera patah menjadi dua. Hal tersebut sempat mengejutkan Ferran sejenak, namun dia segera tersadar dan mundur kebelakang.
Bertepatan dengan serangan lainnya dari Frost Wyvern, tidak berhenti disana. Sayap Frost Wyvern itu terbentang seperti jubah raksasa, menyatu dengan tulang lengannya.
Membran tipis namun kuat menghubungkan tulang jari-jari panjang, menyapu angin dengan setiap kepakan yang menghentak. Pada ujungnya, cakar melengkung mencuat seperti senjata, dihiasi oleh duri-duri beku selayaknya kristal es.
Frost Wyvern itu melayang kebelakang dengan cepat, sekaligus menembakkan duri-duri beku di ujung sayapnya kearah Ferran.
Ferran berdecak kesal melihat hal itu, dan mulai kembali berlari menghindari setiap duri beku, yang ukurannya bahkan melebihi sebuah tombak.
Baru selesai hujan duri beku yang menyerang Ferran, Frost Wyvern yang baru saja mendarat di tanah berputar mengayunkan ekornya, menembakkan duri beku lainnya pada Ferran.
Setiap duri beku itu memiliki kecepatan lesatan yang sangat tinggi, jika saja Ferran tidak menitik beratkan statusnya pada Agility, mungkin dia akan mengalami kesulitan dalam menghindari mereka.
Belum lagi setiap duri es juga akan meledak dan menciptakan kristal es, dalam radius satu meter disekitarnya.
Selepas menghindari semua duri beku itu, Ferran segera berhenti dan mengganti senjatanya. Beruntungnya Ferran masih menyimpan senjata drop dari Undead Asnold, yang pernah ia dan Shira kalahkan sebelumnya.
"Uh... Berat..." Ferran mengangkat Clymore itu dengan kedua tangannya, namun tetap masih merasakan beban yang cukup berat.
Senjata Ferran sebelumnya dibuat dengan memakai logam yang cukup ringan, belum lagi desain bilah pedangnya yang cukup tipis, membuatnya bisa dengan mudah Ferran ayunkan hanya memakai satu tangan saja.
Sangat berbanding terbalik dengan Clymore ditangannya saat ini, yang memang didesain untuk digunakan dengan dua tangan.
Frost Wyvern kembali mengepakkan sayapnya dan melayang di udara sejenak, sebelum menerjang kearah Ferran dengan kaki yang siap mencengkram pemuda itu.
Ferran yang melihat hal itu hanya bisa berdecak kesal sebelum berguling menghindari serangan Frost Wyvern. Namun, tekanan udara yang luar biasa dari kepakan sayap makhluk raksasa itu menghempaskan debu dan serpihan batu, memukul tubuh Ferran dan mengganggu keseimbangannya.
Cakar beku Frost Wyvern menghantam lantai gua dengan kekuatan mengerikan, memercikkan bunga api yang menyala terang. Suara derit tajam menggema di ruangan sempit itu, membuat telinga dari mereka yang mendengarnya berdenging.
Meskipun dia berhasil menghindar, hembusan kuat dari tekanan udara sebelumnya melemparkan tubuhnya ke samping. Tubuhnya menghantam lantai keras, menyebabkan sedikit rasa nyeri menjalar di punggungnya. Walaupun dia selamat dari serangan langsung, dampaknya tetap terasa, membuatnya terengah dan sedikit kesulitan bangkit.
Frost Wyvern berhenti cukup jauh dari lokasi Ferran, setelah momentum terbangnya berhenti akibat gesekan cakarnya dengan lantai gua.
Reptil raksasa itu berbalik dan menghadap kembali kearah Ferran, baru hendak dia bergerak kembali. Sebuah panah melesat sangat cepat mengenai bola mata Frost Wyvern, membuatnya memekik dengan nada yang mengguncang udara.
Darah gelap serta cairan bening kental mengalir dari mata kanannya, membuatnya segera memalingkan wajahnya dan melindungi kepala dengan sayapnya, menghindari serangan susulan.
Disisi lain Ferran yang telah mulai berlari mendekati Frost Wyvern, semenjak mendapatkan kembali keseimbangannya. Kini telah berada beberapa langkah saja dari reptil tersebut, pedang baru Ferran memang sedikit mengurangi kecepatan geraknya.
Namun sepertinya hal itu tidak terlalu menggangu Ferran, nyatanya pemuda itu masih mampu melompat cukup tinggi walau dibebani oleh senjata yang lebih berat.
Lompatan Ferran cukup tinggi untuk mencapai ujung membran sayap dari Frost Wyvern, dan tanpa basa-basi lebih jauh. Ferran segera menyalakan Venom Ember pada pedangnya, dan mengikuti aliran gravitasi.
Pemuda itu mengayunkan pedangnya pada membran sayap Frost Wyvern, menembusnya sekaligus segera merobeknya akibat Ferran yang tertarik turun oleh gravitasi bumi.
Akibatnya Frost Wyvern meraung lebih keras dari sebelumnya, dan segera membentangkan sayapnya untuk menyingkirkan Ferran. Namun yang dilakukan pemuda itu hanyalah mencabut senjata lainnya.
Ferran mengambil belati yang terselip di sabuknya, dan menyasar bagian lain dari sayap Frost Wyvern. Meski belati itu sedikit kesulitan tuk menembus membran sayap, seperti pedang sebelumnya.
Setidaknya Ferran berhasil menancapkannya, tepat sebelum dia terpelanting oleh gerakan tak beraturan sang Frost Wyvern.
Wyvern itu mengayunkan lengan sayapnya berkali-kali untuk menyingkirkan Ferran, namun tindakannya hanya memperparah luka robekan yang ditimbulkan oleh Ferran pada sayapnya.
Disisi lain Ferran yang masih menempel pada sayap Frost Wyvern, hanya bisa bertahan sekuat tenaga. Berharap pedangnya bisa segera merobek sayap reptil itu, namun nyatanya membran sayap dari Frost Wyvern jauh lebih tebal dari yang ia kira.
Pergulatan antara Ferran, dan Frost Wyvern yang hendak menyingkirkan pemuda itu dari sayapnya, terjadi selama semenit lebih. Bahkan Kira yang sedari tadi telah siap menembakkan panahnya, sampai kebingungan akibat Frost Wyvern yang terlalu banyak bergerak.
Hingga pada akhirnya saat Frost Wyvern melakukan tindakan yang tidak tertebak oleh Kira, bahkan Ferran sekalipun.
Saat Ferran sudah berada di ujung membran sayap Frost Wyvern, reptil raksasa itu tiba-tiba membuka mulutnya lebar-lebar. Dan menggigit sayapnya sendiri, tepat dimana Ferran menancapkan pedangnya.
Frost Wyvern itu merobek sayapnya, dan menelannya bersamaan dengan Ferran didalamnya.
Kira serta Ines yang melihat itu dari kejauhan, melotot tak percaya dengan apa yang barusan mereka lihat.