DIBUANG ANAKNYA, DIKEJAR-KEJAR AYAHNYA?
Bella tak menyangka akan dikhianati kekasihnya yaitu Gabriel Costa tapi justru Louis Costa, ayah dari Gabriel yang seorang mafia malah menyukai Bella.
Apakah Bella bisa keluar dari gairah Louis yang jauh lebih tua darinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Di sebuah ruangan dengan pencahayaan temaram, Alex duduk di kursi tinggi, menghadap layar besar yang menampilkan foto Bella. Wajahnya serius, matanya tajam menatap setiap detail yang ditampilkan. Di sekelilingnya, beberapa orang berpakaian serba hitam duduk dengan ekspresi tegang.
"Bella sekarang jadi istri Louis," ucap Alex.
"Louis itu bukan orang biasa. Kamu tahu berapa banyak pengawalnya?"
"Ya, ratusan. Tapi bukan itu masalahnya. Kita harus memastikan tidak ada yang tahu bahwa kita melakukannya. Rencana ini harus bersih," ucap Alex.
Sasha, wanita berambut pendek dengan senyum sinis di sudut bibirnya, menyahut.
"Bersih? Kamu sadar, kan, kalau kita bicara soal menembus sistem keamanan Louis? Pria itu bahkan punya kamera pengintai di setiap sudut rumahnya."
"Itulah mengapa aku butuh kalian berpikir di luar kebiasaan kali ini," ucap Allex.
"Bagaimana kalau kita mulai dengan mencuri perhatian pengawalnya? Setidaknya cukup buat mereka bingung."
"Bukan ide buruk," kata Alex. "Tapi itu tidak cukup."
"Mungkin kita bisa pura-pura menjadi kurir yang membawa barang penting. Pasti ada celah di tempat itu, bukan?"
Alex tersenyum tipis. "Kurir, ya? Bagus, tapi kurir ini harus punya akses tanpa kecurigaan sama sekali."
Rico, seorang pria bertubuh ramping dan lincah, yang dikenal sebagai ahli penyusup, menyahut. "Kalau begitu, aku bisa jadi kurirnya. Aku cukup berpengalaman menyamar."
"Masalahnya bukan itu, Rico. Louis tahu setiap orang yang masuk ke rumahnya, bahkan kurir," ucap Alex.
Erik mendecakkan lidah, menggaruk dagunya. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita manfaatkan orang terdekat Bella? Adiknya mungkin?"
"Bella anak tunggal dan dia tidak punya adik maupun kakak,"kata Alex.
"Kalau begitu, kita harus buat mereka kacau. Lakukan serangan palsu di satu tempat, lalu menyusup di tempat lain. Pengalihan sempurna."
Alex tersenyum tipis, akhirnya mendapati ide yang pas. "Itu mungkin berhasil. Kita bisa buat situasi mendesak di dekatnya. Semakin besar gangguannya, semakin mudah bagi kita untuk menyelinap masuk."
"Dan Bella?" tanya Rico, sedikit ragu.
Alex menatap foto Bella di layar. "Saat mereka sibuk, kita ambil Bella dengan cepat. Sekali tangkap, segera keluar."
"Siap. Aku akan urus detail serangan pengalihannya. Pastikan semua sudah siap sebelum kita bergerak."
Alex memandang satu per satu anggota timnya. "Rencana ini harus berjalan sempurna. Louis tidak boleh curiga sama sekali."
Di sisi lain.
Bella baru saja menjejakkan kakinya di kamar setelah tiga hari berbaring di rumah sakit. Louis menuntunnya dan mendudukkannya di tepi tempat tidur.
"Kamu harus banyak istirahat," ujar Louis sambil menarik selimut dan menyelimutkan ke pundak Bella.
"Terima kasih sudah menjagaku."
Pintu kamar terbuka tiba-tiba, mengalihkan perhatian mereka. Gabriel masuk dengan langkah santai, tapi matanya penuh ejekan.
"Lihat siapa yang sudah kembali. Bella, sakitmu itu beneran atau cuma cara licik untuk menarik perhatian Papa?"
"Aku benar-benar sakit, Gabriel," jawab Bella.
Louis menatap Gabriel tajam. "Aku minta kamu keluar dari sini sekarang."
"Papa benar-benar percaya padanya? Aku hanya penasaran, seberapa lama pernikahan ini bisa bertahan. Karena aku yakin, Papa lebih tahu dari siapa pun Bella bukan tipe yang bisa dipercaya."
Bella terkejut mendengar ucapannya, namun tetap menahan diri untuk tidak membalas. Sementara Louis berdiri dan menatap Gabriel dengan tatapan tegas.
"Keluar, Gabriel. Bella butuh istirahat, dan kamu hanya membuatnya tidak nyaman."
Gabriel tertawa kecil, lalu akhirnya berbalik. "Oke, aku pergi. Tapi aku akan menunggu, Papa. Menunggu dan melihat hancurnya 'cinta' kalian ini."
Setelah Gabriel keluar, suasana kamar terasa lebih berat. Bella menatap Louis, matanya penuh kebingungan.
"Anakmu masih membenciku," kata Bella pelan.
"Gabriel sulit menerima perubahan. Aku akan bicara dengannya. Kamu tidak perlu khawatir."
"Terima kasih, Louis."
"Baiklah, aku harus ke ruanganku," kata Louis.
Bella mengangguk dan Louis mengecup keningnya kemudian berjalan meninggalkan kamar itu.Louis baru sajamenutup pintu kamar Bella ketika ponselnya bergetar pelan di saku. Dia meraihnya dan melihat pesan dari Alister, asistennya yang selalu setia.
"Tuan Louis, ada beberapa orang yang mencurigakan mengamati rumah selama beberapa hari terakhir. Sepertinya mereka bukan sembarang orang. Perlu saya selidiki lebih lanjut?"
Louis menghela napas, matanya menyipit penuh curiga. Dia mengetik balasan.
"Segera cari tahu siapa mereka. Fokus pada kemungkinan apakah ini ada kaitannya dengan Giselle atau Alex."
Beberapa saat kemudian, ponselnya kembali bergetar.
"Baik, Tuan. Saya akan mencari informasi secepat mungkin."
Louis memasukkan ponselnya ke saku, memikirkan kemungkinan yang sedang menunggunya di luar sana. Dia berjalan ke ruang kerjanya, mengambil napas dalam, dan menatap kosong ke luar jendela, memikirkan dua nama yang membuat darahnya mendidih yaitu Giselle, mantan istrinya yang tak pernah benar-benar menghilang dari kehidupannya, dan Alex, pria yang selalu menjadi musuhnya.
Tak lama kemudian, pintu diketuk pelan, dan Alister muncul di ambang pintu.
"Tuan, saya sudah meminta beberapa orang untuk menyelidiki lebih dalam. Sumber awal kami mengindikasikan bahwa kelompok itu sangat terlatih," kata Alister.
"Dari gerak-gerik mereka, siapa yang kau pikir lebih mungkin menjadi dalangnya? Giselle atau Alex?"
"Sejujurnya, saya belum bisa memastikan, tetapi jika melihat pola pengintaian yang begitu rapi dan terstruktur, saya menduga besar ini pekerjaan Alex."
Louis mengerutkan kening. "Giselle mungkin licik, tapi Alex pria itu berbahaya. Dia tidak main-main dalam mengawasi setiap langkahku."
"Saya akan terus mengawasi pergerakan mereka dan mencoba menemukan petunjuk lebih lanjut. Anda mau tindakan tambahan?"
"Pastikan keamanan Bella ditingkatkan. Tak satu pun dari mereka boleh mendekatinya. Aku ingin tahu setiap detail pergerakan orang-orang itu dan jika kamu mendapati satu pun dari mereka bergerak mencurigakan maka segera laporkan."
"Siap, Tuan. Saya akan pastikan Nyonya Bella aman," jawab Alister.
***
Pagi itu, Bella terbangun lebih awal dari biasanya. Begitu membuka mata, rasa mual segera menyerangnya. Dia buru-buru bangkit dan berlari menuju kamar mandi, menutup pintu dengan cepat dan langsung muntah di wastafel.
Tak lama kemudian, Louis muncul di pintu kamar mandi. Dia mendekati Bella, menepuk punggungnya pelan sambil menunggu sampai mualnya mereda.
"Bella, kamu baik-baik saja?" tanya Louis.
"Aku baik-baik saja. Ini cuma efek sakitku kemarin," jawab Bella.
"Aku khawatir kesehatanmu makin menurun. Aku bisa panggilkan dokter kalau kamu mau."
Bella tersenyum kecil, mencoba menenangkan Louis. "Aku sudah lebih baik. Kamu sudah cukup banyak mengorbankan waktumu untuk menemaniku. Aku benar-benar baik-baik saja."
"Tapi aku tidak bisa begitu saja meninggalkanmu dalam kondisi seperti ini."
Bella mengangkat tangannya, meraih tangan Louis dan menggenggamnya erat.
"Kamu sudah tiga hari berada di rumah sakit bersamaku dan meninggalkan semua pekerjaan. Aku tidak mau jadi beban buatmu. Pergilah, aku bisa menjaga diriku sendiri."
"Kamu bukan beban. Kamu adalah prioritas utamaku," kata Louis.
"Aku tahu, dan aku sangat menghargai itu. Aku ingin kamu fokus pada pekerjaanmu. Aku akan baik-baik saja, percayalah."
Louis terdiam sesaat, tampak bergulat dengan keputusannya. Setelah beberapa saat, dia menghela napas panjang.
"Baiklah, tapi kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku, oke? Janji?"
Bella mengangguk. "Janji."
Louis menarik napas, lalu mengecup kening Bella dengan lembut sebelum beranjak.
"Aku akan memastikan Alister dan pengawal menjaga rumah dan jangan terlalu memaksakan diri. Kalau kamu merasa tidak enak badan lagi, segera istirahat, oke?"
"Ya, aku akan lakukan itu," jawab Bella dengan perut yang masih sangat mual.