[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 | Bangku Zeeya
Dear, diary …
Surat yang berdatangan dalam beberapa hari ini membuatku berpikir keras. Siapa yang mengirimnya? Kenapa aku disebut sebagai pembunuh?
Aku berhasil menemukan kejadian yang mungkin berhubungan dengan surat itu. Kejadian tiga tahun lalu yang mana aku tidak ingat sama sekali. Aku benar-benar tidak mengingatnya bukan karena sengaja ingin melupakannya.
Kepada siapa pun pengirim surat itu, aku ingin sekali meminta maaf. Meski tidak tahu apa kesalahanku, aku ingin menemuinya dan aku ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Apa hubunganku dengan kejadian itu?
^^^-Adila Zeeya Vierhalt-^^^
...****************...
Waktu berjalan dengan begitu cepat. Besok aku harus menjalankan yang namanya uji coba kompetisi matematika. Jadi hari ini aku datang ke sekolah hanya untuk bimbingan bersama dua anggota timku yang lain.
Aku berjalan menuju kelasku dengan perasaan was-was. Pikiran mengenai surat itu terus menghantuiku. Aku belum berhasil menangkap pelaku yang mengirimnya kemarin.
Saat aku membuka pintu ruang kelas, pandanganku langsung tertuju pada bangku milikku. Aku berjalan mendekat, melihat bangku yang terdapat banyak sekali goresan di atasnya. Mataku membelalak melihat goresan itu membentuk sebuah kata, PEMBUNUH yang terukir jelas di bangkuku.
“Akh!!!” kedua tanganku menutup mulut, kakiku lemas lalu aku berlutut ke lantai.
Air mataku jatuh sangat deras, aku tidak percaya dengan apa yang kulihat baru saja. Dengan masih memakai tas ranselku, aku berlari keluar kelas.
“Eh, Zeeya, lu mau ke mana?” tanpa sadar aku berpapasan dengan Hana di koridor.
Aku tidak peduli dengannya dan terus berlari melewatinya. Langkah kakiku membawaku sampai ke toilet.
Aku membasuh wajahku di wastafel, “hah ...” air keran membasahi wajahku.
“Sebenarnya ada apa sih ini!” aku melampiaskan kekesalan pada cermin di hadapanku, “ah ...! Kepalaku pusing ...”
Aku mengacak-acak rambutku dan melihat diriku sendiri di dalam cermin. Kututup mataku rapat-rapat lalu kubuka perlahan sambil menghembuskan napas panjang. Aku berusaha berpikir jernih tentang apa yang baru saja ada di atas bangkuku.
Brak!
Hana membanting pintu toilet mengagetkanku, “Zee! Di bangku lu ...”
“... aku tahu, Na! Aku tidak tahu siapa orang gila yang melakukan itu!”
Hana mendekatiku, “sebenarnya ada apa?”
Aku hanya terdiam mematung dengan mulut tertutup rapat. Aku harus bagaimana? Apakah aku bisa mempercayai Hana?
“Anu ... em ...” aku kebingungan.
“Bilang saja, Zee.”
“Hah ...” aku berpikir sejenak mulai dari mana aku harus cerita.
“... jadi sebenarnya beberapa hari ini aku menemukan sebuah surat di dalam lokerku. Aku tidak tahu siapa pengirimnya, tapi dia tahu namaku. Di situ tertulis bahwa aku telah membunuh seseorang dan yang ada di bangkuku sekarang ... hah ... aku tidak habis pikir.” Aku menepuk dahiku pasrah.
“Kenapa lu baru kasih tahu sekarang?”
“Awalnya itu hanya ku anggap bercanda, Na. Aku nggak tahu kalau akhirnya jadi kelewatan banget!”
“Sekarang begini ...” Hana ikut memikirkannya, “... lu langsung aja pergi bimbingan kayak biasa. Biar yang di kelas, gua sama Nisa yang urus. Sementara jangan balik dulu ke kelas.”
Hana meninggalkanku yang masih berkaca sendirian. Aku memberanikan diri untuk pergi ke kelas bimbingan Olimpiade di lantai dua.
Krek ...
Kubuka pintu kelas sambil berjalan masuk. Tampak seorang cowok yang sudah duduk di bangkunya. Dia sedang terhanyut dalam buku yang dibacanya.
Aku mendekat lalu duduk di bangku sampingnya, “Satya ...?”
Aku menyapanya pelan, dia tidak menggubrisku. Aku lantas membuka tas yang sedari tadi menempel di punggungku. Lalu mengambil buku di dalamnya dan mulai belajar.
“Eh, ada Zeeya ...” Satya sadar dengan kedatanganku, “... kamu baru datang?”
“Udah dari tadi. Kamu aja yang nggak sadar.”
“Oh ya? Maaf, aku nggak lihat tadi.” Satya kembali membaca bukunya.
Tatapanku menoleh ke arahnya, aku meletakkan pensil yang kupegang, “emang kamu biasanya berangkat sepagi ini, Sat?”
Kupikir hanya aku dan Hana yang selalu datang lebih pagi dari murid lainnya. Soalnya, aku baru pertama kali melihat murid lain datang ke sekolah di pagi buta seperti sekarang ini.
“Iya, sudah seminggu aku berangkat lebih pagi dari biasanya. Aku harus mengantar adikku yang masih SD ke sekolah. Kalau nggak berangkat pagi, aku takut bakal telat.”
Oh, jadi itu alasannya. Aku sempat saja menaruh rasa curiga pada Satya. Kami melanjutkan aktivitas masing-masing tanpa mengobrol lagi.
.........
“... hari ini Bapak cukupkan sampai di sini bimbingannya ... sekarang masih pukul 12 siang, tapi Bapak akan beri kalian kompensasi untuk pulang dan beristirahat di rumah.” Pak Kurnia menghapus papan tulis yang penuh dengan coretannya sendiri.
Aku dan yang lain masih tetap duduk tidak bergeming oleh ucapan beliau. Kami masih sibuk mencatat tulisan yang masih tersisa di papan tulis. Tampak Dela yang mengernyitkan dahinya begitu serius menulis.
Pak Kurnia berjalan mendekat ke depan bangkunya, “tidak perlu banyak dipikirkan. Besok hanya uji coba seperti simulasi. Babak seleksi akan dilakukan dua minggu ke depan.”
“Baik, Pak.” Dela langsung berhenti menulis.
“Kalian bertiga langsung pulang saja. Jangan keluyuran kemana-mana. Istirahat di rumah dan jaga kesehatan.” Pak Kurnia keluar ruang kelas.
Satya sudah membereskan barang-barangnya dan bersiap pulang. begitu pun dengan Dela. Sedangkan aku enggan sekali untuk meninggalkan ruang kelas ini.
“Kamu nggak pulang, Zee?” tanya Satya padaku.
“Nanti aja deh. Aku mau nunggu teman sekelasku,” jawabku.
“Ya udah ...” Satya pergi meninggalkanku, disusul dengan Dela di belakangnya.
Aku masih berpikir apa yang harus dilakukan setelah ini. Aku malas sekali untuk bergerak. Badanku rasanya lemas, tak ada tenaga.
Baru teringat olehku, jam segini di kelasku ada pelajaran seni budaya. Pasti teman-teman sekelasku sedang berada di ruang seni. Aku memutuskan untuk kembali ke kelasku, melihat keadaannya sekarang.
Setelah duduk terdiam sangat lama, aku memaksakan tubuhku untuk berdiri. Tak lupa membawa tas ransel yang melekat di punggungku, aku pergi ke ruang kelasku sendirian.
Benar sekali tebakanku, dari luar terlihat ruang kelasku yang sepi. Pintunya sedikit terbuka, tanpa berpikir panjang aku membukanya.
“Eh ...” aku berdiri mematung masih sambil memegang daun pintu.
Kulihat seseorang berdiri di depan loker yang berada di belakang ruang kelas. Dia menatap salah satu loker di depannya. Dari belakang, aku mengenal sosok itu.
“Satya!!!” aku berlari lalu mendorong badannya sangat keras.
Badannya terdorong ke loker dan berbalik menghadapku. Dengan sekuat tenaga, aku mencengkeram kerah bajunya, membuat kepalanya terhantam loker.
“Kamu apa di sini?!” mataku menatapnya tajam membuat cengkeraman pada kerah bajunya makin kuat.
Sedangkan tanganku yang lain mengepal di hadapan wajahnya, bersiap untuk meluncurkan pukulan.
Satya mengerang berusaha melepas cengkeraman, “argh ...! Zee ... lepasin, Zee ...”
Dia melepaskan tanganku dari kerah bajunya lalu menggenggam tanganku yang lain. Dengan sigap, Satya mengunci kedua tanganku.
“Satya!!!” aku berteriak padanya, “kamu habis ngapain?!”
“... kamu yang ngapain, Zee ... tiba-tiba datang mencekik leherku!” dia melepaskan kedua tanganku lalu merapikan dasinya yang longgar.
Satya menatap mataku, “hah ... aku mau nembak Nisa pakai surat ini ...”
Satya menunjukkan sebuah surat di tangannya padaku.
.........
- Hansel itu cowok apa cewek sih?😁
- Perkembangan ceritanya bakal rumit saat Zee satu tim dengan cowok idaman Nisa
- Tuduhan macam apa yang ada disurat itu?
- kenapa Ree dan Zee tidak pulang bersama?
Ceritanya bagus suka❤