"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Punya dua istri?
Banyak yang ingin dibicarakan oleh Pak Edwin dan ditanyakan kepada Indira, oleh sebab itu dia pun memenuhi ajakan Indira untuk pergi ke rumahnya saja. Pak Edwin, Dito, Hilman, Devan dan Indira pun kini sudah berada di rumah Indira yang sederhana di negeri singa itu. Rumah sederhana, minimalis, tapi cukup luas untuk bagian halamannya. Rumah itu juga hasil jadi payah Indira selama ini.
Indira pun mengajak Pak Edwin untuk berbicara berdua saja, karena dia merasa bahwa pembicaraan mereka tidak boleh didengar oleh Devan.
"Ini minumnya kek." Indira menyodorkan segelas teh hangat didalam cangkir kepada pak Edwin.
"Ternyata kamu masih tahu minuman kesukaan kakek," ucap Pak Edwin ketika dia menghirup aroma teh yang baru saja disajikan oleh Indira untuknya. Teh chamomile, kesukaan pak Edwin.
"Mana mungkin saya lupa Kek. Apalagi kakek suka meminta saya untuk membuatkannya," sahut Indira sambil tersenyum. Tentu saja, dia tidak pernah melupakan sosok pria tua yang sudah dianggapnya sebagai kakeknya sendiri.
"Kalau kamu tidak lupa. Lalu kenapa kamu menyembunyikan diri kamu selama ini dan cicit kakek? Kamu juga memalsukan kematian kamu," ucap pak Edwin yang membuat Indira menundukkan kepalanya.
"Sebenarnya saya tidak bermaksud untuk menyembunyikan diri Kek."
"Tidak bermaksud bagaimana? Bisa kamu jelasin sama kakek, apa yang sudah terjadi sama kamu selama hampir 5 tahun ini?" Pak Edwin menatap Indira yang tampak gelisah, takut, dan dari raut wajahnya dia dapat melihat ada yang disembunyikan olehnya.
"Kalau, saya menceritakan apa yang terjadi. Apa kakek akan percaya pada saya?" tanya Indira lagi seraya menatap wajah keriput pria tua itu.
"Tentu, kakek akan percaya pada sama kamu Indi. Kamu adalah cucu kakek," kata Pak Edwin dengan mantap.
Indira menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan hatinya untuk menceritakan kejadian 6 tahun yang lalu.
"Sebenarnya...6 tahun yang lalu..."
Wanita berhijab itu mulai menceritakan kejadian yang terjadi 6 tahun lalu, dari awal mula dia menghilang. Dia diculik, dimalam sepulang dari rumah sakit menjenguk pak Edwin. Disanalah Indira disekap oleh orang-orang yang tidak dikenal, dia tidak diberi makan selama beberapa hari. Tanpa terlewat dia juga menceritakan tentang seseorang yang merupakan bagian dari si penculik itu yang berbaik hati menolongnya. Dialah orang yang memalsukan kematian Indira, demi menyelamatkannya dari kedua temannya yang berniat untuk menyiapkannya.
Saat itu Indira sedang mengandung Devan. Dia beruntung karena Allah telah mengirimkan seseorang yang menjadi perantara untuk menolongnya, orang itu adalah Dikta, seorang dokter bedah yang banyak membantunya.
"Dihari pernikahan Mas Juno dan mbak Sheila, saya datang kesana Kek."
"Astaghfirullah...jadi kamu datang nak? Kenapa kamu nggak nemuin kakek nak?" ucap Pak Edwin yang merasakan perih, mendengar semua cerita Indira tentang 6 tahun lalu. Seakan dia ikut merasakan sakitnya.
"Bagaimana saya bisa menemui kakek dan yang lain dihari pernikahan mas Juno dengan Mbak Sheila? Saat itu, saya belum sekuat ini. Tak bisa saya pungkiri, bawa hati saya hancur saat itu."
Indira tersenyum getir, matanya menyiratkan kesedihan, namun dia masih bisa menutupi kesedihan itu dengan ketegarannya. Karena, sekarang tidak ada air mata yang memperlihatkan kelemahannya.
"Maafkan kakek nak, kakek sudah menanyakan hal yang bodoh. Seharusnya sakit tidak bertanya seperti ini dan malah membuka luka di hati kamu. Maafkan kakek ya," kata Pak Edwin lirih, pria merasa bersalah karena sudah menanyakan pertanyaan yang bodoh dan sudah jelas jawabannya. Mana mungkin Indira mau menunjukkan diri di hari pernikahan kedua suaminya.
"Tidak apa-apa Kek. Semua itu sudah berlalu, saya dan Devan baik-baik saja sekarang."
Hebatnya, wanita itu masih bisa tersenyum setelah menceritakan segalanya. Walaupun tidak ada yang tahu bagaimana isi hatinya. Dan sepertinya kata maaf saja tidak cukup untuk menggantikan semua penderitaan Indira selama ini. Namun, Pak Edwin dapat menarik kesimpulan dari cerita Indira, bahwa seseorang memang sengaja ingin membunuh Indira dan bayinya.
"Indira, kakek merasa kalau orang yang ingin mencelakai kamu waktu itu, adalah dia."
"Maksud kakek siapa?" tanya Indira bingung.
"Siapa lagi kalau bukan istri kedua Juno."
"Istri kedua Mas Juno? Mas Juno kan hanya punya satu istri, dan istrinya adalah mbak Sheila!" ucap Indira.
"Kamu salah Indira. Istri Juno ada dua, kamu istri sahnya dan wanita itu adalah istri keduanya," ucap Pak Edwin tegas.
Seketika Indira tercekat mendengar ucapan Pak Edwin yang tegas, dia merasa pria tua itu benar. Selama ini tidak ada perceraian, yang terjadi di antara dirinya dan Juno. Tidak ada yang mengesahkan itu secara hukum negara.
'Aku masih istri Mas Juno?'
****
penyesalan mu lagi otw juno