Ditindas dan dibully, itu tak berlaku untuk Cinderella satu ini. Namanya Lisa. Tinggal bersama ibu dan saudara tirinya, tak membuat Lisa menjadi lemah dan penakut. Berbanding terbalik dengan kisah hidup Cinderella di masa lalu, dia menjelma menjadi gadis bar-bar dan tak pernah takut melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh keluarga tirinya.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anim_Goh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sederhana, Tapi Berkesan
Sreettt
Sebuah mobil tiba-tiba berhenti di tepi jalan saat Lisa sedang menuju kediaman keluarga Bellin. Awalnya Lisa acuh dan tetap lanjut berjalan. Akan tetapi mobil tersebut malah bergerak pelan mengikutinya. Merasa tak nyaman, Lisa mengambil ancang-ancang untuk lari ketika mesin kendaraan tersebut dimatikan. Di saat yang bersamaan dia melihat sosok familiar yang sedang mendorong sepeda. Itu Tuan Lionel.
"Tuan Lionel, halo. Aku di sini!" teriak Lisa sekencang mungkin sambil mengangkat tangan ke atas. Dia kemudian melirik ke arah mobil yang pintunya tak kunjung terbuka.
(Itu pasti orang suruhan Tuan Richard. Untung saja Tuan Lionel muncul di waktu yang tepat. Kalau tidak, orang mengerikan ini pasti sudah menangkapku)
Wajah Lionel berbinar saat melihat keberadaan Lisa. Bosan menunggu, dia memutuskan untuk menjemput gadis pelayan tersebut. Tetapi karena tak bisa menaiki sepeda, dia hanya mendorongnya saja.
"Kenapa ada plester di kepala Lisa ya? Apa jangan-jangan dia dianiaya oleh keluarga tirinya karena kabur dari rumah?" gumam Lionel cemas. Segera dia mendorong sepedanya dan menghampiri Lisa. Begitu sampai, sepeda dia buang begitu saja kemudian menatap seksama pada luka yang ternyata ada beberapa. "Kau ... dianiaya?"
"Haisshh, sudah jangan pedulikan luka-luka ini. Lebih baik sekarang kita ke rumahmu saja. Aku sudah terlambat," ucap Lisa tak membiarkan Tuan Lionel menyadari keberadaan mobil mencurigakan itu. Tanpa canggung, dia menggaet tangannya kemudian mengomel. "Tuan, aku tahu uangmu banyak, tapi tidak begini juga cara menghabiskannya. Sepeda ini sangat mahal. Kenapa dibuang begitu saja?"
"Nanti aku bisa membelinya lagi,"
"Ck, bukan itu poin yang sedang ku bicarakan. Kau terlalu tidak menghargai barang. Tahu!"
"Aku khawatir." Jeda sesaat. Lionel meng*lum senyum saat merasakan genggaman Lisa di tangannya semakin menguat. "Kau pulang tanpa luka. Tiba-tiba kita bertemu dengan kondisi ada banyak luka baru. Wajar jika aku reflek membuang sepeda ini. Keselamatanmu jauh lebih penting, Lisa."
Kening Lisa mengerut mendengar kalimat ambigu yang diucapkan oleh Tuan Lionel. Ada apa dengan otak pria ini? Mengapa kata-katanya terkesan cabul sekali?
"Tuan, apa kau seorang p*dofil?"
"A-APA?"
"Kalimatmu menunjukkan rasa ketertarikan pada lawan jenis. Kau suka padaku ya?"
Glukk
Jakun Lionel bergerak naik turun dengan cepat setelah ditodong pertanyaan yang begitu frontal. Gila. Baru sekali ini dia tak berkutik oleh pertanyaan sederhana yang dilontarkan oleh gadis enam belas tahun. Dan apa yang dibilang Lisa barusan? P*dofil? Ya Tuhan, dia tidak semenjijikkan itu.
"Ayo pulang!"
Ajakan Lisa membuyarkan lamunan Lionel. Saat akan mengangguk, tiba-tiba dia merasa seperti sedang diawasi oleh seseorang. Penasaran, Lionel berniat mencari tahu. Akan tetapi ....
"Jangan melihat ke arah sana. Sudah ayo cepat ambil sepedanya dan kita pulang. Nanti aku akan menceritakannya di rumah," bisik Lisa sambil mencubit pinggang Tuan Lionel. Dia benar-benar tak mempedulikan status mereka yang adalah majikan dan pelayan.
Lisa bergegas membonceng Tuan Lionel dan mengayuhnya dengan cepat. Dia acuh saja saat tangan pria ini memeluk pinggangnya dengan erat.
"Tuan, apa kau punya uang?"
Pertanyaan terkonyol yang harusnya tidak Lisa tanyakan. Karena panik, dia sampai lupa sedang membonceng ATM berjalan.
"Kau butuh berapa milyar?"
"Milyar?"
"Ya. Aku punya uang yang sangat banyak. Kau butuh berapa, tinggal sebutkan nominalnya saja," jawab Lionel santai.
"Sedikit saja, Tuan. Kita butuh kaca spion untuk mengawasi apakah ada yang menguntit di belakang atau tidak. Dan aku rasa milyar terlalu banyak. Paling harga sepasang kaca spion hanya puluhan ribu."
"Kau bisa menggunakannya untuk berbelanja barang lain."
"Aku tidak butuh barang. Hanya butuh makan supaya tetap hidup."
"Kenapa seperti itu?"
"Karena aku bukan pengemis. Walau pun hidupku menyedihkan, tapi aku tidak suka dikasihani. Selama kaki dan tanganku masih bisa digunakan untuk bekerja, aku tidak akan berharap pada orang lain."
Jawaban yang sangat cerdas dan berbobot. Lionel lagi-lagi dibuat takjub oleh pemikiran gadis pelayan yang sedang memboncengnya. Angin sepoi-sepoi yang meniup wajahnya, menjadi saksi bagaimana seorang Lionel Bellin mulai terjerat cinta beda usia, juga beda kasta.
"Uh lama-lama kau berat juga ya, Tuan," keluh Lisa mulai ngos-ngosan mengayuh sepeda. Dia mulai terpikir untuk rajin olahraga agar ke depannya nanti bisa mempunyai tarikan napas yang lebih panjang.
"Maaf ya,"
"Maaf untuk apa?"
"Maaf karena sudah menambah beban pekerjaanmu." Lionel tersenyum getir. Ketidakberdayaannya membuat Lisa kepayahan. "Gara-gara trauma itu, kau jadi kelelahan karena harus memboncengku. Padahal seharusnya aku yang duduk di depan, bukan gadis lemah sepertimu."
"Hei, siapa bilang aku lemah?" Lisa tak terima.
"Aku. Bukankah kau baru saja mengeluh?"
"Iya, tapi tak benar-benar mengeluh."
"Maksudnya?"
"Peluk pinggangku erat-erat, Tuan. Akan ku tunjukkan kekuatan super power yang dimiliki Cinderella ini. Bersiaplah!"
Seperti orang gila, Lisa mengayuh sepeda sekencang mungkin. Merasa bebas, dia tertawa terbahak-bahak saat Tuan Lionel memintanya untuk memelankan laju sepeda. Iseng, dia menambah kecepatan yang mana membuat pria tersebut menjerit kemudian membenamkan wajah ke punggung.
"Eh eh eh ... aaaaaa!!"
Gubrak
Dua anak manusia tampak jatuh berguling-guling ke pinggir jalan yang agak menurun. Akibat terlalu kencang, Lisa gagal mengontrol laju sepeda. Alhasil, sepeda menjadi oleng yang mana membuat mereka terjatuh dan menggelinding ke bawah.
Dugg
"Aduhh!" pekik Lisa saat kepalanya menghantam akar pohon.
Lionel? Pria itu kaku di tempat. Bukan karena sakit, melainkan ada ular berbisa yang tengah menatapnya. Salah bergerak, bisa-bisa dia jadi almarhum.
"Diam di tempat, Lis. Ular ini sangat berbahaya," ucap Lionel berusaha tetap tenang meski jantungnya hampir copot. Sampai usianya tiga puluh enam tahun, baru sekali ini dia merasakan yang namanya jatuh dari sepeda dan disambut ular berbisa. Sangat menegangkan.
Bukannya mendengarkan peringatan dari Tuan Lionel, Lisa malah beringsut mencari balok untuk memukul ular tersebut. Memutar arah, dia mencari celah yang tepat sebelum memukul kepala ular tersebut dari belakang. Dan ... tidak kena. Lisa kemudian menyeringai melihat wajah Tuan Lionel memucat.
"Hehehe, maafkan aku, Tuan. Prediksiku tidak tepat."
(Hah? Dia masih bisa tertawa disaat genting begini? Ya Tuhan, tolong lindungi aku dari gigitan ular berbisa itu. Masih ada banyak hal yang ingin ku lakukan,)
Merasa terancam, ular itu tiba-tiba pergi melarikan diri. Takut kembali diserang, Lisa melempari ular itu dengan patahan ranting dan juga kerikil yang ada di sana. Setelah itu dia menghambur menghampiri Tuan Lionel yang sudah berbaring di tanah.
"Tuan, kau tidak mati 'kan?"
"Hampir," jawab Lionel. Dia kemudian menoleh. "Lain kali jangan diulangi tindakan seperti itu lagi. Berbahaya. Bagaimana kalau tadi ular itu berbalik dan menggigitmu?"
"Iya iya maaf. Tapi kau tidak apa-apakan?" tanya Lisa memastikan.
"Aku akan baik-baik saja selama kau juga baik-baik saja,"
Pandangan Lisa dan Lionel beradu. Sesaat kemudian, mereka tertawa bersama-sama, merasa konyol dengan apa yang baru saja terjadi. Dua insan beda usia dan beda kasta, tanpa jarak saling melempar goda dan tawa. Sama-sama menikmati hal baru, keduanya terlihat begitu bahagia. Sederhana, tapi berkesan dalam.
***
Apa kau adalah saudara tirinya Lionel?
lisa adalah definisi pasrah yang sebenernya. udah gk takut mati lagi gara2 idup sengsara