Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34
"Kamu ngomong apa Aa' aku enggak terlalu dengar."
"Bukan ngomong apa-apa, sudah ayo kita berangkat sekarang" Kaivan berjalan keluar terlebih dahulu.
Nindya yang melihat Kaivan mulai menjauh pun kelabakan sendiri. Nindya menyambar tasnya lalu menyusul langkah Kaivan. Nindya segera naik ke dalam mobil saat Kaivan mulai menyalakan mesin mobil.
"Kamu nih Aa' kenapa buru-buru banget sih? Aku jadi enggak sempat makeup nih."
"Enggak usah makeup."
"Sebentar aku akan makeup tipis-tipis tapi kamu menjalankan mobilnya yang hati-hati ya mas agar hasil makeupnya maksimal."
Kaivan hanya menuruti saja daripada nanti istrinya marah lagi kepadanya. Tapi sebenernya dalam hati Kaivan tidak terima Nindya dandan cantik diluar rumah. Dia tidak ingin Nindya jadi pusat perhatian saat diluar. Entah kenapa dalam hatinya dongkol membayangkan Nindya jadi pusat perhatian saat ini padahal saat sebelum menikah Kaivan hanya biasa saja.
Setengah perjalanan Nindya pun sudah selesai berdandan. Memang dandanannya tipis tapi mampu membuat wajah Nindya cantik berseri-seri.
"Selesai juga aku makeupnya, menurutmu cantik enggak aku Aa'?" tanya Nindya dengan tangan di dagu berpose cantik sambil mengedipkan matanya beberapa kali.
Kaivan melirik sekilas, "iya kamu cantik."
"Makasih loh Aa' aku memang selalu cantik setiap saat sih" ucap Nindya percaya diri tingkat tinggi.
Kaivan tidak menanggapi, dia hanya fokus menyetir saja. Tidak lama kemudian mobil telah terparkir rapi di parkiran supermarket.
"Ayo turun kita sudah sampai di supermarket" Kaivan melepaskan seat belt lalu keluar dari mobil diikuti oleh Nindya.
"Wah ini mah supermarket terbesar yang pernah aku lihat pasti didalamnya semua bahan masakan ada semua, aku tambah semangat untuk belanja."
"Ya sudah ayo masuk tapi kita ambil troli belanja dulu" Kaivan mengambil troli dan mulai mendorong masuk ke supermarket, Nindya hanya berjalan di samping Kaivan sambil melihat kira-kira barang apa yang perlu mereka beli.
"Sekarang kita mau beli apa terlebih dahulu?"
"Beli bumbu dapur dulu aja yuk, kita enggak punya bumbu dapur sama sekali."
Kaivan menurut saja berjalan di belakang Nindya. Hingga tiba dirak bumbu Nindya sibuk memilih dan membandingkan antara yang satu dengan yang lain.
"Aa' menurutmu lebih pilih bawang merah yang besar atau kecil?" Nindya memberikan di perbandingan bawang merah ke Kaivan.
"Bukannya sama saja ya?"
"Beda Aa', sekarang pilih bawang merah yang mana?"
"Aku pilih yang kecil aja."
"Ih gimana sih kalau yang kecil ini tuh susah untuk ngupasinnya masih mending bawang merah besar ini enak ngupasinnya dan kerasa saat di masakan untuk makanan."
Nindya memasukkan bawang merah besar ke dalam plastik sekitar dua kilo. Nindya berjalan lagi ke tumpukan bawang putih.
"Aa' tolong pilihkan bawang kating yang bagus ya aku mau pilih daun seledri dan cabe dulu" Nindya meninggalkan Kaivan sendiri tanpa memberitahu mana bawang kating, Nindya malah asik memilih cabe dan daun seledri seorang diri.
Kaivan yang ditinggal bingung sendiri mana bawang kating yang diucapkan oleh Nindya. "Memang ada bawang kating ya? Perasaan yang saya tahu hanya bawang merah dan putih saja, enggak ada bawang kating."
Kaivan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mata Kaivan melihat kanan kiri, melihat kehadiran Nindya yang sudah tidak terlihat di pandangannya. Kaivan ingin bertanya ke pegawai supermarket tapi dia tidak melihat sama sekali.
"Haduh mana ini bawang kating, ambil saja bawang putih salah benar urusan nanti yang penting aku ambil dulu."
Sesudah mengambil satu kilo bawang putih Kaivan segera menyusul istrinya. Ternyata Nindya masih asik memilih cabai merah dan bumbu lainnya yang sudah banyak di tangan.
"Gimana mas kamu udah ambil bawang kating kan?"
"Udah, ini udah saya taruh ke keranjang."
"Mana kok enggak ada?"
"Ini Nindya, saya benarkan ambilnya?" ucap Kaivan sambil menunjukkan bawang yang dia ambil tadi.
"Ya ampun Aa' ini itu bawang putih biasa bukan bawang kating, kamu itu ya suruh ambil bawang kating malah ambil bawang biasa. Ayo sini ikut aku biar aku tukar dengan bawang kating."
"Kamu tadi kan enggak nunjukin saya yang mana bawang kating ya jadinya aku ambil asal, bawangnya enggak usah dituker Nindya buat masak aja."
"Kamu berarti nyalahin aku mas? Aku enggak salah ya, lagian tadi sebelum aku pergi ngapain kamu enggak nanya dulu sama aku. Kalau bawang ini itu kalau buat masak enggak terlalu kerasa jadi kita harus tetap tuker."
Kaivan menghela nafas berat, "ayo sini mas ikut aku biar sekalian aku kasih tahu yang mana bawang kating biar nanti saat belanja lagi kamu udah tahu."
Kaivan pun mengekor dibelakang Nindya saja, setelah sampai tempat bawang putih Nindya meletakkan bawang putih yang diambil oleh Kaivan tadi. "Nindya enggak usah dibalikin malu dilihatin orang."
"Udah enggak papa lagian ini kalau enggak dibalikin pasti bakal enggak kepake nanti malah mubazir, kalau orang-orang lihatin kita enggak papa lagian kan mereka punya mata untuk melihat."
Nindya cuek saja dan mulai memilih bawang kating yang dia mau. "Ini loh Aa' yang namanya bawang kating."
"Sama aja bawang putih juga kan?"
"Beda Aa', lihat nih kalau bawang kating dia ada batang yang lebih panjang dan bawangnya cenderung lebih kecil daripada bawang biasa."
"Oh itu perbedaannya" Kaivan manggut-manggut mengerti.
"Iya, jadi kalau kamu kapan-kapan aku suruh beli udah enggak salah lagi."
"Memang kamu mau nyuruh saya belanja sendiri?"
"Ya kan kita enggak tahu bagaimana kedepannya, siapa tahu nanti aku sibuk bekerja dan enggak sempat belanja bisa saja kan aku minta tolong sama kamu untuk belanja. Lagian ya Aa' jadi suami istri itu harus saling membantu satu sama lain."
"Iya" jawab Kaivan singkat tanpa mau menambahi.
"Nah sekarang bahan dapur sudah komplit sepertinya, sekarang kita tinggal cari sayur dan daging untuk stok di rumah."
Nindya berjalan tetap diikuti Kaivan dibelakang sambil mendorong troli belanjaan. Saat akan berbelok menuju tempat sayuran troli yang dibawa oleh Kaivan menabrak troli orang lain. Suara tabrakan troli yang lumayan kencang mengagetkan Nindya.
"Astaga ada apa Aa'?" Nindya melihat ke belakang, dia melihat troli belanja yang Kaivan bawa sedikit penyok.
"Troli saya menabrak troli perempuan itu."
"Anda bagaimana sih mas! Kalau jalan itu lihat-lihat dong jangan asal nyelonong aja, untung saja belanjaan saya enggak jatuh!" ucap wanita itu dengan suara marah.
"Maaf mbak mungkin tadi suami saya enggak sengaja karena harus cepat mengimbangi jalan saya" ucap Nindya mencoba memberikan pengertian kepada wanita itu.
"Ada apa ini sayang?" datang sesosok laki-laki jangkung dengan tubuh kekar dan otot yang menonjol pada lengannya, terlihat sangar.