Aira menikah dengan pria pujaannya. Sayang, Devano tidak mencintainya. Akankah waktu bisa merubah sikap Devan pada Aira?
Jaka adalah asisten pribadi Devan, wajahnya juga tak kalah tampan dengan atasannya. hanya saja Jak memiliki ekspresi datar dan dingin juga misterius.
Ken Bima adalah sepupu Devan, wajahnya juga tampan dengan iris mata coklat terang. dibalik senyumnya ia adalah pria berhati dingin dan keji. kekejamannya sangat ditakuti.
Tiana adalah sahabat Aira. seorang dokter muda dan cantik. gadis itu jago bela diri.
Reena adik Devan. Ia adalah gadis yang sangat cerdas juga pemberani. dan ia jatuh cinta pada seseorang yang dikenalnya semasa SMA.
bagaimana jika Jak, Ken, Tiana dan Reena terlibat cinta yang merumitkan mereka.
Devan baru mengetahui identitas Aira istrinya.
menyesalkah Devan setelah mengetahui siapa istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IJINKAN AKU MENCINTAIMU 21
"Biarkan malam ini, aku melepas lelah mu," bisik mendesah, menggoda pria yang tengah merindu.
Devan menyentuh dagu si gadis, membelai pipi mulusnya. Pria tampan ini merasakan gejolak hebat dalam dirinya. Terlebih melihat bibir merah menyala yang terbuka. Menggodanya untuk dicicipi.
Devan merasa tubuh si gadis terus mengeratkan diri. Mata si gadis berkabut gairah. Bahkan jemari Devan dibimbingnya menyentuh dada yang membusung menantang.
Devan menelan saliva susah payah. Ia laki-laki normal. Siapa yang tak terpancing jika disuguhkan daging segar. Seekor harimau jinak pun tak akan menyia-nyiakan daging yang sudah terongok.
Jaka yang baru saja datang membawa tas majikannya, terpaku sesaat.
"Tuan ...," Panggilnya.
Devan mengangkat tangannya, untuk memberhentikan interupsi bawahannya tersebut.
"Siapkan kamar, Jak!" Titahnya tanpa menoleh ke arah pria yang berdiri mematung tak jauh darinya.
"Tapi ... Tuan,"
"Kau sudah membangkang perintah ku, Jak!"
Jaka terdiam mendengar teriakan Devan. Sungguh, rahangnya mulai mengeras. Ia sungguh jijik dengan wanita yang menempel pada majikannya tersebut.
"Kenapa kau masih diam di situ?!" Bentakan Devan mengagetkan Jaka termasuk gadis yang masih menggelayut manja di dada pria tampan itu.
Jaka menundukkan kepalanya. Ia bergegas berjalan menuju resepsionis. Mengambil kunci dan menyerahkannya pada Devan.
"Kau pergilah dan tunggu aku," ujar Devan lembut pada wanita dalam pelukannya.
Adinda tersenyum bahagia. Ia menyambar kunci dan langsung memberikan sedikit ******* pada bibir Devan.
"Aku menunggumu dengan sangat cantik dan menggairahkan, sayang," ucapnya genit dan menggoda.
Jaka mendengarnya ingin muntah. Tapi, sebisa mungkin ia tahan wajah kesalnya.
Devan menatap bawahannya dengan tajam. Jaka enggan menanggapi tatapan majikannya itu.
"Jangan mencampuri urusan pribadiku, Jak. Ingat batasanmu!" Devan memperingatkan.
Jaka menundukkan kepalanya patuh. "Berarti, Nona Aira sebentar lagi bebas kan? Tuan?!"
Devan terdiam mendengar perkataan terakhir Jaka. "Aku memperingatkan batasanmu, Jaka!"
Jaka kembali bungkam.
"Aku butuh pelepasan, Jak! Gairah ini harus tuntas!" Senyuman miring Jaka berikan untuk majikannya itu.
"Saya hanya mengingatkan anda saja, Tuan Muda Devano Bramantyo!" Ujar Jaka tegas.
Jaka mengangkat kepalanya dengan berani di hadapan Devan. Mereka saling tatap. Jika bisa diilustrasikan. Sebuah pertarungan sengit tergambar dalam tatapan mereka.
Tak ada yang mau mengalah. Devan mengeraskan rahangnya. Begitu pula sebaliknya. Jaka tak mau mengalah. Perang tatap itu berakhir karena deringan telepon.
Kedua-duanya saling memutuskan tatapan. Melihat asal suara deringan tadi. Seorang kebangsaan China berjalan sambil berbicara dalam bahasanya. Ia berjalan begitu saja melewati keduanya.
Devan berjalan mengikuti orang itu menuju lift. Meninggalkan Jaka yang masih kesal sendiri. Tangan Jaka terkepal kuat. Saking kuatnya sampai kepalannya berwarna putih.
Jaka pun berjalan menuju lift berbeda dengan Devan. Setelah lift tertutup dan membawa Jaka ke lantainya. Seorang pria yang sedari tadi mengawasi tampak tersenyum senang.
"Misi berhasil," ujarnya lirih pada sambungan telepon kemudian memutuskannya.
Sedangkan di tempat lain. Adinda tengah menyalakan lilin beraroma therapy. Wajahnya sangat antusias. Senyum bahagia tak lepas dari wajahnya yang cantik.
Adinda mengenakan lingeri warna merah cerah, sangat kontras dengan kulitnya yang putih mulus.
"Kau akan jadi milikku, Dev. Hanya aku yang pantas!" Monolog Adinda.
Kamar yang ditempatinya sangat mewah dan glamor. Presidential suit room, harga permalamnya bisa menembus angka seratus juta di hari biasa. Sedangkan di saat weekend bisa tembus di angka tiga ratus juta. Dan Devan sudah menginap selama hampir tiga minggu.
Jika dipikir berapa miliar yang dia habiskan untuk menginap. Begitu pikiran Adinda. Perlahan ia mengelus perut ratanya. Sebuah seringai licik terpatri di wajahnya.
Adinda mengatur cahaya ruangan menjadi redup. Kesan romantis menguat seketika. Ia tersenyum puas.
Dua gelas sampanye telah tersedia.
"Memang hotel bonafit. Baru cek in sudah disuguhi sampanye klasik yang mahal," ujarnya bermonolog.
Ia meminum salah satunya. Sensasi berbeda ia rasa ketika meminum sampanye itu. Ia sedikit mengernyit.
"Apakah beda rasanya yang mahal dengan yang murah?" Lagi-lagi ia bermonolog.
Tak menggubris. Adinda merebahkan tubuhnya. Ia sengaja berpose seksi. Agar ketika Devan datang langsung menerjangnya penuh birahi.
Mata Adinda sedikit berat. Entah mengapa, ia tak bisa melawan kantuknya.
Selang beberapa menit. Ia merasa pergerakan di sampingnya. Wajahnya tersenyum.
"Kau datang Dev?" Cicitnya manja.
Sebuah tangan kekar melingkar di perutnya. Ia langsung berinisiatif. Suasana remang dan matanya sedikit buram. Menjadi ia tidak begitu jelas melihat wajah Devan.
Adinda mendominasi permainan ranjang dengan sangat panas. Hentakan tubuh dan erangan erotis keluar dari mulutnya.
Peluh membanjiri tubuhnya. Sosok yang ia bakar gairahnya ini seakan tidak pernah surut. Adinda terus melakukan berbagai gaya, untuk memuaskan sosok yang kini mendominasi dirinya.
Pergulatan berakhir ketika, sosok itu mengerang panjang penuh nikmat, sedang Adinda sudah tidak sadarkan diri lima menit sebelumnya.
*****
Sekumpulan wartawan ramai memenuhi lobby hotel. Seorang pria memprovokasi keadaan.
"Aku yakin tadi malam, aku melihat Presdir membawa wanita ke hotel ini! Serunya.
Para petugas keamanan nampak kuwalahan. Wartawan ngotot. Mereka merangsek menaiki lift, bahkan sebagian melalui tangga darurat.
Sampainya mereka di kamar yang mereka curigai. Mereka berhenti. Pria provokator memaksa petugas hotel membuka pintu.
Dengan wajah pasrah, petugas itu membuka pintu. Mereka langsung merangsek masuk. Kamera terus memotret blits menyala berkali-kali.
Dua manusia lawan jenis itu bergerak, merasa terganggu. Salah satunya membuka selimut dan langsung duduk.
Para wartawan dan pria provokator langsung terhenyak, melihat sosok yang tengah duduk di pinggir ranjang. Mereka yakin di balik selimut yang menutupi ******** pria yang disoroti banyak kamera itu. Tak mengenakan apapun.
"Ada apa ini! Kenapa mengganggu sekali!" Sentaknya.
Sedangkan pria provokator dan para wartawan, hanya saling pandang.
(Flashback on)
(Dua bulan lalu)
Adinda tengah melakukan party di sebuah club' besar bersama para crew. Manager tempatnya bernaung memenangkan tender besar dengan menandatangani kontrak. Perhelatan sebuah event terbesar skala internasional digelar. Dan tim managerial yang menaungi Adinda, memperoleh kesempatan.
Sebagai model baru. Adinda sangat senang jika dirinya bisa melenggang kakinya di atas catwalk kancah dunia. Ia baru saja melepas kontrak sebagai brand ambassador di sebuah perusahaan ternama di kota Y.
Pesta berlangsung hingga pukul 03.00. dini hari. Mereka semua mabuk dalam perjalanan masing-masing. Adinda tiba di kamar salam keadaan mabuk parah.
Ketika pagi menjelang. Gadis itu terbangun. Ia merasa tubuhnya sakit semua.
Adinda menggeliat mencoba membuka matanya. Sebuah pergerakan terasa di sampingnya. Adinda menatap siapa yang berada di sisinya.
Keduanya saling tatap. Tiba-tiba. Mereka berdua tersentak. Melihat tubuh polos Meraka masingmasing.
"Apa yang kau lakukan!" Sentak Adinda marah.
Biyan Yahya. Kepala managernya hanya berdecak sinis.
"Sudahlah, Din. Seperti kau melakukannya pertama kali," ujarnya malas.
"Iya ... tapi ...," Adinda memang sering melakukan one night stand dengan beberapa pria.
"Sudah diam lah. Kita melakukannya dalam keadaan mabuk," ujar Biyan menarik tubuh sintal Adinda. "Bagaimana jika kita lakukan lagi sekarang. Dengan kesadaran penuh?"
Ajakan mesum manager menggodanya. Adinda yang sangat suka bermain langsung berinisiatif mengawali permainan panas mereka.
Baik Adinda dan Biyan, sering melakukan hal mesum setiap mereka saling membutuhkan. Hingga tiba-tiba, Adinda merasa ada keanehan pada tubuhnya.
Setiap pagi ia merasa mual dan pusing. Ia bukan orang bodoh yang tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Hingga ia berinisiatif melakukan test.
Apa yang wanita itu takutkan terjadi. Adinda positif. Dua garis merah tercetak nyata pada selempeng kertas kecil. Adinda shock. Tidak percaya, ia melakukan cek ke dokter.
Hasil sama ia dapatkan. Dengan segera, Adinda mendatangi Biyan melemparkan hasil test yang baru dia dapatkan.
"Kau yakin itu hasil perbuatanku?" Tanya Biyan sambil mengurut pelipisnya.
"Lalu bagaimana?" Tanya Adinda mulai panik.
"Aku tidak tahu. Kau gugurkan saja!" Sela Biyan juga ikut panik.
"Apa kau gila!" Teriak Adinda.
"Lalu apa?!" Sergah Biyan, "aku pria menikah. Anakku sudah mau tiga. Aku tak mungkin bertanggung jawab!"
Tubuh Adinda luruh ke lantai. Menangis pilu. Biyan melangkah mendekati dan memegang bahunya..
"Kita melakukannya atas dasar saling butuh. Kau urus sendiri. Tapi, jika kau punya ide lain. Maka aku akan membantumu" ujar Biyan pasrah.
Selama seminggu Adinda merenung. Tiba-tiba di kepalanya melintas ide gila. Sangat gila. Ketika ia memastikan rencananya, ia menelpon Biyan untuk membantunya.
*****
Adinda mendapat info jika Devan ada di luar negeri. Dengan fasilitas yang Biyan miliki, ia bergegas menyusul Devan.
Hanya butuh dua hari, bagi Adinda untuk mengamati pergerakan Devan. Dengan bantuan Biyan sang manager tentunya.
Adinda mengikuti Devan ketika di hotel Blitzar International Hotels and Restauran. Hotel bintang lima ini adalah milik dari Devan. Jadi sangat memungkinkan jika Devan menginap di sini. Adinda melancarkan aksinya.
(Flashback end).
Bersambung.
Aih ... Kok begini..
Ah ... Devan ... Kau! Ish!
boleh dong jempol like love and vote nya... hiks
kok rasa'a sedih bgt ya merasakan apa yg dirasakan reena...
jgn sampai jaka kehilangan kedua'a...
dr qwal kenal tania bukan'a gercep,,sdh ditikung ken baru bingung sendiri,,
tdk bisakan sinta spt linda mama'a devan yg tdk memandang status???
jgn sampai jaka menyesal jika reena kehilangan semangat memperjuanhkan cinta'a,,
reena sbg wanita sdh berusaha mengungkapkan cinta'a buat jaka...
enak bgt jadi devan,menyakiti semaua'a sendiri dan memperlakukan aira spt ydk ada harga diri'a...
gimana kepiye to kihhh???
banyak part-part yang seharusnya ditulis tapi malah dihilangkan, jadi kurang ngena cerita nya