Yao Chen bukanlah siapa-siapa. Bukan seorang kultivator, bukan pula seorang ahli pedang. Pangeran hanya memiliki dua persoalan : bela diri dan istrinya.
Like dan komen agar Liu Xiaotian/Yao Chen dapat mencapai tujuan akhir dalam hidupnya. Terimakasih.
Peringatan! Novel berisi beberapa adegan yang diperuntukkan bagi orang dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WinterBearr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 - Cinta Dua Abad
Yu Zhidding lahir sekitar dua abad lalu di masa perang besar antara sekte-sekte kultivator melawan kultus iblis. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana di wilayah perbatasan, jauh dari pusat kekuasaan, tetapi sejak kecil, ia telah menunjukkan potensi luar biasa dalam mengendalikan energi spiritual. Namun kehidupannya yang damai harus berakhir ketika keluarganya terbunuh dalam serangan iblis yang dipimpin oleh klan iblis Baifeng, yang dikenal paling kuat pada masanya.
Dengan hati yang ternodai oleh dendam, Yu muda berjanji akan menjadi kultivator terhebat dan menghancurkan klan iblis tersebut. Ia meninggalkan desanya dan mulai mengabdikan hidupnya untuk jalan kultivasi, menjelajahi berbagai lembah tersembunyi hingga gunung-gunung tertinggi untuk memperkuat dirinya. Di sana, ia secara tidak sengaja menemukan kitab langka yang memungkinkannya untuk memperpanjang usia. Dalam perjalanannya, ia terus-menerus bertarung dengan para musuh, mengalahkan kultivator kuat dan bahkan beberapa iblis. Reputasinya sebagai kultivator kuat yang tak terkalahkan pun tersebar ke seluruh daratan.
Namun, tujuan awalnya berubah seiring waktu. Dengan semakin kuat kultivasinya, dendam yang pernah ia rasakan perlahan memudar, berganti dengan kehampaan yang menggerogoti hati. Akhirnya Yu Zhidding mulai mempertanyakan makna kekuatannya, dan apa yang sebenarnya ia cari. Hidupnya kini terasa seperti pusaran waktu yang berputar tiada henti, menjebaknya dalam kekosongan tanpa akhir.
Dalam proses kultivasi tingkat tinggi, Yu menemukan teknik rahasia yang disebut Jiwa Keabadian, yang memungkinkannya memanjangkan umur secara drastis, namun dengan konsekuensi mengorbankan sebagian jiwanya setiap kali ia memperpanjang hidupnya. Tiap perpanjangan usia membuatnya semakin jauh dari kemanusiaannya, membuatnya merasa dingin, tak tersentuh, dan terasing dari perasaan duniawi. Itulah mengapa hingga berusia 200 tahun, ia selalu menutupi kehampaannya dengan penuh canda tawa, menganggap enteng semua permasalahan yang dia hadapi.
Di sisi lain, ia masih bertahan hidup, mencari tujuan yang akan memberinya alasan untuk tetap berjuang, namun tak pernah menemukannya. Hingga suatu hari, ia bertemu dengan seseorang yang akan mengubah segalanya.
Dalam suatu perjalanan di Gunung Baifeng, Yu Zhidding bertemu dengan seorang wanita misterius bernama Ming Yan. Wanita itu memiliki aura gelap yang khas dari klan Baifeng, dan dengan rambut hitamnya yang panjang serta mata tajam berkilauan, ia memiliki kecantikan yang belum pernah Yu muda temui sebelumnya. Pertemuan mereka bermula dari permusuhan. Yu langsung mengenali darah iblis dalam dirinya, dan amarah lamanya yang telah lama padam kini mendidih lagi. Ia sangat ingin menghabisinya, namun Ming Yan tidak melawan. Alih-alih, ia berdiri tenang, menerima nasibnya.
"Jika kau hendak membunuhku, lakukanlah," ucap Ming Yan dengan tenang, "Namun kau harus tahu, darahku bukanlah pilihan. Aku terikat oleh takdir ini."
Perkataan itu menusuk hati Yu, mengingatkannya pada dirinya sendiri, terikat pada takdir yang sama-sama tidak ia pilih. Rasa amarahnya pun lenyap, berganti rasa penasaran teramat tinggi. Mereka berbicara, dan seiring waktu, pertemuan mereka berlanjut. Ming Yan adalah wanita yang bijaksana, ia memiliki pandangan hidup yang dalam, apalagi soal kehidupan berkeluarga. Ia tidak pernah menginginkan darah atau pun kekerasan, hanya ingin hidup damai di dunia yang selalu memusuhinya.
Tanpa disadari, Yu mulai merasakan cinta yang selama ini ia anggap telah hilang dari hidupnya. Bagi Yu, Ming Yan adalah oasis di tengah keabadian yang hampa. Lalu bagi Ming Yan, Yu adalah orang pertama yang melihatnya sebagai dirinya sendiri, bukan sekedar wanita berdarah iblis yang mengalir dalam nadinya.
Hubungan mereka akhirnya berkembang di bawah bayang-bayang perpecahan besar antara kultivator dan kultus iblis. Mereka berdua sadar bahwa hubungan ini tidak akan bisa diterima oleh dunia. Yu bahkan tahu bahwa hubungan ini akan membahayakan status dan reputasinya, serta berisiko memperburuk ketegangan antara klannya dan klan Baifeng. Namun, ia tidak peduli. Di samping Ming Yan, ia merasa menemukan kembali rasa kemanusiaannya beserta arti kehidupan yang selama ini ia cari.
Akhirnya, Yu dan Ming Yan berjanji untuk meninggalkan dunia kultivasi dan iblis, serta hidup damai di pedalaman gunung, di tempat yang jauh dari orang-orang. Namun, kisah cinta mereka tak berlangsung lama. Ketika mereka bersiap meninggalkan kehidupan lama mereka, Yu dikhianati oleh sahabatnya sendiri, seorang kultivator bernama Han Zhiyuan, yang mengetahui hubungannya dengan Ming Yan.
Han, yang diam-diam menaruh iri pada kekuatan Yu dan juga menyukai Ming Yan, memberitahukan keberadaan mereka kepada para kultivator yang memusuhi klan iblis Baifeng. Dalam serangan yang tak terduga itu, Yu dan Ming Yan dikepung oleh puluhan kultivator. Meskipun Yu telah bertarung sekuat tenaga, jumlah musuh terlalu banyak, dan ia akhirnya terluka parah. Di tengah pertarungan sengit, Ming Yan mengorbankan dirinya untuk melindungi Yu, menggunakan seluruh energi iblisnya untuk menangkis serangan para kultivator agar Yu bisa kabur dengan selamat.
Dengan kekuatan terakhirnya, Ming Yan masih dapat tersenyum. “Kita mungkin terlahir dari dunia yang berbeda, tetapi kau adalah rumah bagiku, Yu. Aku mencintaimu.”
Setelah pertempuran itu, Yu selamat, namun ia kehilangan semua yang berharga baginya. Cinta sejatinya telah pergi, dan satu-satunya hal yang tersisa hanyalah rasa sakit yang begitu dalam.
Sejak kehilangan Ming Yan, Yu menjalani hidupnya dengan cara yang berbeda. Ia tidak lagi terobsesi dengan kekuatan atau dendam terhadap iblis, namun hidup dengan tujuan untuk menjaga kenangan Ming Yan tetap hidup dalam hatinya. Ia berhenti mencari keabadian, menyadari bahwa hidup selamanya hanya akan memperpanjang penderitaannya. Namun, karena teknik Jiwa Keabadian yang ia praktikkan, ia tetap hidup lebih lama dari orang biasa.
Sebagai seorang kultivator, Yu kini menjadi sosok misterius yang mengembara tanpa arah, tidak lagi terikat pada ambisi duniawi. Ia menghabiskan waktunya mengunjungi gunung tempat ia bertemu Ming Yan setiap tahun, mempelajari ilmu medis, bahkan menanam bunga putih yang disebut Bunga Bayangan, yang konon adalah bunga favorit Ming Yan. Ia percaya bahwa setiap bunga yang mekar adalah manifestasi dari cinta mereka yang takkan pernah mati.
Hingga kini, Yu Zhidding tetap setia pada kenangan cintanya dengan Ming Yan, dan menjadikan rasa kehilangan itu sebagai kekuatan untuk melindungi orang-orang yang membutuhkan. Baginya, hidup dalam kesendirian adalah hukuman dan pengingat akan apa yang telah ia sia-siakan dalam mengejar kekuatan dan juga dendam. Berbekal julukan barunya sebagai "Tabib Pendekar" Ia mengabdikan dirinya untuk membantu mereka yang tertindas.
Meski abadi, Yu Zhidding tahu bahwa ia hidup dalam penantian panjang. Penantian untuk saat di mana ia akan bertemu kembali dengan Ming Yan di alam baka, di tempat di mana dunia takkan lagi memisahkan mereka.
Cinta yang tetap hidup di tengah waktu yang berlalu, namun juga menjadi beban yang ia bawa selama dua abad penuh, sebagai bukti bahwa cinta sejati takkan pernah benar-benar pudar.