Agnia merupakan anak keluarga kaya raya. Ia akan berencana akan menikah dengan kekasihnya namun tepat di hari pertunangannya, ia malah melihat kekasihnya bermain api dengan sahabatnya sendiri.
Ia pikir status dan derajat yang sama bakal membuat semuanya bahagia. Tapi, ternyata ia jatuh pada seseorang yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya....
"Kehormatan mu akan terganggu jika bersama pria seperti ku!"
"Apa pentingnya kehormatan jika tak mendatangkan kebahagiaan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Putar haluan
Airlangga kini benar-benar kembali ke kantornya. Melakoni sisi kehidupan yang sebenarnya. Ia melihat laporan yang diberikan Zidan mengenai orang-orang yang menggunakan jasa pengawalan di kantornya. Ia tersenyum, beberapa perusahaan dan perorangan bahkan puas dengan dengan kinerja mereka.
Laporan keuangan juga naik signifikan. Ia juga merasa senang sekaligus bangga karena bisa membuka lapangan pekerjaan untuk anak-anak muda lainnya. Hah, kehidupannya memang sedang di perhadapkan dengan masalah besar, tapi ia masih memiliki alasan untuk bersyukur hari ini.
Hari berganti, Airlangga siang ini baru saja pergi dengan Zidan dari menemui seorang client baru. Mereka sekarang sedang singgah di sebuah restoran untuk makan siang.
"Kakak mau makan apa?"
"Terserah kau saja!"
Zidan lalu memberitahu menu yang ia inginkan kepada waiter yang sudah standby menyambut mereka.
Tak di nyana, disana mereka malah tak sengaja melihat Agnia, paman Yahya dan dua orang laki-laki yang juga makan di restoran itu namun berada di meja yang agak jauh.
"Kakak, bukankah itu nona Agnia? Kau tidak mau menyapanya?" ucap Zidan terlihat senang.
"Bertemu setelah sekian lama. Benar-benar jodoh!" lanjut Zidan memprovokasi.
Tapi Airlangga masih se datar dahulu. Membuat Zidan terdiam dengan sendirinya sebab tak ada reaksi. Pesanan akhirnya datang beberapa saat kemudian. Mereka akhirnya makan bersama.
"Lama tak bertemu, dia semakin cantik saja kak!"
"Lihatlah, dia juga sangat ceria. Eh, tapi pria itu siapa kak? Sepertinya usianya sama denganmu!"
Lagi-lagi komentar Zidan menguap begitu saja tanpa di gubris Airlangga. Zidan akhirnya melanjutkan makannya, dan di saat itulah, Airlangga baru melempar tatapan ke arah Agnia.
Saat memperhatikan interaksi Agnia dari kejauhan, ponselnya tiba-tiba bergetar menginterupsi. Rupanya Hades memberinya pesan.
"Pergantian tahun dua Minggu lagi."
Airlangga mendadak merasa kepalanya begitu pusing dan membuat selera makannya sirna dalam sekejap. Berpacu dengan waktu sungguh membuat segala sesuatunya menjadi tak tenang.
Ia kembali menoleh ke arah Agnia, tepat dimana sekarang perempuan cantik itu terlihat menerima sebuah bonsai Bugenvil dari pria muda yang usianya di sinyalir sama dengan dirinya dengan sukacita.
Airlangga mengerutkan kening seperti teringat dengan satu hal. Bersamaan dengan hal itu, Zidan melihat arah pandang Airlangga yang ternyata menatap Agnia agak lama.
"Sebenarnya perduli, tapi gengsi untuk mengutarakan!" sindir Zidan.
Tapi alih-alih menyahut, ekspresi Airlangga justru seperti orang yang menemukan kepingan puzzle.
Sedetik kemudian, Hades kembali mengirimkan foto sebuah kalung berikut diri detailnya. Detik itu juga, Airlangga langsung teringat akan satu hal.
"Aku ingat sekarang!" ucap Airlangga tiba-tiba dan membuat Zidan mengernyitkan dahi.
***
"Kakak, kau yakin akan kembali menjadi pengawal nona Agnia?" tanya Zidan yang ragu dengan niat Airlangga.
"Aku tidak memiliki pilihan, Dan. Aku akan membuat dua skema rencana!" sahutnya sembari mengirim sebuah data.
"Tapi itu berbahaya kak. Kenapa kau tidak berterus terang sa..."
"Tidak!" potong Airlangga cepat. Membuat Zidan menatap resah. "Setelah Ibuku bebas, aku akan mengambil benda itu lagi lalu mengembalikannya kepada Agnia, aku jamin itu!"
"Tapi kak, itu pasti tidak semudah yang ka..."
"Hubungi Agnia!"
Zidan terlihat makin resah dan tak setuju dengan ide gila Airlangga, tapi ia tak bisa menolak titah Airlangga sebab pria itu sangatlah penting baginya.
***
Kediaman Agnia pukul 21.07
Agnia sedang menggosok giginya ketika ponselnya bergetar. Ia meraih benda itu sembari membaca deretan nomor asing
"Siapa ini ?" ia bermonolog ragu. Namun sedetik kemudian menggulir ikon hijau.
"Halo?" ucapnya pelan.
"Nona, ini saya Zidan. Saya..."
Maka perempuan itu langsung melotot demi mendengar deretan kalimat yang di utarakan.
Keesokan paginya,
Agnia bahkan memastikan berkali-kali penampilannya sebab semalam Zidan mengatakan jika hari ini Airlangga akan mengajaknya bertemu di sebuah cafe.
Sudah hampir satu bulan ia tak bertemu pria itu. Ia senang karena tak menyangka jika pria yang ia sukai mengajaknya bertemu.
Ia datang mencari Airlangga dan melihat jika laki-laki itu sudah duduk di meja nomer 6. Hatinya tiba-tiba berdesir. Lama tak bertemu membuat pria itu justru semakin tampan. Oh ya ampun.
Ia langsung berjalan menuju meja itu. Tapi meskipun hatinya meledak-ledak, ia harus bisa menyembunyikannya. Ia bersikap sok acuh.
"Ada apa mengajakku bertemu?" ucapnya sembari menarik kursi dengen wajah yang sengaja ia buat jutek.
Airlangga terkejut dengan kedatangan Agnia karena reaksi Agnia sungguh di luar dugaan.
"Apa kabar?" balasnya mencoba mencairkan suasana. Tapi yang di tanyai terlihat berbeda.
"Seperti yang kau lihat!" jawab Agnia ketus.
Airlangga tersenyum. Setelah pertemuan yang lalu, Agnia masih saja kesal terhadapnya?
"Aku ingin berbicara denganmu, agak penting."
"Apa?" jawab Agnia yang berpura-pura menyibukkan diri dengan membuka ponselnya. Ia tahu itu seperti orang tak beretika, tapi jujur ia masih menyimpan rasa kesal pada pria di depannya.
"Apa tawaran mu masih berlaku?"
Agnia langsung mendongak. Melihat seraut tampan yang sialnya memang ia rindukan.
"Aku bersedia menjadi bodyguard mu lagi!"
Agnia terlolong tak percaya. Apakah dia bermimpi? Oh ya ampun, siapa saja tolong cubit dia sekarang. Ia ingin tahu apakah yang sedang terjadi bukan angan-angan semata.
"Benarkah?" ia langsung senang, tapi sedetik kemudian langsung mengubah ekspresinya lagi. "Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?" kembali ketus.
Airlangga tersenyum. "Kau pasti tahu alasan orang mau bekerja itu untuk apa."
Agnia masih sok jual mahal. Ia terlihat sibuk pada ponselnya.
"Tapi, jika sudah tidak berlaku, aku..."
"Baiklah. Buatkan surat kontrak secepatnya!" sahut Agnia cepat namun masih terlihat gengsi. Membuat Airlangga tersenyum dengan hati bercabang.