Pertemuan tanpa sengaja menjadi bibit cinta tumbuh dibumbui oleh perjalanan karakter yang penuh rintangan serta persahabatan antar karakter yang membuat kisah mereka lebih berwarna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gabijh1799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34
Akhirnya Okta dan Gracia dijemput oleh Krishna yang diutus oleh Vino yang tak bisa menjemput mereka. Sesampainya di rumah Okta, dia terkejut karena ada sebuah mobil yang terparkir disana dan dia mengenali mobil itu.
"Kak" panggil seseorang
"Loh kok Lo krish?" Okta terkejut ternyata itu Krishna
"Iya kak gw tadi disuruh kak vino buat jemput" jawab Krishna mendapatkan amanah dari Vino
"Tumben biasanya dia mau" Okta merasa Vino sedikit berubah
"Banyak kerjaan kak" dugaan Gracia
"Iya juga sih, ya udah gre"
Mereka bertiga menuju mobil mereka dan langsung menuju rumah Okta.
*
Beberapa hari kemudian, Shani memikirkan apa yang harus dia jawab atas lamaran vino sebelumnya karena sebelumnya dia belum menjawab apa-apa yang membuatnya tak enak hati jika menunggu terlalu lama apalagi Vino adalah sosok pria yang mengerti apa kebutuhannya serta tak menuntut banyak padanya.
Saat sedang memikirkan itu, jevan melintas di depan kantor Shani dan melihat Shani seperti tak fokus untuk bekerja. Sebagai atasan ya jevan menghampiri Shani apa yang membuatnya seperti itu karena kerjaan mereka sedang banyak.
"Shan" panggil jevan mengejutkan Shani
"Ehh pak" Shani yang terkejut
"Udah kak aja gpp kan gw seumuran Vino" jevan merasa tak enak karena Shani adalah orang dekatnya
"Maaf kak" Shani menganggukkan kepalanya
"Lo kenapa?" Tanya jevan melihat Shani seperti tak fokus bekerja
"Ehh gpp kok kak, aku lagi banyak pikiran aja" jawab Shani mencoba fokus bekerja
"Soal Vino lamar Lo?" Dugaan jevan
"Eh..."
"Gw tau dari Vino sendiri" ternyata jevan dan vino telah berbaikan setelah kejadian sebelumnya
"Aku bingung kak"
"Apa yang buat Lo bingung?"
"Bingung aja kak, aku ngerasa Vino pria yang selalu ada dan ngerti yang aku butuhin tapi..." Ucap Shani namun terpotong
"Udah Lo jangan banyak pikiran gitu, gw tau Vino kek gimana walaupun sebelumnya gw sama dia ada masalah tapi dia itu orangnya cuek banget" balas jevan menjelaskan bagaimana vino itu
"Lo seharusnya bersyukur Shan bisa dapetin hati vino yang kek es batu begitu apalagi ada hal yang terjadi di kehidupannya. Bukannya gw maksa Lo tapi coba pikirin lagi apa yang udah Lo berdua lakuin apakah itu udah saatnya ke jenjang selanjutnya apa gimana" lanjut jevan memberikan jembatan berpikir pada Shani
"Iya kak, makasih udah dengerin aku" Shani merasa didengarkan oleh jevan atas keresahannya
"Udah tenang aja, gw juga udah baikan sama Vino jadi Lo temen gw juga. Sekarang Lo fokus kerja lagi ini lagi banyak projek" pinta jevan
"Iya kak maaf aku sering ngelamun"
Jevan memakluminya dan meninggalkan kantor Shani, Shani sendiri berusaha untuk memfokuskan dirinya untuk bekerja dan akan memikirkan itu setelahnya.
*
Ditempat lain Vino sedang disibukkan dengan pekerjaannya yang tiba-tiba menumpuk setelah dia kembali dari Bali apalagi sekarang dia jarang untuk pulang ke rumah menyapa Shani karena dia pulang terlalu larut dan mendapati Shani sudah tertidur pada saat dia telah sampai rumah.
Disisi lain dia juga menunggu jawaban dari Shani atas lamarannya sebelumnya, namun dia juga tidak ingin memaksa Shani untuk menerimanya apalagi dengan kondisinya sekarang sedang sibuk-sibuknya membereskan projeknya yang belum selesai.
Saat sedang fokus menggambar desain, Okta menghampirinya karena ingin melihat sahabatnya itu karena beberapa hari ini dia tak membalas pesannya apalagi bertemu dengannya.
"Vin" panggil Okta masuk ke dalam kantor Vino
"Ehh Lo ta" vino terkejut dengan kehadiran Okta
"Tumben Lo ngga bales biasanya Lo fast respon" Okta merasa heran dengan vino akhir-akhir ini
"Sorry gw lagi banyak projek" balas vino masih fokus bekerja
"Emang ngga dikerjain sama bawahan Lo?" Tanya Okta melihat kerjaan vino
"Ini hasil dari bawahan gw tapi banyak revisi jadi gw bantu" balas vino
"Jangan gitu Vin, Lo juga harus istirahat apalagi Shani beberapa hari ini sering ngeluh ngga dapet perhatian sama Lo" saran Okta melihat vino seperti ini dan dia mendengar curhatan Shani dari Gracia
"Hah?! Lo tau darimana?"
"Gracia lah"
"Iya gitu"
"Mending Lo bimbing bawahan Lo biar mereka tau apa yang harus mereka kerjain walaupun Lo mampu tapi Lo punya kehidupan juga" saran Okta kembali
"Dan Lo jangan stress gitu, gw tau jawaban Shani apa nantinya" lanjut Okta menepuk pundak sahabatnya itu
"Sorry ta gw masih kepikiran itu" vino merebahkan tubuhnya
"Udah Lo sekarang Istirahat biar gw sama Krishna jelasin ke bawahan Lo" Okta membantu kerjaan vino
"Makasih ta"
Okta mengambil beberapa kerta projek Vino serta catatan yang telah Vino buat untuk para bawahannya agar mengerti apa yang harus mereka kerjakan.
Setelah itu Vino merebahkan tubuhnya di sofa dekat meja kerjanya dan memejamkan matanya untuk merilekskan pikirannya dari semua kerjaan dan jawaban Shani nantinya.
Beberapa menit dia memejamkan matanya, dia merasakan ada yang mengelus tangannya dan itu membuat tidurnya terganggu.
"Loh Shan?!" Vino terkejut dengan siapa yang berada di hadapan
"Hehehe maaf kak ganggu yah" kekeh Shani melihat vino terkejut
"Ehh... Ngga kok, kamu udah lama?" Vino membenarkan posisi tubuhnya agar Shani dapat duduk bersamanya
"Lumayan sih tapi gpp liat kakak tidur aku seneng" Shani ikut duduk bersamanya
"Seneng?"
"Akhirnya kakak bisa istirahat sebelumnya kakak begadang terus" Shani memasang wajah cemberutnya
"Maaf yah Shan" vino mengelus kepala Shani
"Gpp kak aku ngerti, lain kali jangan dipaksain yah" Shani memeluk vino
"Iya Shan"
"Kamu kenapa kesini Shan?" Tanya vino
"Sebenarnya ada yang mau aku omongin tapi nanti deh kakak lagi istirahat" jawab Shani menatap vino
"Gpp bilang aja kakak bisa istirahat lagi nanti"
"Beneran gpp?"
"Hadehh kamu yah, udah kenapa?"
"Aku mau kak" jawab Shani sedikit malu
Vino mengerutkan keningnya, "Mau? Mau apa? Jajan?"
Sontak Shani memukul pelan pundak kekasihnya itu, "Ihhh kakak mah, aku mau kak"
"Iya mau apa Shani?"
"Mau jadi istri kakak" bisik Shani dan mengecup pipi vino
"Apa?!"
"Aku mau jadi istri dan ibu dari anak kakak"
"Serius Shan? Ini bukan mimpi kan?"
"Coba buktiin kalo kakak lagi mimpi"
Bukannya menyubit dirinya, vino menyubit pipi Shani. "Aaduh kenapa nyubit aku kak?"
"Barangkali aku mimpi" jawab vino
"Kan di kakak bisa kenapa aku juga" Shani memasang wajah cemberutnya kembali
"Hehehe maaf yah, ini beneran shan?" Vino mengelus pipi bekas cubitannya
"Iya kak, aku udah pikirin ini sejak nyatain lamarannya dan maaf aku baru bisa jawab sekarang" Shani merasa tak enak baru menjawab lamaran vino
"Alhamdullilah gpp shan yang penting aku tau jawaban dari kamu" ucap vino merasa lega setelah mendengar jawaban Shani
Mereka berdua berpelukan dan dibalik jendela kantornya, Okta menyaksikan sahabatnya akhirnya mendapatkan jawaban dari Shani setelah menunggu beberapa hari. Sekarang giliran dirinya yang harus menempuh jalan yang cukup sulit karena Gracia yang notabene berbeda keyakinan dengannya yang membuat dia harus ekstra berusaha meyakinkan ayahnya yaitu Salim untuk menerima Gracia menjadi salah satu keluarganya.
*
Setelah mengunjungi vino, Okta kembali ke kantornya dan mendapati Salim dan Hanna disana. Dia merasa kebingungan karena sebelumnya mereka tak mengabari bahwa mereka akan datang di perusahaannya.
"Assalamualaikum" salam Okta
"Walaikumsalam kamu duduk" balas Salim
Okta seperti memberi isyarat pada Hanna namun dia hanya meminta agar Okta mengikuti perkataan opa mereka.
"Kenapa opa? Tumben kesini ngga ngabarin" tanya Okta merasa heran dengan kehadiran opanya
"Jujur sama opa, kamu pacaran sama orang cina itu?" Tanpa basa-basi Salim langsung bertanya
Seketika Okta terkejut dengan perkataan salim yang ternyata telah mengetahui hubungannya dengan Gracia.
"Jawab Okta"
"Iya opa" Okta menganggukkan kepalanya
"Kenapa?"
"Okta sayang sama Gracia" ucap Okta
"Ohh jadi namanya Gracia"
"Opa jangan salah sangka dulu, dia orangnya baik ngga seperti yang opa alami sebelumnya" Okta berusaha agar opanya dapat luluh
"Kamu tau apa Okta, mulai sekarang kamu jangan dekat-dekat dengan dia" pinta Salim dengan tegas
"Opa..." Okta merasa tak memiliki kekuatan setelah opanya menaikkan nada bicaranya
"Ngga ada penolakan, kalo kamu kek gini ngga jauh seperti papahmu" kesal Salim mengingat anaknya yang sama persis dengan cucunya
Salim langsung meninggalkan Okta dalam keadaan diam dan juga bingung atas perkataan opanya itu yang membuatnya sakit apalagi dia menyangkut masalah masa lalunya.
Hanna yang berada disana melihat adiknya murung langsung menenangkannya. "Ta kamu yang sabar yah"
"Tapi ngga gini kak" Okta merasa sedih
"Kamu yakin sayang dan cinta sama dia?" Tanya Hanna sebagai kakaknya
"Aku sayang sama dia kak, dengan apa yang terjadi dia menerima aku apa adanya" jawab jujur Okta yang merasa Gracia berbeda dengan orang yang Salim maksud
"Kalo gitu kamu perjuangkan dia yah, kakak nanti bujuk opa" Hanna menawarkan bantuan
"Kak..."
"Udah gpp, kakak tau hubungan kamu dengan dia jadi kamu harus berjuang yah" Hanna mengetahui hubungan adiknya itu
"Makasih yah kak"
Hanna menganggukkan kepalanya dan meninggalkan Okta untuk menyusul Salim yang telah sampai di mobil mereka.
*
Beberapa hari kemudian Okta seperti tak ada kabar dan itu membuat Gracia khawatir dengan keadaannya, Gracia belum mengetahui tentang penolakan oleh Salim apalagi dengan alasan seperti itu. Namun Gracia sempat menyiapkan diri untuk penolakan tersebut apalagi dengan perasaannya pada Okta yang semakin tumbuh.
"Okta kemana sih, di kantor ngga ada apalagi di rumahnya" kesal Gracia dan mengecek ponselnya
Tiba-tiba sebuah mobil menghampirinya dan itu membuat Gracia kebingungan karena dia belum memesan taksi online, kaca penumpang dari mobil tersebut menampilkan pria paruh baya di dalamnya.
"Kamu Gracia?" Tanya seseorang di dalam mobil
"Bener pak, ada yang bisa saya bantu?" Tanya balik Gracia
"Masuk" pintanya
"Eh"
Gracia terpaksa mengikuti perkataan pria tersebut dan mobil itu melaju entah kemana.
"Jadi kamu Gracia?"
"Iya pak"
"Kamu kenal dengan Okta?"
"Okta?"
"Oktavian"
"I...iya pak"
"Saya minta kamu jauhin dia"
"Kenapa pak?"
"Saya tidak ingin Okta menderita seperti saya" alasan pria itu
"Pak mohon maaf sebelumnya atas apa yang terjadi pada bapak sebelumnya namun saya dan Okta telah berkomitmen untuk bersama walaupun kami berbeda" jawab Gracia menolak itu
"Saya tidak percaya dengan itu apalagi dengan kamu yang berketurunan cina dan beragama kristen" pria itu bersikeras
"Tapi pak..."
"Sudah kamu butuh berapa untuk menjauhi cucu saya" pria itu mengeluarkan selembar cek untuk menuliskan berapa nominal yang Gracia minta
"Mohon maaf pak, saya tidak bisa. Jika bapak ingin menjauhkan saya dengan Okta tolong pertimbangkan kebahagiaannya" Gracia tetap menolak
"Ngga usah bahas kebahagiaan, apa yang telah saya berikan pada Okta tentu membuatnya bahagia" pria itu mulai menaikkan nada bicaranya
"Apakah bapak sudah bertanya pada orangnya sendiri?" Tanya Gracia merasa itu perlu
"Tak usah bertanya saja dia kelihatan bahagia" asumsi pria itu melihat Okta selama ini
"Sebaiknya bapak tanya saja apakah Okta bahagia atau tidak" saran Gracia
"Kamu ini..."
"Mohon maaf pak jika itu keinginan bapak, saya tolak karena ini adalah hubungan saya dengan Okta kalo bapak tetap memaksakan itu biarkan waktu yang berbicara" ucap Gracia merasa itu perlu
"Tolong pak saya berhenti disini saja" pinta Gracia pada supir mobil itu
Mobil itu berhenti dan Gracia turun dari mobil dan Salim terdiam dengan ucapan Gracia sebelumnya. Tetapi dia tidak bisa pungkiri bahwa sebelumnya dia telah memberikan apa yang seharusnya membuat Okta bahagia namun dia belum bertanya apakah Okta bahagia atau tidak apalagi dengan masa lalunya yang tak ingin Okta rasakan.
*
Beberapa bulan kemudian, Vino dan Shani telah menyiapkan semua pernikahan mereka dari undangan, gedung dekorasi, dll. Memang hubungan mereka tampak baik-baik saja namun ada hal yang mengganjal pada Shani yang membuatnya ragu kembali yaitu setelah mereka menikah Shani tetap akan berkerja atau menjadi ibu rumah tangga karena dia ingin melanjutkan karirnya menjadi komikus.
Selama diskusi tentang rumah yang akan mereka tempati setelah menikah, Shani hanya terdiam dengan pikiran tersebut dan itu membuat vino kebingungan.
"Shan" panggil vino
"Ehh iya kak, kenapa?" Shani tersadar dari lamunannya
"Kamu mikirin apa?" Vino mengerutkan keningnya
"Gpp kak" Shani menggelengkan kepalanya
"Jadi kita pilih yang mana?" Tanya vino menunjukkan katalog rumah pada Shani
"Hmm, kalo aku sih di pinggir jalan aja kak biar kemana-mana gampang" jawab Shani mempertimbangkan kedepannya
"Yakin?"
"Iya kak, kan rumah aku di Jogja di pinggir jalan"
"Ok deh, kalo gitu yang ini saja" ucap vino pada karyawan disana
"Baik pak, ini mau kontan atau KPR?" Tanya karyawan untuk pembayaran
"Kontan saja" jawab vino dengan tegas
"Baik pak, akan saya proses silahkan tunggu sebentar"
Vino menganggukkan kepalanya dan pegawai tersebut meninggalkan mereka berdua untuk menyiapkan beberapa dokumen. Vino kembali melihat Shani kembali melamun.
"Kamu kalo ada apa-apa cerita Shan" vino memegang tangan Shani agar dia lebih tenang
"Kak..." Shani merasa kebingungan
"Kenapa hm?"
"Kalo kita nikah aku masih bisa kerja?" Tanya Shani yang khawatir mengungkapkan kegundahannya
Mendengar pertanyaan Shani membuat vino terkekeh kecil dan mengelus kepalanya, "Iya dong Shan, selama kamu masih mengejar passionmu aku ngga akan memaksa"
"Aku ragu kak takutnya nanti kakak ngeluh kalo aku kerja dan rumah ngga keurus" Shani khawatir jika vino menolak dia bekerja setelah mereka menikah
"Kamu tenang aja Shan, aku udah diskusi sama papah sama mamahmu buat mencarikan ART buat di rumah nanti" vino kembali meyakinkan Shani
"Tapi kak..." Sebelum Shani melanjutkan ucapannya vino langsung menutup mulutnya dengan telunjuknya
"Shan aku percaya kamu akan menjadi istri yang baik, aku bukan mencari istri untuk mengurusi semua kebutuhan rumah. Yang aku butuhkan itu istri yang selalu ada di sisi aku mau itu senang dan sedih. Dan aku rela jika rumah kita ada ART walaupun kamu ingin berdua atau nanti dengan anak kita nanti, tetapi aku pengin kamu kerja dulu karir kamu sampe menurut kamu cukup dan ingin mengurusi rumah" ucap vino yang tak ingin mengekang Shani sebagai istri nantinya dan menjalani kehidupan yang seperti mereka inginkan
Mendengar itu air mata Shani jatuh karena terharu, "Makasih yah kak"
"Sama-sama Shan, kalo ada yang kamu pikirin lagi bilang aja yah nanti kita cari solusinya" ucap vino
Shani menganggukkan kepalanya dan memeluk Vino, beberapa saat kemudian pegawai tadi kembali dengan membawa dokumen untuk persyaratan kepemilikan rumah baru mereka.
"Ehh kak nanti rumah kakak gimana?" Tanya Shani yang baru menyadari bagaimana nasib rumah vino nantinya
"Kamu tenang aja, itu buat Nadila" jawab enteng vino
"Nadila? Emang dia mau?" Shani mengerutkan keningnya
"Dia mah gampang" jawab vino kembali merasa adiknya itu mau-mau saja
Shani menganggukkan kepalanya dan mereka kembali berdiskusi dengan pegawai tadi.
***