Kisah berawal dari gadis bernama Inara Nuha kelas 10 SMA yang memiliki kutukan tidak bisa berteman dengan siapapun karena dia memiliki jarum tajam di dalam hatinya yang akan menusuk siapapun yang mau berteman dengannya.
Kutukan itu ada kaitannya dengan masa lalu ayahnya. Sehingga, kisah ayahnya juga akan ada di kisah "hidupku seperti dongeng."
Kemudian, dia bertemu dengan seorang mahasiswa yang banyak menyimpan teka-tekinya di dalam kehidupannya. Mahasiswa itu juga memiliki masa lalu kelam yang kisahnya juga seperti dongeng. Kehadirannya banyak memberikan perubahan pada diri Inara Nuha.
Inara Nuha juga bertemu dengan empat gadis yang hidupnya juga seperti dongeng. Mereka akhirnya menjalin persahabatan.
Perjalanan hidup Inara Nuha tidak bisa indah sebab kutukan yang dia bawa. Meski begitu, dia punya tekad dan keteguhan hati supaya hidupnya bisa berakhir bahagia.
Inara Nuha akan berjumpa dengan banyak karakter di kisah ini untuk membantu menumbuhkan karakter bagi Nuha sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Hidupku Seperti Dongeng
Bersantai di balkon sangat menenangkan. Itulah yang dilakukan Nuha di sore hari di rumahnya. Semilir angin membawakan kedamaian jiwa dan raganya.
Tidak bisa dibohongi, bahwa gadis itu masih saja memikirkan kekasihnya. Tidak tahu menahu tentang siapa sebenarnya Naru, membuatnya sedikit kecewa.
Timbul rasa menyesal kenapa dia harus secepat itu menyukainya. Akhirnya, ketika Nuha dan Naru tidak saling bertemu, Nuha merasa kesepian.
"Gak! Aku gak akan menyesalinya!" Elak Nuha. "Apa aku bodoh ya dengan mudahnya menerima cintanya? Tapi, aku pun udah jatuh cinta kepadanya. Ya ampun, inikah rasa lain dari cinta."
Ayah datang membawa sebendel dokumen. "Nuha, ayah membawa sesuatu buatmu, apa kamu ingin melihatnya?" tanyanya.
"Sketsa?" Nuha langsung tahu apa yang dibawa oleh ayahnya. Ayahnya pun memberikannya kepadanya.
"Banyak banget. Sejak kapan ayah membuat ini? Pasti lama," sahut Nuha seraya melihat-lihat sejenak.
"Tidak juga. Itu hanya sketsa dan gambaran saja. Jadi, bagi ayah itu mudah." Beliau tersenyum.
"Ayah memang hebat sekali. Imajinasi ayah benar-benar hidup. Aku kagum sama ayah."
"Kalo gitu, itu buat kamu Nuha. Ayah ingin kamu mewarnainya sesukamu dan menjaganya dengan baik."
Nuha mengambil selembar dan menunjukkannya kepada langit. "Uwaaa...," ucapnya senang. Meski tidak ada keajaiban yang muncul, tapi gambar itu bersinar tembus pandang dengan cahaya yang meneranginya.
Nuha merasa seakan bisa masuk ke dalam gambar tersebut, terhanyut dalam keindahan imajinasi ayahnya. "Baik, ayah. Aku akan mewarnainya dengan warna-warna indah yang akan membuat ayah menjadi kagum," tuturnya.
"Tapi, sebelum itu. Apa kamu masih mau bercerita dengan ayah, Nuha?"
"Cerita? Cerita dongeng?"
"Iya. Gimana?"
"Boleh, kalo ayah mau. Aku jadi ingat, Ayah udah menghentikannya ketika aku lulus SD. Ketika aku SMP, ayah udah gak mau menceritakan dongeng itu kepadaku yang alasannya karena aku udah besar. Jadi, ya udah. Aku nurut aja."
Ayah tertawa ramah dengan memejamkan matanya. "Hahaha. Ya, ayah pikir kamu sudah terlalu besar untuk dongeng-dongeng itu. Tapi, melihatmu sekarang, mungkin cerita-cerita itu bisa membawa sedikit keceriaan," lanjutnya.
Nuha tersenyum lembut. "Aku senang mendengar dongeng ayah lagi."
Ayahnya duduk di sebelah Nuha, memandang langit yang mulai berubah warna senja. "Baiklah, mari kita mulai. Dulu, di sebuah negeri yang jauh, ada seorang putri yang memiliki hati seputih salju dan keberanian sekuat singa. Dia hidup di sebuah kerajaan yang damai, tetapi tiba-tiba sebuah kutukan jahat menimpa kerajaan itu..."
Nuha mendengarkan dengan seksama, matanya berkilat-kilat penuh antusias. Suara ayahnya yang dalam dan penuh penghayatan membuatnya terhanyut dalam cerita. Setiap kata yang keluar dari mulut ayahnya seperti melukis gambaran yang hidup di dalam benaknya, menghidupkan kembali kenangan masa kecil yang penuh keajaiban.
"...dan akhirnya, dengan keberanian dan ketulusan hatinya, sang putri berhasil mematahkan kutukan itu. Kerajaan kembali damai, dan putri itu dikenal sebagai pahlawan di seluruh negeri."
Nuha menarik napas panjang, merasa tenang dan nyaman setelah mendengar cerita itu. "Aahh... cerita dongeng memang sangat menyenangkan. Dongeng itu sangat indah."
Ayahnya tersenyum dan mengelus kepala Nuha. "Kamu tahu, Nuha, dalam setiap cerita selalu ada pelajaran. Apa yang kamu ambil akan menentukan langkahmu di masa depan. Kira-kira, kamu ingin mengambil pelajaran dibagian apa?"
"Memangnya, aku boleh memilih?"
"Tentu saja."
"Bahkan yang jelek-jelek?" Nuha memandang ayahnya dengan mata yang berbinar. Nuha ingin mengungkapkan pendapatnya dari sudut pandang yang berbeda, yang selama ini dia selalu memilih hal-hal yang berkaitan dengan kebaikan dan kebahagiaan.
Ayahnya jadi sedikit kikuk, "Bo- boleh saja. Kamu adalah putri kecil ayah yang kuat dan berani. Jangan pernah ragu untuk mengejar mimpimu dan menghadapi tantangan. Ayah akan percaya kepadamu, jadi apa pendapatmu dari sudut pandang negatifmu itu?"
Nuha sejenak terdiam untuk memikirkannya, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk menjelaskan perasaannya.
"Ayah," Nuha memulai dengan hati-hati, "selama ini, aku selalu melihat dongeng dari sisi yang indah, di mana kebaikan selalu menang dan semua orang bahagia pada akhirnya. Tapi, kadang-kadang aku merasa seperti gak ada yang sesederhana itu dalam kehidupan nyata."
Ayahnya mendengarkan dengan seksama, mengangguk perlahan, memberi ruang bagi Nuha untuk melanjutkan.
"Seperti sekarang ini," lanjut Nuha, "aku merasa begitu banyak hal yang tidak bisa aku pahami. Aku menyukai Naru, tapi aku merasa ada banyak hal tentang dia yang aku gak tahu. Aku merasa bingung dan terkadang, marah."
"Naru? Aaa... si Pangeran Cinderella itu ya?" Ayah sedikit menjahili Nuha.
"Ayah!" Nuha langsung tersipu.
"Iya, lanjutkan Nuha."
Nuha menghela napas, lalu melanjutkan, "Mungkin, dari cerita-cerita yang ayah ceritakan, aku bisa belajar bahwa gak semua hal harus selalu indah untuk memiliki makna. Kadang, hal-hal buruk terjadi, dan kita harus belajar menerima dan menghadapinya."
Ayahnya tersenyum, bangga melihat putrinya yang mulai tumbuh dewasa dan bijaksana. "Kamu benar, Nuha. Dalam setiap cerita, baik itu indah atau penuh tantangan, selalu ada pelajaran yang bisa kita ambil. Kehidupan nyata sering kali lebih rumit dari dongeng, tapi justru di sanalah kita bisa menemukan kekuatan dan keberanian kita sendiri."
Namun, ada hal lain yang juga ingin ia ungkapkan. Nuha ragu sejenak, tapi ia tahu bahwa ayahnya pun tahu, beliau adalah orang yang paling bisa ia percayai. "Ayah, ada satu hal lagi yang ingin aku ceritakan. Sesuatu yang sangat berat untuk aku bicarakan."
"Deg!" Jantung ayahnya seakan berhenti sejenak. Beliau tau, pembicaraan itu akan mengarah kemana. "Apa itu, Nuha? Ayah akan selalu siap mendengarkanmu."
"Ini tentang, kutukan aku. Kutukan yang menempel pada diriku ini selalu membuatku merasa sangat marah dan takut. Aku juga bisa merasakan sesuatu dalam diriku yang sulit aku kendalikan. Rasanya seperti ada alam bawah sadar yang menguasai diriku, dan aku gak tahu bagaimana cara mengendalikannya. Seperti putri dalam cerita ayah yang harus menghadapi kutukan jahat itu. Aku ingin belajar melihat sisi lain darinya, sisi yang gak selalu indah tapi juga memberikan pelajaran penting."
Ayah mencoba tetap tenang. "Nuha, apa yang kamu rasakan mungkin sangat menakutkan. Tapi, kamu tidak sendirian. Ayah di sini untuk membantumu. Kita akan mencari cara untuk memahami dan mengendalikan perasaan itu bersama-sama."
"Terima kasih, ayah. Aku hanya ingin merasa normal dan tidak membahayakan orang lain. Kadang, aku merasa sangat takut dengan apa yang bisa terjadi."
Ayahnya mengelus kepala Nuha dengan lembut. "Justru, ayahlah yang berterimakasih kepadamu. Kamu anak yang kuat dan bisa menghadapi semua ini dengan sangat bijak. Maafkan ayah ya kalo cerita dari ayah ada yang membuatmu sedih."
Nuha menggeleng.
"Kita akan melewati ini bersama. Ayah yakin, dengan keberanian dan cinta, kamu bisa menghadapi apa pun yang datang. Kutukan atau tidak, kamu adalah putri kecil ayah yang kuat dan berani. Ayah akan membantumu untuk mematahkannya."
Meski ada banyak hal yang belum Nuha pahami, ia tahu bahwa dengan keberanian dan cinta, ia bisa menghadapi apa pun yang datang. Seperti apa yang ayahnya katakan.
masih panjang kak perjalanannya ✍✍