Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Deandra
Bu Nani menarik napasnya dalam-dalam saat bobotnya dia jatuhkan di sofa, duduk berhadapan dengan tuan besarnya. Kemudian mulailah dia bercerita apa yang dia lihat saat sempat keluar dari kamar mandi, namun memilih untuk masuk dan mengintip dari celah kamar mandi.
Papa Ricardo menyugarkan rambut yang mulai memutih itu, dan terdengar napasnya begitu kasar saat berhembus.
“Tuan, ini ada rekaman yang sempat saya ambil secara sembunyi-sembunyi,” kata Bu Nani, dia menyodorkan ponsel miliknya, lalu pria paruh baya itu terlihat diam dan mengamati cuplikan video beberapa detik itu, di mana Mama Daisy meletakkan bantal di atas wajah Deandra.
“Tuan, sepertinya Ibu dari Nyonya Poppy ingin menghilangkan nyawa Deandra,” ucap Bu Nani, dia memiliki asumsi seperti itu.
Papa Ricardo mengirim video tersebut ke ponsel miliknya, lalu dikembalikannya ke Bu Nani.
“Untuk saat ini saya minta kamu pura-pura tidak tahu kejadian itu saat kamu bertemu dengan Bu Daisy. Dan tetap simpan video, untuk jaga-jaga,” pinta Papa Ricardo. Lantas pria paruh baya itu menghubungi beberapa orang untuk menjaga Deandra selama di rumah sakit, serta mengawasi Mama Daisy.
...----------------...
Keesokan hari ...
Dokter Leo ditemani psikiater memeriksa keadaan Deandra, baik dari kesehatan mental begitu juga secara fisik. Wanita itu lebih banyak berdiam, tatapannya begitu sayu seraya tidak ada semangat dalam hidupnya.
Beberapa kali Psikiater berusaha mengajak berdiskusi agar Deandra mau membuka dirinya, namun sepertinya sia-sia saja, dia lebih banyak menutup dirinya, jawabnya pun seadanya saja. Namun, paling tidak sekarang Deandra sudah bisa mengontrol emosinya.
“Dokter Leo, aku ingin menyerahkan diri ke pihak berwajib. Aku sudah dua kali melakukan kejahatan, aku harus bertanggungjawab,” pinta Deandra, suaranya begitu lemah, sembari dia menatap pria paruh baya yang ada di samping Dokter Leo.
“Tuan Besar, aku benar-benar minta maaf ... aku telah berbuat kesalahan kembali,” ucap Deandra pada Papa Ricardo yang kebetulan ada di dalam kamarnya.
Dokter Leo berusaha untuk menyelami perasaan Deandra saat ini yang terlihat putus asa, dan selalu meminta pada Papa Ricardo untuk melaporkan kejadian kemarin, namun belum dilakukan juga oleh mertuanya.
“Dea, bisa tidak jangan panggil Tuan, saya adalah mertua kamu, panggil saya Papa,” pinta Papa Ricardo dengan lembutnya.
Deandra yang semula menundukkan kepalanya, diangkatlah pelan-pelan dan menatap pria paruh baya itu dengan tatapan sayunya. Papa Ricardo mengulum senyum tipis, lalu tangannya terangkat menyentuh tangan Deandra. “Maafkan keluarga Papa, yang terlalu banyak menyakitimu, dan tidak menyambutmu dengan baik mulai dari mama dan Aidan,” tutur Papa Ricardo dengan tatapan hangatnya, menunjukkan jika dia berbeda, dan menerima kehadiran menantu keduanya.
Deandra, menantu kedua yang memiliki paras sangat cantik tapi tidak secantik nasib yang dialaminya. Dia mendesah dan menatap pria yang wajahnya sangat mirip dengan Aidan, sebenarnya dihati kecilnya mulai bertanya-tanya kenapa Papa Ricardo sangat berbeda sikapnya dengannya, pasti ada maunya pikirnya.
“Tuan, maaf kalau aku agak curiga dengan kebaikan Tuan—,”
“Panggil Papa, bukan Tuan,” sela Papa Ricardo.
Lidah Deandra tidak nyaman rasanya untuk memanggil papa mertuanya ‘Papa'. “Mmm ... P-Papa sebenarnya apa yang Papa inginkan dariku? Cucu lagi kah?” Deandra to the point.
Papa Ricardo langsung melirik Dokter Leo yang duduk di sampingnya, kemudian kembali menatap Deandra yang masih berbaring di atas ranjang.
“Dari awal Papa memang menginginkan pernikahan kamu dengan Aidan membuahkan keturunan, tapi ada satu hal yang harus kamu ketahui mengenai kakakmu Poppy,” ucap Papa Ricardo.
Dokter Leo menarik map yang sempat dia bawa kemudian membukanya, lalu memberikannya pada Deandra untuk dibacanya. “Poppy selain kehilangan anak dalam kandungan, rahimnya turut rusak, dan kemungkinan untuk bisa mengandung kecil harapannya atau bisa dikatakan tidak bisa hamil,” kata Dokter Leo menjelaskannya.
Kedua tangan Deandra gemetar mendengarnya dan sembari membaca hasil medis Poppy dengan keterangan yang dijelaskan oleh Dokter Leo.
Hatinya bagaikan dihimpit dengan batu besar, kenyataan apalagi yang kini harus dia hadapi, pergolakan hatinya kembali lagi saling bersahutan.
“Aidan tidak tahu kondisi Poppy yang ini, dan tidak mungkin Papa memberitahukannya padanya, supaya dia tidak tambah membencimu. Tapi denganmu Papa memberitahukannya, dengan harapan kamu mau mengandung anak Aidan, karena kamu juga istrinya Aidan, sedangkan Poppy sudah bisa dipastikan tidak bisa memberikan keturunan.” Terjeda sejenak, Papa Ricardo menarik napasnya sejenak.
“Dan bukan maksud Papa memanfaat kondisimu saat ini, jika memang ingin bertanggung jawab atas tindakanmu kemarin, Papa minta kabulkan permintaan Papa, dan kamu tidak perlu melaporkan diri ke polisi,” pinta Papa Ricardo.
Deandra bergeming, kepalanya tertunduk dan menatap kertas laporan medis kakak angkatnya, sungguh ini amat menyesakkan jika Poppy tahu akan hal ini, batinnya pun merutuki dirinya sendiri, beban kesalahan bertambah lagi untuk dirinya. Apalagi sampai Poppy tidak bisa memiliki anak lagi, hancurlah hati Deandra. Dia masih teringat bagaimana bahagianya Poppy setelah hampir lima tahun akhirnya dirinya dinyatakan hamil, semua keluarga bahagia. Jadi ini sebenarnya karma untuk siapakah? Poppy kah atau Deandra?
Buliran bening tanpa aba-aba meluncur dari ujung ekor Deandra, dan menetes di atas kertas yang dia pegang. “Ya Allah, apa yang harus aku lakukan, haruskah aku melakukannya.”
Papa Ricardo sabar menunggu reaksi dari menantunya, dan tidak kembali menekannya, namun hatinya sangat berharap menantunya mengabulkan keinginannya.
Dokter Leo bangkit dari duduknya dan mengambil segelas air putih, lalu memberikannya buat Deandra yang masih menangis dalam diamnya.
“Diminum dulu, Dea,” pinta Dokter Leo. Deandra meraih gelas itu dengan kedua netranya yang basah, kemudian meneguknya sampai tandas. Dirasa agak tenangan, Deandra baru berkata. “Jika aku mengabulkan permintaan Papa, bolehkah aku minta sesuatu juga dan aku minta Papa mengabulkannya juga?” tanya Deandra menatap pria paruh baya itu.
“Permintaan apa?”
“Aku ingin ada pernyataan hitam di atas putih, jika aku bisa hamil dan melahirkan anak Aidan. Maka setelah melahirkan, aku ingin bercerai dengan Aidan sesuai ucapan Papa saat di ruang makan. Dan aku tidak ingin hamil dengan cara berhubungan suami istri, cukup lewat inseminasi atau program bayi tabung. Ini yang sementara aku pinta, untuk selanjutnya akan aku beritahukan,” imbuh Deandra, sembari menguatkan dirinya atas keputusan yang dia ambil.
“Sebenarnya Papa tidak berharap kamu bercerai dengan Aidan, tapi apa boleh buat. Tapi semoga saja seiringan berjalan keputusan ini tidak terealisasi,” batin Papa Ricardo.
Pria paruh baya itu menatap menantunya kemudian dia mengangguk kepalanya. “Baiklah nanti Papa akan minta pengacara untuk membuat suratnya. Berarti kamu mau mengabulkan permintaan Papa?”
“Ya, cepatlah lakukan Pah, sebelum aku berubah pikiran,” jawab Deandra sedikit memerintah mertuanya.
Papa Ricardo sedikit bernapas lega mendengar keputusan Deandra, dan untuk selanjutnya dia akan mencari waktu untuk membongkar kejahatan besannya itu.
Sedangkan Dokter Leo yang masih terpesona dengan Deandra, hati kecilnya berharap bisa menjalin hubungan dengan calon jandanya Aidan, paling tidak diawali dengan pertemanan dulu.
Sementara itu dikamar sebelah, Aidan terlihat gelisah di atas ranjang. “Kapan saya bisa menjenguk Deandra, Lucky?” tanya Aidan dengan suara meningginya.
“Sabar Tuan, kita tunggu kabar dari Dokter Leo dulu,” jawab Lucky yang juga menunggu kabar dari Dokter Leo.
Aidan berdecak kesal dan menatap tajam ke arah pintu, sejak dari semalam dia ingin ke kamar sebelah, tapi sudah dilarang oleh Dokter Leo dan papanya sendiri, walau alasannya sangat jelas jika kondisi Deandra masih terguncang karena kejadian kemarin, jika mereka bertemu kembali dalam waktu dekat yang ada pertengkaran kembali yang akan terjadi.
“Sampai jam berapa aku bisa menemuinya Lucky! Coba kamu tanyakan dengan Leo sekarang juga!" teriak Aidan sudah tidak sabar menunggu, rasanya dia ingin sekali menjebol dinding pemisahan kamar mereka berdua. Aidan udah mulai rindu ya sama Deandra kah?
Lucky bangkit dari duduknya, lalu berikan menuju pintu, dan kebetulan sekali Papa Ricardo masuk ke dalam bersama Elena yang baru saja tiba.
bersambung ...
YUUK DILIKE YUUK
Makasih buat Kakak Readers yang selalu meninggalkan jejak jempolnnya dan VOTE nya. Lope Lope sekebon 🍊🍊🍊🍊