Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berebut Ayam Panggang
Resi Sampar Angin menghela nafas berat mendengar pernyataan keras dari murid nya. Sekalipun ia mengajarkan murid nya itu untuk selalu berbuat kebajikan dan menolong sesama manusia, akan tetapi kekejaman yang dialami oleh keluarga Panji Rawit benar-benar sudah di luar batas kemanusiaan. Bagaimanapun juga, orang-orang itulah yang memaksa Panji Rawit untuk berbuat sedemikian rupa.
Setelah Panji Rawit menyarungkan kembali keris pusaka di tangannya, Resi Sampar Angin bergegas mendekati muridnya itu. Gitarja anaknya yang juga merupakan adik seperguruan Panji Rawit di Padepokan Widarakandang pun ikut mendekati sang pemuda tampan.
"Rawit, keris pusaka di tangan mu ini adalah pusaka yang sedang diburu oleh para pendekar dunia persilatan. Namanya adalah Keris Pulanggeni. Kau harus hati-hati dalam menjaga nya dan jangan sampai kau biarkan orang jahat menguasainya.
Setelah ini kemana tujuan mu? ", mata Resi Sampar Angin tajam menatap ke arah sang murid.
" Sebelum kejadian ini, sebenarnya murid ingin melanglang buana dengan menebar kebajikan seperti yang guru ajarkan sebagai wujud dharma bhakti atas ajaran yang guru berikan. Akan tetapi, setelah pembantaian keluarga ku, murid ingin menuntut keadilan atas apa yang sudah menimpa sanak keluarga ku lebih dulu Guru..
Setelah itu, murid akan mencari siapa sebenarnya orang tua kandung murid yang telah tega membuang murid di tepi Sungai Wulayu. Murid ingin tahu apa sebenarnya tujuan dari hal itu..", ucap Panji Rawit sambil membenamkan keris pusaka ke balik sabuk yang ada pinggangnya.
"Haeeehhhhh.... Balas dendam memang tidak baik, Rawit. Tapi Guru juga tidak bisa menyalahkan mu untuk masalah ini karena perbuatan orang-orang Padepokan Pandan Alas memang sudah melampaui batas kewajaran untuk dunia kependekaran.
Untuk menyamarkan diri, sering-sering lah menggunakan Ajian Malih Rupa agar tidak seorang pun bisa mengenali mu dengan mudah. Itu adalah cara tercepat untuk bersembunyi jika kau sedang dalam bahaya.
Tetapi sekalipun kau sudah bertemu dengan dalang dari pembunuhan orang tua angkat mu ini, kau juga harus mengukur kemampuan mu sendiri, apakah mampu bersaing dengan nya atau tidak? Jangan mengedepankan emosi sesaat tapi berujung petaka pada diri sendiri. Ingatlah, seorang lelaki tidak akan pernah terlambat untuk membalas dendam meskipun sudah 10 tahun berlalu.. ", nasehat Resi Sampar Angin seraya mengelus jambang putihnya.
" Murid mengerti guru..
Dari sini kita berpisah. Mohon doa restu dari guru semoga apa yang murid harapkan bisa terwujud", ucap Panji Rawit sambil menghormat pada guru Padepokan Widarakandang itu.
"Berangkatlah, murid ku..
Aku berdoa kepada Hyang Akarya Jagad semoga kau selalu dalam lindungan Nya", Resi Sampar Angin mengangkat tangannya sebagai doa restu dari nya. Panji Rawit langsung melangkah ke arah utara, dimana Padepokan Pandan Alas berada.
Gitarja segera mendekati Resi Sampar Angin yang terus menatap Panji Rawit yang semakin menjauh dari pandangan.
"Apa Kakang Panji Rawit akan baik-baik saja, Romo? Dia sedang dalam bara api dendam sekarang ini. Jujur saja, aku mengkhawatirkan keselamatan nya", tutur Gitarja perlahan.
Hehehehe...
Resi Sampar Angin terkekeh kecil mendengar ucapan putri nya itu. Makna dari tawa ini hanya dia saja yang tahu.
*****
Mentari mulai menyingsing di ufuk timur, mengusir kegelapan malam yang sempat menguasai seisi bumi. Menggantikan dingin malam dengan cahaya terang yang hangat, membuatnya menjadi penanda hari yang baru.
Suara kokok ayam jantan yang semula begitu keras berangsur-angsur menghilang seiring dengan cahaya mentari pagi yang semakin terang. Berbarengan dengan itu, suara lesung yang ditumbuk dengan alu mulai terdengar dari perkampungan yang ada di utara Gunung Lawu. Cericit burung kutilang mulai bersahutan dengan suara burung-burung kecil di dahan pohon angsana.
Panji Rawit menggeliat dari tempat tidur nya, sebuah ranjang dari tatanan pohon bambu utuh yang digunakan sebagai gubuk oleh para peladang di kaki utara Gunung Lawu. Setelah meninggalkan Wanua Jonggring, Panji Rawit memang terus berjalan kaki ke arah utara, menyusuri hutan lebat yang ada di kaki timur gunung yang konon merupakan gunung dewa itu. Senja kemarin, dia yang baru keluar dari hutan terpaksa harus bermalam di gubuk milik peladang karena tidak juga melihat pemukiman penduduk di sekitar tempat itu.
Melihat sisa daging ayam hutan yang kemarin dia buru masih tersisa, Panji Rawit segera menghidupkan kembali api unggun yang sudah hampir mati karena kehabisan bahan. Api dengan cepat membesar hingga memanggang daging ayam hutan itu. Cukuplah untuk mengisi perutnya sebagai tenaga agar bisa meneruskan perjalanan.
Sembari menunggu ayam hutan panggang nya matang, Panji Rawit mencuci mukanya di sebuah mata air kecil dekat gubuk. Rasanya cukup menyegarkan wajah tampan nya.
Rupa-rupanya bau ayam hutan panggang itu menarik perhatian seorang gadis muda dengan pakaian pendekar yang kebetulan juga sedang melewati tempat itu. Dia segera bergerak ke arah sumber aroma lezat itu dan melihat sebuah gubuk tanpa penghuni akan tetapi ada seekor ayam hutan yang sedang di panggang pada api unggun di sampingnya. Air liur gadis muda itu hampir saja menetes saking terpesona dengan aroma enak yang menusuk hidung.
Melihat tidak ada orang yang terlihat di sekitar gubuk, gadis berkemben coklat dengan hiasan batik bermotif bunga bakung itu celingukan kesana kemari. Setelah dirasa aman, dia langsung melesat cepat ke arah ayam hutan panggang yang telah matang. Satu kali sambaran, ayam hutan panggang yang masih mengepulkan uap panas itu sudah ada di tangan. Akan tetapi, saat gadis cantik yang mengenakan tusuk konde dari perak berbentuk bunga cempaka itu hendak memakannya, tiba-tiba..
Shhhheeeeeeeeeeeeppppp!!
Lengan kanan gadis muda itu dicekal oleh seseorang. Saat gadis itu cukup terkejut dan segera menoleh ke empunya tangan.
"Mau mencuri ayam hutan panggang ku? Tak semudah itu... ", ucap si pemuda tampan berpakaian biru gelap tanpa lengan baju yang tak lain adalah Panji Rawit.
Secepat kilat tangan kiri Panji Rawit merebut tusuk ayam hutan panggang itu. Kecepatan nya benar-benar luar biasa karena si gadis muda itu baru menyadari bahwa ayam hutan panggang itu telah pindah tangan saat ia melihatnya.
Dan pertarungan sengit memperebutkan ayam hutan panggang itu pun segera terjadi. Dengan penuh nafsu, si gadis muda berwajah bulat telur itu memburu pergerakan Panji Rawit. Akan tetapi, sekeras apapun usahanya nyatanya itu tidak membuahkan hasil sama sekali. Malahan dia berulang kali hampir saja terjungkal karena serangan serangan nya dengan mudah dihindari oleh Panji Rawit.
Whhhuuuuuuuggghh whhhuuuuuuuggghh!
Dhhhaaaaaaaaaassss..!!!
Si gadis berkemben coklat terhuyung-huyung mundur setelah pukulan nya di papak telapak tangan kanan Panji Rawit. Setelah berhasil memperoleh pijakan yang pas, dia cepat memutar tubuh nya sambil melemparkan dua buah senjata rahasia berbentuk tusuk konde berwarna perak ke arah sang lawan.
Shhhrrrrriiiiiinnnnggg shhhrrrrriiiiiinnnnggg!!!
Dengan cekatan, Panji Rawit menangkap lemparan dua senjata rahasia itu dengan menjepit nya pada jari jemari tangan kanan nya. Dengan senyum penuh kemenangan, dia menjatuhkan senjata rahasia itu ke sampingnya. Hal ini membuat gadis muda itu meradang murka.
"Rupa-rupanya kau berilmu tinggi juga! Aku tidak akan main-main lagi.. ", teriak gadis itu sambil mencabut pedang yang ada di pinggangnya. Setelah itu, dia menerjang maju ke arah Panji Rawit sembari mengayunkan pedang.
Shhhrrreeeeeeeettttt!!
Dengan gesit Panji Rawit berkelit menghindari sembari memutar tubuh. Lalu dengan cepat ia menyarangkan siku kanan nya ke rusuk kanan gadis muda itu.
Dhhhaaaaaaaaaassss..
Aaaaaaaaaaaaaaaaarrrrgghhhhh!!
Gadis muda itu meraung keras. Saking sakitnya sikutan Panji Rawit, pedang di tangannya lepas. Saat itulah Panji Rawit membetot paha ayam hutan panggang nya dan menjejali mulut si gadis muda yang terbuka. Gadis itu terhuyung-huyung mundur namun ia murka karena merasa terhina dan hendak bergerak kembali menyerang. Akan tetapi Panji Rawit segera menggerakkan tangannya ke depan sebagai isyarat untuk berhenti.
"Sudah cukup!! Aku tidak mau main-main lagi!..
Ayam hutan panggang ini milik ku. Kau sudah ku bagi. Jangan macam-macam lagi jika tidak ingin aku bertindak tegas", ucap Panji Rawit segera.
Sang gadis muda mendengus kesal. Akan tetapi dalam hatinya ia mengakui bahwa Panji Rawit memang lebih unggul dalam kepandaian ilmu beladiri. Andaikan pemuda tampan itu mau serius bertarung, sudah dari tadi ia dikalahkan.
"Baik, aku setuju. Tapi satu potong paha ayam hutan panggang ini terlalu kecil, belum cukup mengisi perut ku. Tambah lagi sedikit.. ", pinta gadis muda itu sedikit memaksa.
" Dasar perut gentong. Ini..!! "
Panji Rawit merobek separuh ayam hutan panggang nya dan melemparkan nya ke arah gadis muda itu. Dengan cekatan, gadis muda itu segera menangkapnya dan memakan dengan lahap.
'Gadis ini benar-benar rakus. Sepertinya ia sudah kelaparan', batin Panji Rawit sembari mengunyah daging ayam hutan panggang bagiannya.
"Wah puasnya... ", ungkap gadis muda itu setelah selesai menyantap daging ayam hutan panggang nya seraya melemparkan tulang ke tanah. Dia segera mendekati Panji Rawit yang masih menikmati bagiannya dengan perlahan.
" Terimakasih atas makanannya, Kisanak. Aku Pramodawardhani. Siapa nama mu?", ucap gadis cantik itu sembari mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
Panji Rawit yang sedikit heran melihat perubahan sikap Pramodawardhani, tak segera menjawab tapi malah memperhatikan gadis itu lekat-lekat seolah sedang menyelidiki apa maunya. Dengan enggan dia menjawab tanpa mengulurkan tangannya,
"Nama ku Rawit. Panji Rawit... "
eh lha kok justru nyawa mereka sendiri yang tercabut 😆
modyar dengan express dan success 😀
bisa membuat tanah terbelah...keren! 👍
Ajian Malih Butha tak ada gregetnya di hadapan Lokapala 😄
up teruus kang ebeezz..🤗🤗
tuh kan bnr iblis pencabut nyawa cmn skdr nama.
nyatanya nyawa mreka sndiri yg di cabut