NovelToon NovelToon
Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Konflik etika / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:10.4k
Nilai: 5
Nama Author: Rurri

Mengejar mimpi, mencari kebahagiaan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, Raka harus menghadapi keadaan pahit atas dosa-dosa sosialnya, juga konflik kehidupan yang tak berkesudahan.

Meski ada luka dalam duka, ia harus tetap bersabar. Demi bertemu kemanfaatan juga kebahagiaannya yang jauh lebih besar dan panjang.

Raka rela mengulang kembali mimpi-mimpinya. Walaupun jalan yang akan dilaluinya semakin terjal. Mungkinkah semesta akan mengamini harapannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rurri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berlayar

Angin meniup kencang, ombak semakin meninggi bergulung-gulung. Juru tinjau segera menutup jendela serta pintu rapat-rapat. Kapal terus melaju memecah ombak, air laut menyembur keseluruh badan kapal yang panjang. Kapal timbul-tenggelam di tengah ganasnya ombak yang menggila. Di geladak, dua orang Juru tinjau masih berjaga-jaga, di sisi kanan dan di sisi kiri. Di dalam anjungan, suara radio terus berdesis menanyakan posisi koordinat pada Juru mudi yang memegang kuat roda kemudi. Sebentar-bentar duduk dan berdiri, memastikan Juru tinjau masih berada di tempatnya masing-masing.

"Bangunkan semua orang, suruh segera bersiap-siap. Kita akan jangkaran di sekitar Pulau Karimun sampai badainya berhenti!" seru Juru mudi seiring melambatkan laju kapalnya.

"Siap Pak," pekik Arman selaku wakil motoris sekaligus Juru tinjau yang sedari tadi berdiri di sisi kiri kapal.

Mang Usup yang bertugas sebagai motoris kapal, juga Juru tinjau yang sedang berdiri di sisi kanan kapal, buru-buru, ia masuk ke dalam ruang kamar mesin, memeriksa mesin induk, mengontrol oil, air dan panbel yang rawan putus terkena guncangan ombak.

Sudah menjadi rahasia umum di dunia kelautan kita, ratusan bahkan ribuan kapal yang berlayar di laut jawa, rata-rata didominasi oleh kapal bekas, hanya nampak luarnya saja yang baru.

Di atas geladak utama, angin kencang mengacak-acak rambut. Bulan tertutup awan hitam, jarak pandang hanya beberapa langkah di bawah lampu kapal. Meski tak dapat melihat sesuatu apapun dari luar kapal, tapi kami masih bisa mendengar suara deru ombak yang pecah susul-menyusul, tak berirama. Ombak tak henti memukul-mukul dinding kapal. Cipratan ombak yang terbawa oleh angin menerpa wajah, menempel di kulit. Aroma asin laut begitu terasa. Kami, para ABK, anak buah kapal berkumpul di haluan kapal sesuai intruksi.

Dua orang naik ke atas haluan, membantu Arman melepas tali yang mengikat pada ujung jangkar. Beberapa orang lainnya menyiapkan tali jangkar agar tidak menghambat jangkar saat dijatuhkan ke laut. Jangkar yang berbobot belasan ton dijatuhkan begitu saja menggunakan tenaga manual. Tali-tali besar mengikuti jatuhnya jangkar, bergerak sangat cepat menyelam hingga ke dasar.

Malam ini, kami menyandarkan kapal di pinggir Pulau Karimun Jawa, setelah seharian menerjang ombak. Kami beristirahat, menunggu badai berhenti.

Dari kejauhan, nampak ratusan lampu kapal menyala seperti kunang-kunang yang menghiasi padang rumput ilalang. Sunyi, hanya deru ombak yang bernyanyi. Aku yakin, hari esok pasti akan kembali seiring terbitnya matahari.

"Sol ... ," pekik Juru mudi.

Seluruh ABK berhamburan keluar, menempatkan diri pada posisinya masing-masing.

Arman melepas tuas propeller. "NYALAKAN MESIN GARDAN ... ," teriak Arman pada Mang Usup yang berada di dalam ruang kamar mesin.

Arman berteriak berkali-kali agar bisa didengar oleh Mang Usup, karena di dalam kamar mesin, suara mesin kapal sangat keras dan berisik. Barangkali mungkin, ini alasan kenapa rata-rata para pelaut mempunyai nada bicara tinggi ketika berbicara dengan lawan bicaranya.

"Kajuuu ... ." Nada Juru mudi melengking, melambung di langit-langit kapal.

Salah satu ABK langsung sigap naik ke bagian atas haluan kapal. Ia dengan menggunakan tangannya, memberikan isyarat pada Juru mudi, supaya tali jangkar yang berada di dalam air tidak tersangkut pada propeller, semacam roda kipas penggerak kapal.

Arman berlari ke depan gardan, melilitkan ujung tali jangkar pada roda gardan. ABK yang lain bersiap-siap merapikan tali jangkar yang akan dinaikkan. Sedetik saja kami hilang fokus, bagian tubuh bisa putus terlilit di antara tali-tali besar. Semua orang dituntut kerja cepat saat proses menaikkan jangkar.

Jangkar perlahan diangkat naik ke atas haluan kapal bersamaan dengan naiknya mentari pagi yang merambat pelan dari ufuk timur. Dengan mata telanjang, kami di suguhi keelokan sinar mentari yang membias di permukaan birunya air laut. Burung camar terbang rendah bersama kawanannya di derunya ombak. Menyanyikan puja-puji syukur. Dari kejauhan pohon-pohon kelapa melambai-lambai bergerak mengikuti hembusan angin di tepi pantai Karimun Jawa.

KM. Bintang Timur dengan ukuran panjang dua puluh lima meter, lebar delapan meter, kembali melaju membelah laut jawa menuju laut Natuna utara. Wilayah pos lintas batas negera yang berdekatan dengan laut Tiongkok selatan dan laut Teluk Thailand timur. Perjalanan dari Pulau Karimun menuju ke laut Natuna membutuhkan waktu tiga hari, tiga malam dengan kecepatan rata-rata empat sampai lima knot.

Sembari menunggu sampai ke tempat tujuan, kami mempersiapkan semua keperluan kerja dan merakit peralatan untuk memancing ikan dan cumi.

"Kamu baru, yah?" tanya Mang Usup sembari mengajarkan cara membuat umpan dari kain yang di jahit rapi membentuk udang.

"Iya, Mang. Ini pengalaman pertamaku," balasku.

"Dulu, Mamang juga sama, waktu pertama kali ikut kerja melaut belum bisa apa-apa." Pandangannya fokus pada jarum yang di tusukan ke kain. "Kamu nggak perlu khawatir, nanti Mamang ajarkan semuanya," cakapnya Mang Usup.

Aku memperhatikan cara kerja tangannya Mang Usup.

"Mamang jadi nelayan pertama kali di umur empat belas tahun, dan -" Mang Usup hendak mendongeng.

"Memangnya dulu nggak sekolah, Mang?" tanyaku, memotong.

"Sekolah!" serunya Mang Usup. "Tapi hanya sampai kelas empat sekolah dasar. Tiga puluh tahun yang lalu, mana ada orang seperti Mamang bisa bersekolah sampai selesai. Sekolah hanya miliknya orang-orang yang berduit banyak," celetuknya Mang Usup, sejalan dengan menusukan jarum ke dalam kain, dan mengunci benang pada ujung kain tersebut.

Aku mendengarkan juga memperhatikan cara kerjanya

"Sekolah, nggak sekolah, sama saja." Sepintas menatapku. "Nyatanya, kamu yang lulusan SMA pun, nggak menjadi apa-apa, kan. Jaman sekarang, sekolah nggak terlalu penting, yang terpenting kita bisa mencari duit yang halal," pungkasnya Mang Usup membenarkan ucapannya sendiri.

Aku bergeming, tak perlu dan tak harus mengomentari tentang pentingnya sekolah pada Mang Usup saat ini. Toh, setidaknya, Mang Usup sudah punya konsep kebaikan yang sudah diaplikasikan setiap harinya.

"Nah, ini sudah jadi." Menyodorkan hasil karyanya. "Coba kamu buat sendiri." Mendesak.

Lama, juga tidak segampang yang aku lihat. "Seperti ini, bagaimana Mang?" tanyaku.

Mang Usup menertawakan.

"Gimana ini, Mang," ucapku.

"Nggak apa-apa. Ini juga tetap akan di makan oleh cumi, asal kamu mau bersabar dan mau belajar dengan yang sudah berpengalaman di sini."

Kapal terus melaju ke arah utara, melewati beberapa pulau yang belum aku kenal. Burung elang berdada putih terbang tinggi mengitari lautan. Suaranya nyaring dan melengking di udara. Nampak di permukaan laut, sekawanan lumba-lumba mengikuti laju kapal kami, dari sisi kapal dan belakang kapal.

Cuaca angin dan ombak berdamai.

Laju kapal kembali pelan, dan berhenti bersandar di sebuah pulau. Selat Karimata, Pulau Datuk. Pulau yang dihuni oleh banyak spesies ular laut. Kebanyakan ular laut hidup di perairan yang kedalamannya kurang dari dua puluh lima meter. Pasalnya mereka harus berburu makanan dengan cara menyelam ke dasar laut yang lebih dangkal di antara terumbu karang. Berbeda dengan ular darat, ular laut terkenal memiliki racun yang paling kuat. Meski ular laut memiliki racun yang kuat, kasus kematian akibat ular laut jarang terjadi. Sebab, ular laut bukanlah jenis reptil yang agresif.

Sekitar tiga jam lebih, kami bersandar di Pulau Datuk, membuka tiang-tiang lewang serta memasang tali lewang kapal. Tiang lewang yang berfungsi untuk penahan jaring, sedangkan talinya berfungsi untuk menarik jaring sampai ke badan kapal saat beroperasi menangkap ikan dan cumi di Laut Natuna.

"Dua hari lagi, kita akan sampai," kata Mang Usup sembari mengikat tali lewang terakhir.

1
sean hayati
Setiap ketikan kata author sangat bagus,2 jempol untuk author ya
Rurri: Selamat menunaikan ibadah membaca kak.. 😊☕
total 1 replies
sean hayati
Saya mampir thour,salam kenal dari saya
sean hayati: terima kasih sudah mau membalas salam saya,saling dukung kita ya
Rurri: salam knl juga kak 😊
total 2 replies
tongky's team
Luar biasa
tongky's team
Lumayan
tongky's team
mantap saya suka kata katanya tentang senja dan sepasang merpati
tongky's team
lanjut seru /Good/
Santi Chyntia
Ceritanya mengalir ringan dan pesan moral nya jg dapet, keren kak/Good//Heart/
Choi Jaeyi
cieeee juga nih wkwkk
Amelia
👍👍👍👍👍👍❤️❤️
Rurri
makasih kak, atas pujiannya 😊

karya² kk juga sama bagus²🌷🌷🌷
Amelia
aku suka sekali cerita nya... seperti air mengalir dan tanpa karekter yg di paksa kan👍👍👍
Jecko
Aku tersentuh/Sob/
Amelia
😚😚😚😘😘😘😘
Amelia
mantap...👍👍👍👍
Amelia
🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
Amelia
wkwkwk...
😅😅
Amelia
hahahaha...🤭🤭
Choi Jaeyi
selalu suka bgt sama kata tiap katanya author😭
Amelia
bagus Thor....👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️
Amelia
memang itu lah realita kehidupan...yg kuat dia yg akan dpt banyak...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!