Mendadak Dinikahi Mafia

Di kediaman keluarga Liew saat makan malam suasana tampak sangat tenang sebelum akhirnya Bella, istri dari Raymond mengutarakan sesuatu yang membuat semua orang menatapnya.

“Ayah, kenapa aku curiga dengan Della. Wanita itu berubah drastis setelah menghilang beberapa waktu. Aku yakin jika dia memiliki rencana dan kebaikannya hanya pura-pura.”

Mario menghentikan aksi makannya dan menatap tajam ke arah sang putri. “Itu bukan urusanmu. Apa pun rencana Della tidak akan berpengaruh untukmu. Daren bisa mengatasinya,” katanya dingin.

“Aku hanya khawatir, Ayah. Bagaimana jika Della merencanakan hal buruk pada Daren?”

Mario membanting sendok dengan kasar. “Daren bisa mengatasi istrinya. Kau tidak perlu mencemaskan keponakanmu. Lebih baik kau pedulikan putramu yang hanya bisa bersenang-senang dan menghabiskan uang.”

“Benar kata Ayah. Kau tidak perlu sibuk mengurus kehidupan Daren. Dia tidak akan membahayakan keluarga ini. Justru keluarga ini bisa saja hancur akibat ulah suami dan putramu yang selalu saja membuat ulah.” Gilbert mencibir suami kakaknya. Meskipun dia tidak menyukai Daren, tapi pria muda itu jelas bisa diandalkan.

“Gilbert!” bentak Raymond tak terima.

“Aku bicara kenyataan. Dari dulu yang bisa kau lakukan hanya membuat masalah. Kau menantu tertua di keluarga ini, tapi kau sama sekali tak berguna. Bisamu hanya membuat masalah dan menghabiskan uang saja. Ayah sudah menghabiskan banyak uang untuk keluargamu, tapi kecerobohanmu membuat semuanya hancur.”

“Lancang kau!” Raymond berdiri, hendak memberi pelajaran pada adik iparnya, tapi Mario melerai.

“Ini yang membuatku muak. Ayah selalu membela Gilbert dan Ethan. Membuatku seperti tak ada harga dirinya di hadapan mereka,” keluh Bella.

Ucapan Bella yang ingin memprovokasi justru berbalik pada dirinya sendiri. Wanita itu benar-benar muak ketika semua orang mengagungkan seorang Ethan, anak bungsu di keluarga Liew yang sukses tanpa embel-embel keluarganya. Sekarang setelah adiknya tiada, masih saja ada penghalang yang bernama Daren.

Seharusnya perusahaan keluarga jatuh ke tangannya sebagai anak tertua, tapi Mario justru menyerahkan perusahaan di bawah pimpinan Daren yang saat itu hanya anak ingusan.

Begitu juga dengan Gilbert yang tak menyukai keputusan sang ayah. Namun, pria itu tak terlalu ambil pusing karena dia memiliki perusahaan sendiri meski tak sebesar milik keluarga.

“Aku dan ibumu tak pernah membedakan kalian. Aku menunaikan kewajiban sebagai orang tua dengan memberi kalian kehidupan dan hak yang sama. Begitu kau menikah dan memiliki pasangan, aku masih membantu suamimu untuk berkembang, tapi nyatanya apa? Kalian berdua sama saja.”

Saat masih muda dulu, Mario memberikan modal untuk ketiga anaknya membuka bisnis. Namun, jiwa muda yang masih membara membuat Bella melupakan apa yang menjadi tujuan. Uang yang dimiliki dia pakai untuk berjudi dan bersenang-senang. Begitu pun setelah menikah. Mario memberikan modal yang tak sedikit pada menantunya, berharap menantunya bisa berkembang dan menduduki posisi yang sama seperti kakak ipar dan adiknya. Namun, berulang kali gagal dan tetap mendapat dukungan, membuat pria itu bertindak seenaknya. Berpikir jika Mario akan terus membantu, tapi sayangnya itu adalah bantuan terakhir hingga membuat perusahaan yang baru seumur jagung bangkrut dan di akuisisi pihak lain.

Jadi, jika Mario sudah membantu mengusahakan yang terbaik untuk mereka, tapi hasilnya tak pernah sesuai. Siapa yang salah?

“Ayah! Aku dan suamiku sudah berusaha,” bantah Bella.

“Usaha menghabiskan uang maksudmu? Jangan kau pikir aku tidak tahu kelakuan kalian berdua.”

“Ayah?”

“Ya, aku tahu semuanya Bella. Kau anak perempuan satu-satunya yang aku dan ibumu miliki. Harapan kami terhadapmu sangat besar, tapi sungguh kau membuat kami kecewa.”

“Apa maksud Ayah? Apa yang tidak aku ketahui?” tanya Gilbert penasaran, tapi sayangnya Mario enggan menjawabnya. Pria itu berlalu begitu saja meninggalkan ruang makan yang kacau.

“Ini semua gara-gara kalian.” Gilbert ikut pergi disusul istrinya yang mengikuti.

“Lihat, Bella. Kita bahkan bagaikan sampah di keluargamu sendiri. Kau anak tertua, tapi kau tak memiliki pengaruh apa pun.” Raymond semakin menyiram bensin pada percikan api yang baru terjadi.

“Diam kau!”

*

“Menjauh dari Daisy. Jangan mendekatinya lagi. Apa kau tidak punya malu? Urat malumu sudah putus? Kau berselingkuh darinya, kemudian sekarang kau ingin kembali padanya. Memang kau pikir Daisy mau menerima barang bekas sepertimu? Dasar brengsek!” cerocos Ghea tanpa henti begitu mantan kekasih Daisy ikut duduk di meja mereka.

“Aku tidak ada urusan denganmu, Ghe!”

“Akan jadi urusanku karena saat ini kau menganggu ketenangan kami. Dulu kau menyakitinya, mengkhianatinya. Sekarang kau bertindak bodoh seolah tak pernah terjadi apa pun. Memalukan!”

“Wanita ini benar-benar kurang ajar!” Pria itu berdiri, menatap tajam ke arah Ghea. Namun, Xelo ikut berdiri dan menjadi pelindung untuk kedua sahabatnya.

“Pria jadi-jadian. Berhenti kalian ikut campur!” Ucapan Patrick seolah menantang sehingga detik setelah pria itu mengatakan kalimat yang menyinggung Xelo, pria gemulai itu langsung mendaratkan kepalan tangannya di rahang Patrick.

Walau terlihat gemulai, tapi fisik dan jiwa Xelo tetaplah seorang pria. Pada akhirnya dua lelaki itu saling pukul dan saling hajar. Keributan di kantin membuat mereka jadi pusat perhatian.

Seorang pria muda lain datang dan melerai mereka. Tak lupa mengucapkan makian untuk keduanya yang membuat kegaduhan.

Patrick pergi begitu saja. Selain karena malu, tidak ada orang yang berada di pihaknya.

“Kau baik-baik saja?” tanya Daisy saat melihat Xelo mengusap sudut bibirnya yang berdarah.

“Dia berhasil memukulku sekali, tapi aku berhasil memukulnya berkali-kali,” kekehnya. “Ini hanya luka kecil.”

Ghea mengantarkan Xelo ke ruang kesehatan. Setelah mengobati luka, mereka kembali ke kelas.

Satu jam kelas usai. Mereka pulang dan saat di parkiran lagi-lagi Patrick menghadang bahkan menarik tangannya.

“Aku tak menyangka kau memilih jadi simpanan pria tua.”

“Apa maksudmu?”

Patrick menunjuk mobil yang biasa dia tumpangi. “Kau selalu diantar oleh mobil mewah. Apalagi jika tidak menjadi simpanan pria kaya. Keluargamu miskin dan mustahil mereka bisa membeli mobil itu.”

Daisy terkekeh sumbang. “Kalau iya memangnya kenapa? Itu bukan urusanmu lagi. Setidaknya pria yang menyimpanku kaya raya dan tampan.”

“Murahan,” hina Patrick. “Ternyata putus denganmu memang yang terbaik. Kau tak lebih dari wanita hina yang menjual kehormatan.”

Plak!

Satu tamparan Daisy hadiahkan pada mulut busuk pria itu.

“Beraninya kau!” Patrick ingin membalas, tapi tangannya dicekal oleh seseorang yang tak lain adalah Raina. “Siapa kau? Jangan ikut campur urusanku!”

Tanpa basa-basi Raina memelintir tangan Patrick hingga pria itu menjerit kesakitan. Perlawanannya sia-sia.

“Berani kau menyentuh nonaku, aku pastikan keberadaanmu akan lenyap dari muka bumi,” bisik Raina.

To Be Continue ....