NovelToon NovelToon
Sebatas Ibu Pengganti?

Sebatas Ibu Pengganti?

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh / Pengganti / Cerai / Penyesalan Suami
Popularitas:8.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: D'wie

Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.

Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.

Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.

"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Pergi

Berdiri di depan ruangan Samudera, seketika Tatiana dilanda kegugupan. Ada rasa penasaran, apakah Samudera akan tetap memberlakukannya dingin seperti sebelumnya dan memintanya segera pulang atau menerima kedatangannya yang tiba-tiba ini.

Tangan Tatiana sudah terangkat. Awalnya ia ingin mengetuk pintu, tapi entah dapat dorongan dari mana, tangannya justru meraih handle pintu dan memutarnya. Dengan perasaan semerawut, Tatiana mendorong pintu itu hingga terbuka lebar.

Jantung Tatiana seketika berpacu dengan begitu kencang. Matanya membulat. Dadanya bergemuruh. Matanya terasa panas, namun telapak tangannya justru terasa sedingin es.

"Tiana," seru Samudera terkejut saat melihat keberadaan Tatiana dengan wajah yang sudah memucat.

Samudera pun lekas mendorong seseorang yang tengah memeluknya. Perempuan itu berdecak, kemudian menoleh ke arah Tatiana. Selarik senyum mengejek terbit di bibir perempuan yang tak lain adalah Triani itu.

"Maaf, Mas, kalau kedatanganku mengganggu!" ucapnya dengan mimik wajah dibuat seolah tidak terjadi apa-apa. Seolah biasa saja. Ditenang-tenangkannya jantungnya yang seakan ingin memberontak keluar. Tak ingin ia tunjukkan ekspresi kekalahannya di hadapan kedua orang yang sudah menghancurkannya itu. "Aku hanya ingin mengantarkan ini," ucapnya sambil mengangkat rantang susun berisi makan siang untuk Samudera. Meskipun Tatiana mencoba bersikap tenang, tapi Samudera bisa merasakan ada getaran di suaranya.

"Tiana, Mas tidak ... "

"Kalau begitu, Tiana pulang dulu ya, Mas. Kasian entar Ana nyariin aku kok tiba-tiba ngilang. Soalnya tadi aku tinggal pas masih tidur," ujarnya masih dengan senyum manis tersungging di bibirnya.

"Kalau begitu, aku pulang dulu, Mas, Mbak," ucapnya lagi sambil mengangguk ke arah kedua orang itu. Lalu Tatiana mengulurkan tangannya pada Samudera. Dengan dada yang bergemuruh kian menjadi-jadi, ia menyalami dan mencium punggung tangan yang mungkin takkan pernah bisa ia sentuh lagi setelah ini.

"Assalamu'alaikum," ucapnya dengan netra yang mulai berkabut.

Tatiana pun segera membalikkan badannya untuk segera berlalu. Ia ingin menyelamatkan hatinya yang terlanjur luluh lantak hingga menjadi serpihan itu. Samudera hendak mengejar Tatiana sebab ia bisa melihat kilat kesakitan dan kekecewaan itu, tapi tangan Triani justru menahannya.

"Kau mau kemana, Kak?"

"Lepas!" sentak Samudera sambil menghempaskan tangan Triani.

"Kak, kenapa kau ... "

Samudera mengangkat telapak tangannya isyarat agar Triani tidak melanjutkan kata-katanya.

Samudera segera membalikkan badannya hendak kembali melanjutkan mengejar Tatiana, namun baru beberapa langkah, seorang perawat memanggilnya.

Samudera berdecak. Lalu dengan wajah dingin ia menatap perawat tersebut. Perawat tersebut sampai bergidik sendiri melihat ekspresi Samudera yang seakan ingin menelannya hidup-hidup.

"Apa?"

"Dokter, kondisi pasien di kamar melati nomor 101 tiba-tiba melemah," lapor perawat tersebut. Pasien tersebut merupakan pasien Samudera. Pasien tersebut sudah berada di rumah sakit tersebut selama hampir satu bulan karena penyakit gagal ginjal yang dihadapinya.

Samudera kini berada di persimpangan jalan, ia bingung mana yang harus ia lakukan terlebih dahulu. Namun mengingat sumpahnya sebagai seorang dokter membuat Samudera harus menekan keinginannya mengejar Tatiana dan lebih memilih melihat keadaan pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Ia pikir ia bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Tatiana sepulangnya dari rumah sakit. Samudera pun segera berlari menuju ruangan tempat pasiennya tersebut mengabaikan keberadaan Triani yang masih berada di ruangannya.

Triani berdecak kesal. Namun decak kesalnya kini berganti menjadi senyuman lebar. Dengan dagu terangkat, Triani pun segera menuju parkiran rumah sakit.

Setibanya di sana, seperti dugaannya, Tatiana masih berada di dalam mobilnya. Tampak Tatiana sedang menangkupkan wajahnya di stir mobil. Dari bahunya yang bergetar, Triani bisa melihat kalau Tatiana sedang menangis. Tak ada rasa iba ataupun perasaan bersalah sedikitpun di benak Triani. Ia justru tersenyum dengan lebar dengan penuh kemenangan.

Tok tok tok

Triani mengetuk kaca mobil membuat Tatiana segera mengangkat kepalanya. Ia pun dengan cepat menyeka air mata yang membasahi pipinya lalu menurunkan kaca mobil.

Triani tersenyum sinis, "menyerahlah karena sampai kapanpun kau takkan pernah bisa memenangkan hati Kak Sam," ucap Triani yang bagai sembilu tepat menghujam di relung hati.

Tatiana akui, apa yang Triani ucapkan itu benar. Bahkan hingga pernikahan mereka menginjak tahun kedua pun, ia tidak bisa meluluhkan hati Samudera sedikitpun.

Tatiana hanya bungkam. Katakanlah ia perempuan lemah yang membalas kata-kata Triani pun tak bisa. Bahkan sampai Triani berlalu dari hadapannya pun, Tatiana tetap dalam kebungkamannya.

Pulang ke rumah, Tatiana memasuki rumah dengan langkah perlahan. Diperhatikannya setiap dinding yang dilalui, dinding itu masih sama seperti dua tahun yang lalu. Apa yang tergantung, apa yang terpajang, semua masih sama. Bahkan tak ada satu foto mendiang Triana yang diturunkan dari dinding yang didominasi warna putih tersebut.

Tiba-tiba Tatiana merasa begitu asing dengan rumah yang ditempatinya selama 2 tahun itu. Tatiana terus berjalan hingga ia sampai di dinding yang sedikit ke arah belakang. Ditatapnya satu bingkai yang menjadi satu-satunya tempat foto pernikahannya dengan Samudera terpajang. Foto itupun digantung atas paksaan ibu mertuanya.

Sebenarnya ibu mertuanya ingin meletakkan foto itu di ruang tamu, menggantikan foto pernikahan Samudera dan Triana, tapi Samudera marah besar. Ia tidak mengizinkan siapapun menurunkan atau mengganti foto-foto mendiang istrinya itu. Ibu Samudera pun akhirnya mengalah dan menggantung foto pernikahan Tatiana dan Samudera di tempat yang hanya terlihat bila ada yang berlalu lalang menuju dapur. Hanya dinding itu yang memiliki ruang untuk menggantung foto.

Tatiana terisak sambil menutup mulutnya. Ia kembali mengingat apa yang Triani katakan tadi.

"Benar apa yang Mbak Triani katakan tadi kalau aku sampai kapanpun takkan mungkin bisa memenangkan hati Mas Samudera. Sepertinya inilah akhir perjuanganku. Maaf Mas, aku memilih menyerah. Aku sudah tak sanggup lagi menahan beban derita ini sendiri. Kau terlalu jauh untuk ku gapai. Dinding yang membentang di antara kita terlalu tinggi dan kokoh untuk ku runtuhkan. Jangankan menggapai, menyentuh hatimu sedikitpun aku tak bisa dan sampai kapanpun takkan mampu. Biarlah ku bawa sebagian dari dirimu. Anggap ini sebagai kenangan terakhir yang kau tinggalkan untukku," ucapnya sambil mengusap perutnya yang masih rata. "Sepertinya benar, cinta memang tak harus memiliki. Sepertinya kau pun bisa menemukan sosok yang kau cintai dari Mbak Triani. Semoga dengan kepergianku, kau bisa menemukan kebahagiaanmu. Aku tak ingin menjadi penghalang kebahagiaanmu, Mas. Biarlah aku yang mengalah. Anggap ini sebagai bukti cintaku padamu," imbuhnya lagi seraya menyeka air mata yang bercucuran di pipi.

Tatiana pun bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ia membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas yang cukup besar. Ia hanya mengambil barang-barang yang diakadkan atas nama dirinya. Setelah memasukkan baju-bajunya ke dalam tas, Tatiana terkekeh miris, bahkan sebagian besar isi lemari itu merupakan barang-barang mendiang Triana. Tatiana tak pernah mengganggu sedikitpun barang-barang tersebut. Ia tak mau melewati batasannya.

Sebelum pergi, Tatiana masuk ke kamar Ariana terlebih dahulu. Ia lantas duduk di tepi tempat tidur dan mengusap puncak kepala anak sambungnya itu dengan sayang.

"Sayang, maafin bunda kalau akhirnya bunda harus pergi. Jaga diri baik-baik ya! Bunda sangat mencintaimu," ucapnya lalu mengecup dahi Ariana dalam dan penuh perasaan.

Setelahnya, Tatiana pun keluar kamar untuk mencari Bi Una yang ternyata baru bangun tidur siang.

"Bik, bisa minta tolong?"

"Oalah mbak, pake minta tolong segala. Bilang aja, Mbak Tiana mau apa, nggak perlu sungkan-sungkan gitu lho," ujar Mbok Una seraya tersenyum.

"Ini, bik, tolong setrikain kemeja ini ya. Ini kemeja kesayangan Mas Sam soalnya. Entar dia ngomel liat kemejanya kok kusut banget kayak gini," ujar Tatiana seraya menyerahkan sebuah kemeja yang memang tampak kusut.

Sebenarnya Tatiana melakukan itu hanya untuk pengalihan saja sebab ia akan pergi dari rumah itu secara diam-diam. Ia tak ingin terlalu banyak bicara ataupun penjelasan alasan ia pergi. Bik Una pun menerima kemeja tersebut. Sebenarnya bik Una sudah merasakan firasat yang aneh setelah menatap wajah Tatiana. Apalagi mata Tatiana masih terlihat sembab, namun Bik Una tak mau banyak bicara apalagi bertanya. Ia mesti sadar dengan kedudukannya di rumah itu. Meskipun majikannya bersikap baik, bukan berarti ia bisa bebas berbicara semaunya.

Saat Bik Una masuk ke ruangan setrika, Tatiana pun dengan cepat mengambil tas yang berisi barang-barangnya dan meletakkannya di dalam mobil. Tak lupa ia meletakkan ponselnya ke dalam laci. Ia tak mau keberadaannya terlacak hanya karena ponsel tersebut.

Sebelum benar-benar pergi, dipandanginya sekali lagi rumah yang pernah menjadi istananya selama dua tahun ini. Dengan air mata berlinang, Tatiana pun segera melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah tersebut.

"Selamat tinggal, Mas. Mohon maaf atas kehadiranku yang tak pernah kau inginkan ini."

Kalimat ini Tatiana tuliskan di sebuah kertas yang ia tinggalkan di dalam kamar. Kalimat ini pula yang Tatiana ucapkan saat mobil yang ia kendarai keluar dari pekarangan rumah milik Samudera tersebut.

...***...

...HAPPY READING ❤️❤️❤️...

1
julitachiat
Luar biasa
julitachiat
Biasa
Nokhie
Preeettt.. Rindu pala lu pitak.. Orangnya ada lu cuekin pas udh pergi baru lu ngomong gt.. Laki kamprreet
Nokhie
Cinta sih cinta tp jgn bodoh.. Hadeehh udh berkali2 di kecewain msh aja nerima. Ogeb ogeb..
Nokhie
Bego bener nih si tiana. Ngapain bertahan sm laki2 modelan samudra. Kalo gue udh gue tinggalin laki modelan gt.. Hadeehh..
Restie Manies
Luar biasa
Restie Manies
Lumayan
Juniarsih Hariany
Luar biasa
Anonymous
wkwkkwkw bmkg dibawa2
Anonymous
ok
marti 123
Kecewa
marti 123
Buruk
Nur Aini
Luar biasa
Novie Achadini
betizen Jarinya lebih tajam dari siket thor
Ara Dhani
Terlambat sam
Larasati
Luar biasa
Larasati
Lumayan
Marwati Laissa
karma mama WITA wanita suka mnghina wanita penghianat yahh gitu dehhh
Ari_nurin
bulshit 😏😏
Ari_nurin
iya .. mampus aja kamu .. mati aja .. suami laknat .. 😡😡😡
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!