Sebagai anak bungsu dan perempuan satu-satunya, malam itu adalah pertama kalinya Abi membentak Zahra supaya putrinya itu menikah dengan anak Kyai Amir, Gus Afkar. Padahal Gus Afkar adalah suami incaran sahabatnya, dan dia sebenarnya berencana untuk lanjut S-2 dulu.
Setelah pengorbanannya, ia harus menghadapi sikap sang suami yang tiba-tiba berubah dingin karena setelah akad nikah, dia mendengar rencana Zahra yang ingin menceraikannya. Belum lagi, reputasi pondok yang harus ia jaga.
Mampukah Zahra bertahan diantara orang-orang yang punya keinginan tersendiri padanya? Dan akankah ia dapat mempertahankan rumah tangganya?
Zahra sang anak kesayangan keluarga, benar-benar ditempa dalam lingkungan baru yang tak pernah ia sangka-sangka sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nur Halimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagaimana dia bisa tau?
Suasana Pondok begitu riuh dan sibuk, para alumni pondok berdatangan, dan saling bertegur sapa melepas rasa kangen.
Begitu juga Zahra yang begitu bahagia bertemu kawan-kawan Pondok dan SMA lamanya.
“Eh, sekarang sudah jadi Ning Zahra ya! Calon Bu Nyai Nich!” goda temannya yang terlihat begitu modis dengan kerudung yang dililit ke belakang dan tas jinjing mini branded.
“Oalah, apalah aku ini dibandingkan dengan istri pejabat pemerintahan,” sindir Zahra mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
“Bener! Dia mah enak, apa-apa tinggal ngomong. Pa, butuh ini. Pa, mau itu,” Timpal teman Zahra yang terlihat casual membuat yang lain terkekeh.
“Kalau Cindy memang biasa, dari dulu kan dia memang bercita-cita hidup enak bersama orang terpandang. Lha! yang mengherankan itu kamu Ning Zahra, bukannya dulu kamu dekat dengan Kak Ryan, kok bisa tiba-tiba menikah dengan Gus Afkar,” ucap Nayla membuat Zahra menelan ludahnya sendiri, ia tak menyangka bahwa sahabatnya itu akan mengatakan hal itu di depan teman-temannya.
Zahra bingung harus menjawab apa, apalagi mata-mata teman-teman di sekitarnya Itu terlihat begitu penasaran.
“Itu indahnya takdir Allah.”
‘Gus’
Zahra langsung menoleh pada laki-laki yang tiba-tiba berada di sampingnya itu.
Lelaki itu tampak tersenyum kemudian meraih tangan Zahra dan memegangnya begitu erat.
Teman-temannya langsung tampak menyapa suaminya itu dengan mengangguk pelan dan dan bergumam, “Gus!” setelah saling senggol-menyenggol mengingatkan.
Terlihat sekali mereka sangat sungkan dengan suaminya itu.
Terkecuali Nayla yang terlihat kesal dan marah sambil menatap tajam ke arah Zahra.
Seketika ia teringat akan janjinya kepada gadis itu.
Dilepaskannya tangan kanannya yang sedang digandeng suaminya itu, namun sepertinya Gus Afkar tetap ingin memegangnya.
“Jangan membuatku malu dengan melepaskan genggamanku di depan umum!” bisik suaminya itu, sambil mendekatkan wajahnya ke telinga Zahra, membuatnya melirik kesal kepadanya.
“Masya Allah! gimana ya rasanya dibisiki pemilik pesantren kayak gitu,” goda teman Zahra yang berpakaian casual tadi dan memang terkenal nyablak itu.
“Yang pasti nggak kayak dibisikin kamu, bisa-bisa sawanen,” Timpal temannya yang lain membuat kerumunan alumni itu tertawa lepas kembali termasuk Gus Afkar, mantan Ustadz mereka.
Zahra hanya tersenyum kecut, hatinya penuh was-was jika saja Nayla akan salah sangka padanya. Dari tadi, tatapan wanita itu penuh kemarahan saat menatapnya.
“Jangan memandangnya,” bisik Gus Afkar kembali.
Deg
Ternyata sedari tadi, suaminya itu sepertinya memperhatikannya.
“Masya Allah, pengantin baru ya dibisikin suaminya aja, sudah tegang begitu wajahnya,” goda temannya yang lain yang tengah asik menggendong anaknya, membuatnya meringis kecut kembali.
Ini temu alumni yang dia kangenin, tapi kenapa saat event itu datang, hatinya tidak tenang.
“Sudah jangan digoda, lagi!” ujar suaminya itu.
“Kami tinggal dulu, ya!” ajak suaminya itu sambil menarik tangan Zahra.
“Ke mana?” tanya Zahra gremeng sambil menggigit giginya.
Meskipun ia tidak nyaman, tapi ia tetap ingin ngobrol dulu dengan temannya.
“Aku akan membiarkanmu berbicara dengan temanmu yang lain, selama tidak ada Nayla di sana,” jelas Gus Afkar sambil terus berjalan menjauh dari mereka.
Dia kemudian mengajak Nayla duduk di barisan depan yang terlihat masih kosong, karena keluarga ndalem belum ada yang datang.
“Kita duduk di sini sekarang,” tanya Zahra tidak yakin sambil menoleh ke kanan ke kiri dan ke belakang.
Lelaki itu tampak mengangguk dengan tatapan yang begitu hangat.
“Tidak ada tempat yang sepi dan tidak nyaman selama istrinya Gus ada di samping Gus,” bisik lelaki itu membuat Zahra berpura-pura mual.
Huweeek
“Hati-hati! kamu mual di sini, bisa-bisa semua temanmu mengira kamu sedang hamil seperti Ummi kapan hari,” bisik lelaki itu seraya mengangkat alisnya ke kanan dan ke kiri.
Seketika Zahra menutup mulutnya dengan kaget sambil menoleh ke sana kemari, memastikan tidak ada yang mendengar atau melihatnya tadi.
Gus Afkar hanya tampak terkekeh menatap tingkah konyol istrinya tersebut.
“Kau terus saja menggodaku?” ucap Zahra sambil memukul dada suaminya itu dengan kesal.
Lelaki itu sontak menghentikan tawanya, dan menangkap tangan Zahra yang sedang mendarat di dadanya, sambil menatapnya dalam-dalam.
“Kalau saja tidak ada orang di sini aku pasti sudah menculikmu, kau terlihat begitu menggemaskan sekarang,” bisik Gus Afkar lirih.
Dalam sepersekian detik Zahra terkesiap diam, pipinya tampak merona merah karena malu dan deg-degan.
Klontang
Seketika Zahra maupun suaminya terlihat menoleh ke arah berisik tersebut.
Tampak seorang santriwati menjatuhkan nampan berisi makanan hingga tercecer di atas tanah. Di belakangnya, terlihat sosok Nayla yang sedang berjalan menjauhi tempat itu dengan membelakanginya.
‘Apa dia sengaja menabraknya, karena melihatku begitu akrab dengan Gus Afkar tadi,” pikir Zahra bertanya-tanya.
Zahra segera menghampiri santriwati tersebut bersama santriwati lain yang juga ingin membantunya.
Ia dan mereka memunguti makanan yang tercecer itu.
“Dibuang saja kotor!” perintah Zahra setelah mereka membersihkannya.
“Nggih Ning,” ucap santri itu kemudian bangkit dan pergi sesuai dengan perintah Zahra.
Zahra ikut bangkit dan berbalik, saat melihat suaminya itu tengah berbicara dengan Nayla.
Mereka tampak begitu serius.
Hatinya terasa tidak nyaman, Ia menelan ludahnya sendiri.
Meski begitu ia putuskan untuk membalikkan badannya, memberikan ruang untuk mereka berbicara.
Ia kemudian berlalu dari tempat itu dan menghampiri temannya yang lain.
Dengan sekuat tenaga, ia alihkan perhatiannya dengan tersenyum.
“Masya Allah, tambah subur saja kamu!” ucap Zahra sambil menepuk dan meremas bahu temannya yang baru datang itu dan dihampirinya itu.
Ia melihatnya dengan penuh gemas.
“Baru lahiran ibu, gimana nggak gendut,” bela wanita itu.
“Barokallah, terus sama siapa sekarang?” tanya Zahra.
“Sama ayahnyalah, sharing job…! Biar nggak tahunya buat doang,” jawab wanita itu dengan nada semakin lirih. Alhasil keduanya tertawa bersama-sama.
“Wah! kelihatannya lagi ngobrol seru?”
‘Kak Adrian’
Zahra langsung menoleh ke belakang.
Tampak lelaki itu menghampiri dan berdiri di sampingnya.
“Kalau gitu aku ke yang lain dulu ya, pengen sapa-sapa dulu,” ucap wanita di depannya itu pamit.
Kak Adrian terlihat mengangguk.
Zahra yang merasa tidak nyaman dan tidak aman takut suaminya itu melihatnya bersama lelaki tersebut, hendak pamit juga.
“Saya juga pamit Kak, masih banyak yang harus saya kerjakan, permisi! ucap Zahra membalikkan badan dan hendak pergi.
Namun kemudian lelaki itu mencegahnya dengan berkata lirih, “ aku tahu kau akan bercerai dengan Gus Afkar.”
Deg
Mata Zahra seketika membulat sempurna, Ia begitu terus terkesiap kaget. Ia yang bahkan belum beranjak satu langkah pun, langsung berbalik ke arah lelaki itu dan menatapnya dalam-dalam.
‘Bagaimana dia bisa tau?’