NovelToon NovelToon
Trap Of Destiny

Trap Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Iblis / Peramal
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Dipa Pratiwi

Terima atau tidak, mau tak mau manusia harus menerima kenyataan itu. Bahwa mereka terlahir dengan apa adanya mereka saat ini. Sayangnya manusia tak bisa memilih akan dilahirkan dalam bentuk seperti apa. Kalau bisa memilih, mungkin semua orang berlomba-lomba memilih versi terbaiknya sebelum lahir ke dunia.

Terkadang hal istimewa yang Tuhan beri ke kita justru dianggap hal aneh dan tidak normal bagi manusia lain. Mereka berhak untuk berkomentar dan kita juga berhak memutuskan. Mencintai diri sendiri dengan segala hal istimewa yang Tuhan tuangkan dalam diri kita adalah suatu apresiasi serta wujud syukur kepada sang pencipta.

Sama seperti Nara, yang sudah sejak lama menerima kenyataan hidupnya. Sudah sejak dua tahun lalu ia menerima panggilan spiritual di dalam hidupnya, namun baru ia putuskan untuk menerimanya tahun lalu. Semua hal perlu proses. Termasuk peralihan kehidupan menuju hidup yang tak pernah ia jalani sebelumnya.

Sudah setahun terakhir ia menjadi ahli pembaca tarot.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Dipa Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Popularitas

Hari kini sudah menjelang malam. Matahari sudah mulai kembali ke sarangnya dan hanya menyisakan sedikit cahaya saja bagi manusia. Namun para manusia itu sudah bersiap-siap untuk kegelapan yang akan datang dengan menghidupkan lampu di segala penjuru.

Gelap memang tampak cukup menakutkan bagi sebagian besar orang. Mungkin hampir seluruh dari populasi manusia dia muka bumi ini tak suka dengan kegelapan. Bahkan termasuk Nara dan Baron. Meski pekerjaan mereka kerap kali dikaitkan dengan hal-hal mistik dan kegelapan, mereka tetap manusia biasa. Bukan orang yang terbiasa menantang kegelapan.

"Mau langsung pulang?" tanya Baron.

Nara menggelengkan kepalanya, memberikan sinyal jawaban tidak kepada pria itu.

"Mari makan malam dulu," ajak Nara.

"Tapi kita bisa makan di rumah," ucap Baron.

"Aku sedang ingin mencari suasana lain," kata gadis itu.

"Baiklah," balas Baron.

Mereka lantas segera mencari tempat makan yang tak jauh dari sini. Nara baru saja selesai membacakan tarot untuk kelima kliennya tadi. Ia disuguhi beberapa makanan yang kliennya pesan dari cafe tersebut. Sehingga Nara tak mau makan di tempat itu lagi. Ia ingin mencari suasana baru.

Beruntung tak jauh dari sana ada restoran dengan konsep rumahan. Sesuai dengan nama dan konsep yang diusung, tempat itu menawarkan berbagai makanan ala rumahan. Yang jelas sederhana dan membuat penikmatnya merasa nyaman. Seperti sedang makan di runah sendiri.

Tanpa pikir panjang, Nara langsung mengajak pria yang sedang bersamanya itu ke sana. Kelihatannya menarik. Nara belum pernah melihat restoran dengan konsep seperti ini sebelumnya.

Mereka memesan beberapa menu. Seperti nasi campur, sup rumput laut, hingga gorengan. Padahal jika dipikir-pikir Baron juga bisa membuat semua hidangan ini sendiri. Tak perlu repot-repot membeli dengan harga yang relatif lebih mahal dari pada membuat sendiri.

"Jadi biasanya berapa klien yang akan kau baca peruntungannya dalam satu hari?" tanya Baron.

Pria itu memutuskan untuk membuka percakapan lebih dulu sambil menunggu pesanannya datang.

"Mungkin sekitar sepuluh sampai lima belas orang jika sedang ramai," ungkap Nara.

"Jadi yang tadi itu termasuk sedikit bagimu?" tanya Baron lagi.

"Tidak juga," jawab gadis itu.

"Tidak ada kata banyak atau sedikit untuk rezeki. Seberapa pun yang kita dapatkan, maka kita harus mensyukurinya," jelasnya kemudian.

Baron mengangguk setuju dengan pernyataan gadis itu tadi.

"Lalu bagaimana denganmu?" tanya Nara balik.

"Bagaimana apanya?" tanya Baron lagi.

Bukannya menjawab pertanyaan, mereka malah saling melemparkan pertanyaan satu sama lain tanpa menjawabnya.

"Berapa banyak klien yang bisa kau terima dalam satu hari?" tanya Nara.

Kali ini ia kembali memperjelas pertanyaannya.

"Lima orang adalah klien terbanyakku dalam satu hari," ungkap Baron.

Ternyata perbandingannya cukup jauh. Bagi Nara angka lima mungkin bukan angka yang terlalu banyak. Tapi bagi Baron angka lima adalah kebalikannya.

Sepertinya Nara tahu kenapa lima klien termasuk rekor klien terbanyaknya dalam satu hari. Sebab pekerjaan Baron yang tidak mudah. Baginya untuk satu klien saja sudah menguras energi yang lumayan banyak. Apalagi lima klien. Jadi wajar saja jika ia hanya mampu menerima sebanyak lima klien dalam satu harinya. Baron juga harus memperhatikan kemampuannya sendiri.

Berbeda dengan Nara yang tam terlalu membutuhkan energi sebanyak Baron untuk melakukan pekerjaannya sehari-hari. Jadi juga wajar saja sebenarnya jika Nara bisa menerima lebih banyak klien dalam satu hari.

Gadis ini yakin jika bayaran Baron untuk satu orang klien saja sudah cukup fantastis. Ia patut dihargai dengan harga yang setimpal untuk jasanya tersebut.

"Permisi!" ucap seorang pria.

Kedua orang yang sedang berbincang itu spontan menghentikan perbincangannya. Perhatian mereka telah teralihkan sepenuhnya ke sumber suara yang baru saja muncul secara tiba-tiba. Ternyata itu adalah pelayan yang membawakan pesanan mereka.

Pelayan tersebut menata beberapa piring makanan yang mereka pesan di atas meja dengan sebaik mungkin. Lalu mengucapkan selamat menikmati makanannya sebelum akhirnya berlalu pergi.

"Ayo makan!" celetuk Baron yang kemudian diiyakan oleh Nara.

Sembari melahap makanannya, mereka kembali melanjutkan obrolan yang sempat terjeda sebelumnya.

"Ku rasa kau cukup populer di sini," ujar Baron.

"Tidak juga," jawab Nara.

"Jelas kau populer, menerima lima hingga lima belas klien yang berbeda dalam satu hari apa namanya jika tidak populer," jelas pria itu sambil menyeruput kuah sup rumput laut.

"Itu hanya sesekali saja," balas Nara dengan santai.

"Jika semesta sedang mengirim nasib baik padaku, maka aku bisa menerima orderan yang melimpah. Namun jika hari itu merupakan hari sialku, maka sama sekali tak ada yang memesan," jelasnya dengan detail.

Baron mengangguk paham. Apa yang baru saja dikatakan oleh gadis itu ada benarnya juga. Ia yak sepenuhnya salah. Bahkan seorang peramal seperti mereka pun belum tentu bisa mengetahui kapan hari sialnya akan datang.

"Tapi aku cukup penasaran bagaimana kau memasarkan jasamu sebagai ahli tarot di masa sekarang ini," gumam Baron.

Ia memilih untuk menghentikan kegiatannya sejenak dan jauh lebih memilih untuk mendengarkan penjelasan dari gadis itu.

"Awalnya tak banyak yang tahu memang," ungkap Nara di awal.

"Orang yang pertama kali mengetahui jika diriku adalah ahli tarot ya ayahku. Lalu ia menyebarkan info ini pada kliennya. Sama seperti yang kulakukan padamu tadi," jelas gadis itu dengan panjang lebar.

"Hingga sampai pada saat ini mereka terus menyebarkannya melalui mulut ke mulut," pungkas Nara di akhir kalimatnya.

Nara meneguk sedikit air putih untuk melegakan tenggorokannya.

"Kau perlu diperkenalkan melalui cara seperti itu juga agar lekas mendapatkan klien pertamamu di kota ini," jelas gadis itu.

"Tapi omong-omong, kenapa kau pindah ke kota lain? Bukankah di tempat tinggalmu uang sebelumnya kau sudah cukup populer?" tanya Nara.

Gadis itu melontarkan dua pertanyaan secara sekaligus. Membuat Baron harus berpikir sejenak untuk memikirkan jawaban yang paling tepat.

"Entahlah, aku juga tidak tahu pasti," kata Baron sambil menggidikkan bahunya.

Kemudian ia menyeka permukaan mulutnya dengan sapu tangan agar lebih nyaman untuk bicara. Ia tak akan percaya diri jika mendapati sisa makanan yang masih menempel di sekitar mulutnya.

Ku pikir dewaku adalah salah satu alasan yang membawaku kemari," ungkap pria itu.

"Beberapa hari sebelum kepindahanku kemari, aku mendapatkan mimpi yang sama sebanyak tiga kali berturut-turut. Mimpi itu menuntunku ke kota ini," terangnya.

"Setelah ku prediksi lebih jauh lagi, sepertinya mimpi itu mengandung banyak aura positif. Jadi ku putuskan untuk pindah kemari," tutupnya.

"Tapi sampai sekarang kau bahkan sudah mengalami banyak kesulitan di kota ini. Bukankah itu suatu pertanda buruk?" tanya Nara lagi.

"Terkadang hal baik tak melilu datang dengan cara ysng terburu-buru," jawab pria itu.

1
Ernawati Ningsih
Ceritanya bagus banget. Mengangkat sudut pandang peramal dan juga kepercayaan akan takdir. Terus ada bahas soal ritual-ritual gitu. Seru banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!