"Perhatian!"
Agar tidak bingung dengan cerita ini, baca dulu cerita "Cinta Sembunyi-sembunyi dengan bos"
Elang dan Merpati adalah sepasang anak kembar berbeda karakter. Elang seorang pria dingin dan cuek sama lawan jenis. Bahkan hingga saat ini pun belum memiliki pacar.
Sementara Merpati, seorang gadis bar bar, namun juga sulit untuk mendapatkan cintanya. Meskipun gampang bergaul dengan lawan jenis tapi sangat sulit untuk didekati.
Namun pada suatu hari mereka jatuh cinta pada seorang gadis dan seorang pria.
Siapakah yang bisa meluluhkan hatinya? penasaran? ikuti yuk kisahnya dan baca jika berkenan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34
Robby menendang Hansen dari belakang, sehingga Hansen hampir tersungkur. Namun disambut oleh dua orang bawahan Robby.
Hansen ditangkap dan dipegang tangannya kiri dan kanan. Robby menyeringai. Kemudian mendekat.
Robby meninju perut Hansen dua kali, dan meninju wajah Hansen satu kali. Namun saat ingin meninju lagi.
Hansen mengangkat kakinya menendang aset milik Robby. Robby mengatupkan mulutnya rapat-rapat dan mengapit kedua pahanya.
"Si--sialan kau!" umpat Robby sambil menahan sakit.
Kemudian Hansen menginjak kaki salah satu dari mereka. Dan melepaskan sebelah tangan, lalu meninju yang satunya lagi.
Hansen kembali menendang Robby hingga tersungkur. Bawahan Robby kembali menangkap Hansen.
Namun Hansen bisa melepaskan diri, hingga pertarungan yang tidak seimbang kembali berlanjut.
Satu persatu akhirnya mereka semua terkapar di lantai lobby gedung apartemen tersebut. Mereka sudah babak belur dihajar Hansen.
"Jika dulu aku selalu kalah karena kalian main keroyokan. Tapi sekarang aku yang akan mengalahkan mu,"
Hansen memegang kerah baju Robby bagian depan. Namun Robby malah tertawa sumbang.
"Kau pecundang Hansen, kau pembunuh!"
"Kematian Nessa tidak ada kaitannya denganku, aku tidak punya perasaan apapun padanya. Dan juga aku tidak pernah memberikan harapan apapun untuknya. Aku menolak, karena aku tidak pernah mencintai nya. Aku tidak ingin menyakiti perasaannya dengan berpura-pura mencintai nya. Jadi lebih baik aku menolaknya secara langsung."
"Hahaha, kau! Kaulah penyebab kematiannya!"
"Sadarlah Robby, peristiwa itu sudah lama berlalu. Aku tau, kamu cuma iri kepadaku. Apalagi? Sekarang kamu sudah bermain dengan banyak wanita. Jangan kira aku tidak tahu itu!"
"Kau tahu? Semua itu aku lakukan hanyalah sebagai pelampiasan. Tapi aku selalu bayangkan Nessa saat bersama wanita-wanita itu."
"Kau gila, aku yakin kau gila!" Hansen kembali memukul wajah Robby bertubi-tubi.
Sehingga darah segar pun keluar dari mulut dan hidung Robby. Robby malah tertawa kemudian menangis.
Entah apa yang ada dipikiran pria itu, sehingga ia tidak bisa melupakan gadis yang sudah meninggal.
Padahal gadis itu sudah berkali-kali juga menolak Robby. Namun Robby tetap mengejar Nessa dengan harapan hatinya berubah.
"Kau terlalu terobsesi, Robby. Sadarlah, aku yakin kamu bisa menemukan yang lebih baik dan tulus mencintai mu."
"Tapi aku tidak mencintai wanita lain, bangsat...!"
Hansen melepaskan Robby dan membiarkan nya begitu saja. Hansen berjalan menuju lift. Namun Robby bangkit dan mengambil pisau lipat di saku nya.
"Mampus kau Hansen!"
Hansen menoleh, dan belum sempat menghindar hingga pisau tersebut mengenai Hansen.
"Hahaha, aku sudah lama menginginkan kematian mu," ucapnya. Kemudian mencabut pisau tersebut.
Robby hendak menikam sekali lagi, namun sempat ditahan oleh Hansen. Kemudian Hansen menendang perut Robby hingga pingsan.
Hansen mengambil ponselnya dan menekan angka satu. Yang langsung terhubung ke nomor telepon milik Merpati.
"Tolong!" satu kata dari Hansen langsung membuat Merpati mengerti.
Apalagi saat mendengar suara Hansen seperti sedang merintih kesakitan. Beruntung ia menyimpan nomor Merpati khusus di ponselnya.
Hingga hanya menekan angka satu, bisa langsung terhubung ke nomor tersebut. Hansen memegangi perutnya yang berlumuran darah.
Sementara Merpati yang turun merosot dari pegagan tangga membuat Abbey dan Alvaro yang melihatnya heran.
"Kak, kita harus selamatkan Hansen, mungkin dia dalam bahaya!"
Melihat kepanikan Merpati, ketiganya yang masih di ruang tamu pun sontak berdiri. Elang dan Alvaro mengambil kunci mobil mereka masing-masing.
Dengan kecepatan tinggi dua mobil melaju dijalanan. Tanpa menghiraukan apapun yang akan terjadi nanti.
Beruntung Hansen masih sempat mengirim lokasi tempat ia berada. Jadi Merpati bisa dengan mudah menuju lokasi tersebut.
Tiba di tempat kejadian, hanya Hansen yang masih tersadar, sementara yang lainnya sudah pingsan termasuk Robby.
Alvaro segera menelepon polisi, sedangkan Merpati langsung berlari menghampiri Hansen.
"Kamu datang sayang?" Hansen mengucapkan itu tanpa sadar. Kemudian iapun terkulai.
"Hansen ... Hansen! Sadarlah, kami akan membawamu ke RS. Kak, cepat kak!" pekik Merpati.
Tanpa sadar Merpati memekik keras sambil menangis. Elang segera berlari menggotong tubuh Hansen.
Lalu Elang meminta bantuan Alvaro untuk mengangkatnya. Karena Elang sendiri tidak mampu mengangkat tubuh Hansen.
"Kalian bawa Hansen ke rumah sakit, papa dan mamamu menunggu polisi datang. Baru setelah itu menyusul kalian."
Merpati memangku kepala Hansen yang sudah tidak sadarkan diri. Sedangkan Elang mengemudi kan mobilnya dengan kecepatan maksimal.
Saat tiba di RS, Hansen langsung dilarikan ke unit gawat darurat. Dan akan segera ditangani.
"Pasien banyak kekurangan darah, dan stok darah AB sudah habis di rumah sakit ini. Siapa yang memiliki golongan darah tersebut?" tanya dokter.
"Saya Dok," jawab keduanya serentak.
"Oke, siapa yang akan mendonorkan darah tersebut?"
"Ambil darah saya saja Dok," jawab Merpati.
"Dek, lebih baik darah kakak saja," kata Elang.
"Tidak apa-apa kak, biar darahku saja."
"Dek, kamu mencintai nya?"
"Kak, bukan saat nya membahas masalah itu, ini menyangkut nyawa seseorang. Cepat Dok!"
"Ah iya, mari kita cek dulu cocok atau tidaknya," kata dokter.
Merpati pun diperiksa dan ternyata cocok. Akhirnya Merpati mendonorkan darahnya untuk Hansen.
Kini Hansen sudah dipindahkan keruang perawatan, setelah Elang selesai mengurus administrasi rumah sakit.
Alvaro dan Abbey datang setelah mengurus Robby dan bawahan nya ke kantor polisi. Polisi juga meminta rekaman cctv sebagai barang bukti.
Jika dulu, bukti tidak valid, jadi Robby bisa dibebaskan dengan jaminan dari orang tuanya.
Namun sekarang kasusnya berbeda, dan bukti sudah jelas. Jadi tidak bisa mengelak lagi selain mendekam di penjara.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Abbey.
"Hansen sudah melewati masa kritis," jawab Elang.
"Kok kamu pucat sayang? Apa kamu sakit?" tanya Alvaro saat melihat Merpati.
"Adik mendonorkan darahnya, Pa," jawab Elang.
"Istirahatlah, nanti mama beli suplemen untukmu."
"Oya, papa belum memeriksa ponsel Hansen, mungkin ada keluarga nya yang bisa di hubungi," kata Alvaro.
Elang menerima riwayat panggilan, ternyata ada beberapa nomor yang tidak ada nama. Elang menekan nomor pertama yang ternyata adalah papanya Hansen.
Elang menelpon nomor tersebut, namun Aland menjawab akan menjenguk nya besok. Kemudian Elang menelpon nomor satunya lagi.
Panggilan pertama tidak dijawab, Elang menelpon sekali lagi. Barulah dijawab.
"Ya sayang ini mama."
"Tante, Hansen dirumah sakit, ia kecelakaan."
Kemudian Elang memberitahu alamat rumah sakit tempatnya sekarang. Mendengar hal itu, Lidya segera memberitahu suaminya.
"Siapa Ma?" tanya Marbella.
"Kakakmu kecelakaan, sayang. Dan sekarang ada dirumah sakit. Mama dan Papa pergi dulu ya."
"Kakak? Sejak kapan aku punya kakak?" batin Marbella.
"Yuk Pa," desak Lidya. Karena ia sudah panik saat mendengar anaknya kecelakaan.
Tiba di rumah sakit, keduanya langsung menuju ruang tempat Hansen di rawat, karena Elang sudah memberitahu sebelumnya.
kl bleh mmlih,mreka jg pst mau brsma orng tuanya....tp mau gmn lg,ga smua orng bruntung pnya kluarga yg utuh.....
kadang kita suka kurang bersyukur dgn apa yg d titip kan Allah k kita padahal masih byk yg kurang beruntung dgn kondisi kehidupan nya