Anak kecil ber usia 5 tahun itu asik merasakan sejuk dan dinginnya air pegunungan yang merendam tubuhnya, mereka adalah Regan dan Regi anak kembar laki - laki dari pasangan Putra Mahardika dan Rosintiani.
Setiap akhir pekan Putra akan mengajak keluarganya ini untuk berlibur seperti weekend kali ini ia mengajak anak dan istrinya itu ke sebuah Air Terjun di mana Air Terjun itu menyajikan sebuah pemandangan yang begitu indah.
Canda tawa pun selalu menghiasi wajah mereka, Regan kecil tampak begitu menikmati bermain air bersama kakaknya sedangkan Putra dan Rosi mengawasi dari Gazebo yang tak jauh dari sana....
langsung aja masuk keceritanya...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mars Is Blue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 28
Seorang gadis tengah duduk disebuah taman, gadis itu sesekali menghapus air matanya.
Citra, ia tengah menangis seorang diri. Kenapa semua ini harus terjadi padanya? Hanya karna harta kedua orang tuanya malah tak suka padanya.
Flashback On
Di sebuah rumah ada sepasang suami istri yang tengah berbahagia menyambut kelahiran anak pertama mereka, Dinda dan Reza mereka sangat menginginkan anak laki-laki apa lagi ayah dari Reza ia berjanji jika anak Reza berjenis kelamin laki-laki ia akan mewariskan semua harta miliknya pada keluarga Reza.
"Mas, apa gak sebaiknya kita USG biar tahu jenis kelaminnya?"
"Gak usah mah, mas yakin anak kita jagoan. Papa pasti akan senang nanti."
"Semoga saja ya mas."
Hari terus berlalu, bulan pun terus berganti hingga tiba waktunya persalinan Dinda.
Reza memilih sebuah rumah sakit yang cukup mahal dikota nya, ia sangat yakin sekali anak nya akan berjenis kelamin laki-laki.
"Papa janji kan sama saya kalau anak saya laki-laki papa akan mewariskan semua harta untuk saya?"
"Ya jelas dong, papa ingin sekali memiliki cucu laki-laki."
Mereka berdua pun tampak tegang menunggu di luar ruang operasi, karna sesuatu hal Dinda pun harus menjalani persalinan secara caesar.
3 jam kemudian
Oaaaa... Oaaaa... Suara tangis bayi pun terdengar, Reza tampak begitu senang ia tak sabar ingin melihat anaknya itu. Dan tak lama pintu ruang operasi pun terbuka memunculkan seorang dokter dengan bayi ditangannya.
"Pak Reza."
"Saya dok, bagaimana kondisi istri saya dan anak saya?"
"Alhamdulillah persalinannya lancar, selamat ya pak anaknya perempuan."
Senyum yang selama ini terukir di bibirnya pun perlahan-lahan hilang, apa ia tak salah dengar? Bukannya anaknya laki-laki?
"Apa dokter gak salah? Anak saya perempuan?"
"Benar pak Reza, anak bapak perempuan cantik seperti ibunya."
Dokter pun memberikan bayi itu pada Reza, Reza terus memandangi wajah bayi mungil itu. Kini harapannya pun sudah pupus untuk bisa menerima harta warisan ayahnya.
5 tahun kemudian
"Mama, Citra laper." Ucap Citra kepada Dinda yang tengah membersihkan jendela.
"Ambil sendiri!" Balas Dinda ketus.
"Gak bisa mama, makanannya belum ada di atas meja."
Dinda pun enggan menjawabnya dan melanjutkan pekerjaannya itu. Tapi Citra terus merengek padanya, membuat ia pun kesal.
"Mama Citra laper."
"Citra! Kamu bisa gak sih gak mengganggu mama? Kerjaan mama banyak, kamu sabar sedikit! Gara-gara kamu seharusnya mama dan papa gak perlu kerja keras begini."
Dinda membentak Citra hingga anak itu pun menunduk ketakutan, biasanya mamanya tak akan pernah sampai semarah ini. Sebenarnya apa kesalahan Citra hingga membuat papa dan mama kurang memperhatikannya.
"Sekarang, kamu pergi ke kamar dan jangan ganggu mama. Ngerti?!"
"I iya ma, ngerti."
Flashback Off
Air mata itu pun terus menetes membasahi pipi Citra, entah kenapa ingatan itu selalu muncul walau Citra sudah berusaha agar melupakannya.
Citra mengusap kasar pipi nya itu, ia bangkit dari kursi taman dan melangkahkan kakinya untuk kembali kerumah.
Didalam perjalanan tak sengaja ia bertemu Regan yang entah dari mana.
"Citra." Ucap Regan saat berpapasan dengan gadis itu, gadis itu berbeda. Ia terlihat murung wajahnya begitu sendu. Citra berusaha menyembunyikan kesedihannya ia menghapus air matanya agar Regan tak mengetahui bahwa ia sedang menangis.
"Eh, Regan. Dari mana?"
"Dari rumah Dev, lu ngapain malam-malam masih di luar? Lu habis nangis?"
"Enggak kok, gak apa-apa. Tadi abis ke supermarket aja."
"Lu yakin baik-baik aja?"
"Iya Gan, gue permisi dulu ya."
Citra pun berusaha menghindari Regan, ia tak ingin Regan tau yang sebenarnya. Ia lantas berlari kecil tanpa mendengarkan panggilan dari Regan.
"Citra! Cit, Citra tunggu!"
Citra terus saja melangkah, meninggalkan Regan membuat pria itu pun menjadi bertanda tanya.
"Kenapa tuh cewek, aneh banget sih. Kayaknya ada sesuatu yang disembunyiin." Gumam Regan, kemudian ia melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke rumah.
****
Malam ini Citra menumpahkan semua kesedihannya seorang diri, ia mengurung dirinya di dalam kamar. Ia menangis sambil memeluk boneka kesayangannya itu.
"Kenapa, kenapa hidupku seperti ini tuhan? Apa salah ku? Haruskah ku mati tuhan?"
Citra yang terlihat ceria, kuat dan tegar sejujurnya hanyalah seorang gadis yang sangat rapuh, andai saja waktu bisa diputar kembali.
Tangisnya begitu pilu jika didengar, nafasnya kini mulai terasa sesak ia membuka laci meja nya berusaha mencari sebuah obat. Ia mengambil obat itu dan segera menelannya.
Perlahan-lahan ia pun bisa menjadi tenang, tangisnya kini sudah mulai mereda rasa kantuk perlahan-lahan menghampirinya membuat ia memejamkan kedua matanya. Harapan yang selalu ia panjatkan dalam doa nya sebelum tidur adalah semoga ketika ia bangun ini semua hanyalah sebuah mimpi.
*
Di Rumah Regan
Regi tengah bersiap-siap untuk berangkat sekolah, tak lupa ia menengok ke kamar adiknya itu pintunya terbuka sedikit sehingga ia bisa melihat aktifitas di dalamnya. Di sana Regan tengah bersiap-siap ia mengambil jaket hitamnya dan memakainya kemudian berjalan menuju pintu kamarnya.
"Bareng gak?"
"Astagfirullah! Kakak terlaknat, gue kaget sumpah!" Ujar Regan yang tak mengetahui jika ada Regi di depan pintu kamarnya itu, ia nampak terkejut ketika Regi berbicara. Regi pun hanya terkekeh geli melihat Regan yang terkejut.
"Hahaha.. ya maaf, gue pikir lu tau ada gue."
"Lu berangkat sama papa aja duluan, gue mau bareng sama Dika."
Jawab Regan berbohong, setiap hari ia selalu berangkat sendiri dan berjalan kaki ke sekolahnya, sudah sering kali Regi mengajaknya untuk berangkat bersama namun setiap kali melihat wajah ayahnya, ayahnya itu seperti tak suka padanya jadi ia lebih baik menjauhkan dirinya itu.
"Oh gitu, jadi berangkat sama Dika?"
"Iye, udah sana berangkat kasian papa nungguin."
"Yaudah, gue duluan. Hati-hati lu."
"Iya, bawel."
Ketika Regi telah pergi dari hadapannya, Regan pun langsung mengunci pintu kamarnya itu.
Setelahnya ia bergegas berjalan menuruni anak tangga tanpa menyentuh sarapan di atas meja makan.
****
Sepertinya, Regan sudah terbiasa melakukan aktifitasnya berjalan kaki setiap hari, sesekali ia menghapus keringat di dahi nya itu.
Tak berapa lama tiba-tiba ada sebuah mobil Toyota Rush yang berhenti di depannya, Regan menghentikan langkahnya hingga pintu mobil itu terbuka dan memunculkan seorang gadis.
"Regan." Ucapnya sambil tersenyum, gadis itu adalah Namira yang kini sudah menjadi teman nya.
"Namira?"
"Kamu sekolah jalan kaki?" Tanya Namira, gadis itu sudah berdiri tepat di hadapan Regan.
"Iya, Mir. Sekalian olahraga." Jawabnya.
"Bareng sama aku yuk."
"Gak usah Mir, gue gak mau merepotkan orang. Lagi pula sekolah kita itu beda."
"Iya sekolah kita emang beda, beda gang doang kan? Lagi pula se arah kok, ayo tenang ayah aku baik kok." Namira menarik tangan Regan untuk ikut dengannya, gadis itu mempersilahkan Regan untuk masuk kedalam mobil, mau tak mau ia pun masuk kedalam di ikuti oleh Namira.
"Oh ini yang namanya Regan." Seru seorang wanita yang Regan bisa tebak ibu dari Namira.
"Oh iya pagi tante, om. Saya Regan. Maaf saya jadi merepotkan kalian, padahal saya gak apa-apa kok jalan."
"Nak Regan, jangan malu-malu anggap aja ini sebagai tanda terima kasih karna sudah menolong Namira waktu itu."
"Iya, kami berterima kasih sekali sama kamu Regan kalau gak ada kamu Om gak tau nasib anak om bagaimana." Sambung Saka menjelaskan, Regan hanya tersenyum. Mobil pun telah berjalan menuju sekolah, Regan bisa menilai keluarga Namira adalah keluarga yang sangat harmonis ia bisa melihat kehangatan yang ada. Bohong jika Regan tak iri, seandainya ia bisa merasakannya di rumah.
next...