Seperti kata pepatah, "Setelah kehilangan, barulah dia menyadari perasaannya." Itulah yang dialami oleh Revandra Riddle, pria berusia 30 tahun yang menikahi Airin Castela dalam pernikahan kontrak selama 5 tahun. Pernikahan mereka terjadi karena perjodohan; kedua orang tua Revan sangat menyukai Airin, sementara Erika Queen, kekasih Revan, justru menjadi sosok yang dibenci. Untuk itu, demi memisahkan mereka berdua, orang tua Revan menjodohkan dirinya dengan Airin.
Namun, selama pernikahan itu, Revan tak pernah memberi hatinya pada Airin. Ia terus berlaku kasar dan dingin, menunjukkan kebencian yang mendalam terhadap istrinya. Namun, takdir seakan ingin memberinya pelajaran; suatu hari, Revan mengetahui bahwa Erika, sang pujaan hati yang ia lindungi selama ini, ternyata telah mengkhianatinya. Detik itu juga, Revan tersadar akan kesalahannya. Airin yang selama ini bersabar dengan segala perlakuan buruknya, justru merupakan wanita yang setia dan mencintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gebi salvina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Malam itu, Airin terbaring di tempat tidurnya dengan mata terpejam, namun tak bisa tidur. Hatinya berbunga-bunga seolah-olah dihantui kebahagiaan yang tak terhingga. Dalam benaknya, ia masih tak bisa percaya bahwa akan ada orang yang tulus mencintainya. Semuanya terasa seperti mimpi, bahkan ia sedikit takut untuk tidur, takut terbangun dan menyadari bahwa itu hanyalah angan-angan belaka.
Sementara itu, Daniel telah pulang ke rumah orang tuanya setelah mengantar Airin ke apartemen miliknya. Begitu memasuki ruang tamu, ia melihat mamanya duduk di sofa dengan posisi tegak, seolah sengaja menunggu kedatangannya. Wajah mamanya terlihat serius dan khawatir, membuat Daniel penasaran.
"Daniel, bisa Mama bicara sebentar?" tanya Maya dengan suara lembut namun berat.
Daniel mengangguk dan menghampiri mamanya, duduk di sampingnya. "Kenapa Mama belum tidur? Ada apa?"
Maya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum mengutarakan isi hatinya. "Mama ingin bicara tentang hubunganmu dengan Airin, Sayang. Apakah kamu benar-benar yakin dengan keputusan ini? Apakah kamu tidak akan menyesalinya?dia seorang janda, terlebih janda dari adik sepupumu, jika ada kumpul keluarga, mungkin akan ada yang menyindir kalian, bahkan Revan bisa saja memusuhi kamu,"
Daniel menatap mamanya dengan tegas, keyakinannya tak tergoyahkan. "Mama, aku mencintai Airin dan aku yakin dia adalah wanita yang tepat untukku. Aku tahu masa lalunya, dan itu tidak mengurangi cintaku padanya. Aku bersedia melindungi dan menjaganya, soal Revan aku bisa mengatasinya, jadi tolong percayalah padaku."
Air mata mengalir di pipi Maya, namun ia tersenyum lembut dan memeluk Daniel. "Baiklah, Sayang. Mama percaya padamu. Semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian berdua."
Daniel sangat bersyukur karena akhirnya mamanya sudah bisa menerima Airin.
"Besok ajak dia kesini. " Ucap Maya.
"Iya, Ma, hmm... Ma, aku sudah melamar Airin, dan dia menerimanya, karena Mama sudah merestui hubungan kami, aku tidak ingin berlama-lama lagi, aku ingin segera menikahinya. " Ucap Daniel.
Maya menatap kesungguhan di mata anak lelakinya itu, kemudian dia mengangguk. "Tentu saja, kalian berdua sudah dewasa, tidak perlu pacaran, jika cocok langsung saja menikah. "
...
Keesokan harinya, ia sudah bersemangat mengajak Airin untuk bertemu dengan mamanya. Ketika mereka tiba di rumah, Airin merasa gugup namun di sisi lain, ia juga merasa senang bisa diterima oleh keluarga Daniel.
"Selamat datang, Airin. Sudah lama kita tidak bertemu, ya, " ucap Maya dengan senyum hangat.
"Terima kasih, Tante," sahut Airin sambil menunduk hormat. Ia merasa lega melihat sikap ramah Maya kepadanya. "Tante sama Om apa kabar? "
"Tante baik, begitu pula dengan Om. " Maya kemudian mengajak mereka berbicara di ruang tamu. Daniel memegang erat tangan Airin, memberikan ketenangan agar wanita itu tidak gugup.
Mereka berbicara tentang pernikahan dan rencana masa depan mereka. Daniel tidak sabar untuk mengikat janji suci bersama Airin secepatnya.
Maya menatap anaknya dengan penuh kebanggaan, kemudian menoleh ke Airin. "Airin, Tante percaya kamu adalah wanita yang baik. Tante berharap kalian berdua bisa menjalani kehidupan yang bahagia dan penuh cinta," kata Maya.
Airin mengangguk, matanya bercahaya. Ia membalas, "Terima kasih, Tante. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Kak Daniel."
Tak lama kemudian, mereka mulai mempersiapkan segala kebutuhan untuk kembali ke tanah air. Daniel dan Airin merasa bahagia, berjalan bersama menuju kehidupan baru sebagai pasangan suami istri yang akan segera terwujud.
...
Revan baru saja turun dari mobilnya dan melangkah ke dalam rumah dengan rasa penasaran yang memuncak. Mamanya, Utari, baru saja memintanya untuk pulang lebih awal karena ada kabar penting yang ingin disampaikan.
"Ma, ada masalah apa?" tanya Revan begitu memasuki dapur, di mana mamanya tampak sibuk membuat kue.
Utari menoleh sebentar ke arah Revan, lalu kembali fokus pada kesibukannya. "Tante mu Maya akan pulang hari ini, makanya Mama mau kamu di sini. Mereka pulang membawa kabar bahagia," ucap Utari sambil memasukkan loyang yang sudah berisi adonan kue ke dalam oven.
"Kabar bahagia?" alis Revan terangkat, penasaran dengan kabar yang dimaksud.
Utari mengangguk dan tersenyum, "Ya, Tante Maya bilang, Daniel akan menikah. Mereka akan mengadakan pesta pernikahan kecil-kecilan di sini. Jadi, kamu harus siap-siap untuk bertemu dengan keluarga baru kita, ya."
Revan terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya.Dia merasa ada sebongkah batu besar menghimpit dadanya.
"Mama, kapan mereka akan sampai di sini?" tanya Revan, ekspresi wajahnya terlihat tidak enak.
"Sebentar lagi, mereka akan mendarat sekitar jam 3 sore ini," jawab Utari sambil mengecek oven untuk memastikan kue matang dengan sempurna.
Revan mengangguk dan segera bergegas ke kamarnya untuk berganti pakaian. Dia ingin pergi menemui Airin, memastikan kalau bukan wanita itu yang akan dinikahi oleh Daniel. Setelah berganti pakaian, Revan langsung meluncur keluar rumah dengan langkah cepat, hatinya gelisah.
Begitu sampai di apartemen Airin, Revan memencet bel beberapa kali dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Namun sebanyak apapun dia memencetnya, tidak ada yang membuka pintu. Revan meninju dinding dengan keras, menahan amarah dan kekecewaannya. "Airin, di mana kamu?" gumamnya dalam hati.
Kemudian dia terpikir, mungkin Airin ada di butiknya. Dengan langkah terburu-buru, Revan bergegas menuju butik Airin. Namun, setelah dia pergi mengecek ke sana, ternyata wanita itu juga tidak ada di sana. Revan merasa bingung dan frustrasi, tak tahu harus mencari Airin di mana lagi.
Dalam kebingungan, Revan bertanya kepada seorang pegawai Airin. "Apa kalian tidak tahu, kemana Airin pergi?" tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran. Namun, sayangnya, tak ada seorang pun yang tahu keberadaan Airin.
Revan kembali ke apartemen Airin, duduk termenung di luar pintu. Matanya memerah penuh amarah. Ia merasakan kehilangan yang sangat mendalam. Dia terus menunggu dan berharap Airin akan segera pulang, karena dia tak ingin kehilangan wanita yang sangat dicintainya itu.
...
Lama menunggu hingga ia hampir saja tertidur, Revan memutuskan untuk pergi ke rumah mantan mertuanya, siapa tau Airin ada disana, kalau tidak ada pun, dia bisa meminta nomer ponselnya.
Revan menunggu dengan gelisah di luar rumah mantan mertuanya. Sudah hampir satu jam dia berdiri di sana, berharap melihat sosok Airin yang mungkin saja muncul. Namun, tak ada tanda-tanda kehadiran Airin. Dalam hatinya, ia merasa khawatir dan penasaran, ingin tahu kabar Airin yang sudah lama tak bertemu.
Menahan rasa lelah dan menguap, Revan memutuskan untuk berani masuk ke rumah Farah, mantan mertuanya. Ia ingin mencari tahu apakah Airin ada di sana, atau setidaknya meminta nomor ponselnya untuk menghubunginya.
Saat pintu terbuka, Farah tampak terkejut melihat kedatangan Revan. Sudah bertahun-tahun sejak terakhir kali Revan menginjakkan kaki di rumah itu.
"Loh, Revan?" Farah menatapnya dengan ekspresi terkejut dan bingung.
"Ma," Revan mencium punggung tangan Farah dengan sopan, kemudian masuk ke rumah. "Bolehkah aku bicara sebentar, Ma?"
"Duduklah, kamu tumben sekali ke rumah Mama, ada apa?" Farah bertanya dengan wajah penuh keheranan.
Revan menarik napas dalam-dalam, merasa ragu untuk mengutarakan alasan kedatangannya. Namun, keinginannya untuk mengetahui keberadaan Airin akhirnya mengalahkan rasa ragunya.
"Ma, sebenarnya aku baru saja ke apartemen Airin, namun dia tidak ada, begitu pun di butik, aku merasa sedikit khawatir, aku pikir dia ada di sini. Apa Airin ada menghubungi Mama?," ungkap Revan dengan jujur.
Mendengar pertanyaan itu, wajah Farah berubah, mencerminkan rasa sedih yang mendalam. Ia menunduk sejenak, lalu menghela napas panjang.
"Kamu kan tau hubungan Mama dan Airin sedang renggang, mana mungkin dia menghubungi Mama apalagi sampai datang ke sini," jawab Farah dengan nada lembut namun tegas.
Kecewa dan penyesalan mulai menyelimuti hatinya. Namun, ia tak ingin menyerah begitu saja. Ia ingin memastikan apalah Airin yang akan mneikah dengan Daniel atau tidak, meski harus melawan rasa sakit hati yang mendalam.
"Ma, bisakah aku meminta nomor ponsel Airin? aku hanya ingin berbicara dengannya, menanyakan kabarnya secara langsung," pinta Revan dengan suara yang hampir bergetar.
Farah menatap mata Revan yang penuh keputusasaan. Setelah beberapa detik berlalu, akhirnya ia menghela napas dan mengangguk pelan. Namun, ada sedikit ganjalan di hatinya, bertanya-tanya, kenapa Revan bisa tidak memiliki nomer ponsel Airin.
"Baiklah, Revan. Mama akan memberikan nomornya, nanti kabari Mama kalau ada sesuatu,ya.," ujar Farah dengan tegas.
Revan menanggapi kalimat itu dengan anggukan, berjanji pada diri sendiri bahwa ia akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik demi Airin, walau tak ada jaminan apakah Airin akan kembali menerima dirinya.
Revan melangkah keluar rumah setelah berpamitan dengan Farah. Begitu memasuki halaman, matanya menangkap sosok Kayla yang baru saja ke luar dari mobil. Kayla, adik tiri Airin, terlihat terkejut dengan kedatangan Revan.
"Mas Revan," sapa Kayla dengan ramah, nada suaranya lembut. Wajah Revan terpancar keheranan, ia tahu Kayla adalah adik Airin, namun tidak mengenal namanya.
Revan mengangguk dengan wajah datarnya, sikap dingin yang selalu ia tunjukan di depan orang-orang. Kayla, yang tak bisa menahan pesona ketampanan Revan, merasa jantungnya berdebar kencang.
"Hmm, Mas ada apa kerumah, Kayla?" tanya Kayla, menyadari kebingungan di mata Revan dan sengaja menyebutkan namanya agar Revan tahu.
Revan tersenyum tipis, sangat tipis hingga jika tidak di perhatikan, tidak akan ada yang tau kalau dia baru saja tersenyum. "Hanya sedikit keperluan dengan Mama Farah. "
Kayla tersipu malu mendengar suara berat Revan yang terdengar seperti menggoda di telinganya, merasa terhipnotis oleh mantan kakak iparnya yang tampan itu. " Mas mau minum kopi dulu, nggak? Biar Kayla temani," ujar Kayla dengan harap.
Revan menggeleng, kemudian dia langsung berjalan meninggalkan Kayla tampa berkata apapun.
"Dingin sekali! tetapi karakter seperti itu biasanya tipe laki-laki setia, " gumamnya.
Kayla memandangi sosok Revan yang semakin menjauh, hatinya berkecamuk antara rasa kagum dan rasa ingin mengenal lebih jauh tentang pria yang pernah menjadi bagian keluarganya tersebut.
***
Kalau Kayla hidup menderita maka Rudi akan turut menderita kemudian Ibu kandung Airin sakit hati ,
Biar Rudi tahu bagaimana derita Airin setelah kehilangan ibu kandung ketika melihat Kayla menderita , Biar Rudi dan Ibu kandung Airin merangkak di kubur Ayah kandung Airin demi memohon ampun ,
Dosa kita dengan Allah SWT itu mungkin di ampun tapi dosa kita dengan manusia bagaimana mahu mohon ampun kalau orang itu sudah tidak lagi ada di dunia .
glirn ga undang aja,bru hboh...ga ush ngrsa jd krban deh,sdngkn klian jg tau spa pnjhatnya....iri blang dong,ga ush ftnah2 sgla.....tar airin bongkar kbusukan bpkmu sm emak tiri trcntamu....