Caca terpaksa harus menikah dengan suami adiknya yang tengah terbaring sakit di salah satu kamar rumah sakit.
"Kak, aku mohon, menikahlah dengan abang Alden!" Ucap Lisa, sang adik di waktu terakhirnya.
Caca menggeleng tak setuju. Begitu juga dengan Alden. Tapi mendengar Lisa terus memohon dengan suara seraknya yang nyaris hilang dan dengan raut wajahnya yang menahan segala rasa sakitnya, Caca pun akhirnya menyetujui permohonan terakhir adiknya.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Yuk langsung saja intip serial novel terbaru Author!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Tersimpan dalam doa
Haris menghentikan mobilnya tepat di depan gedung perusahaan Alden. Ya, dia mengantar wanita yang sangat dicintainya kembali pada pemiliknya.
"Temui Alden, katakan padanya ucapan terimakasih dariku karena dia telah mengizinkan aku untuk bicara pada istrinya." Ucap Haris.
"Maafkan aku, bang Haris."
"Tidak perlu, Ca. Aku yang harus belajar menerima semua yang telah ditakdirkan untuk kehidupanku. Semoga kamu bahagia dengan Alden. Dan jangan memintaku untuk melupakan kamu atau pun menjauh dari kamu. Ingat, Ca. Kalau sampai Alden menyakitimu meski seujung kuku saja, maka kembalilah padaku. Aku akan selalu ada untukmu." Ucap Haris menatap raut wajah sedih dan merasa bersalah itu.
Haris tidak sanggup melihat wajah sedih itu ternyata. Hingga akhirnya dia yang memaksakan diri untuk tersenyum pada Caca.
"Pergilah, Ca. Sebelum aku berubah pikiran untuk melarikan istri sepupuku sendiri." Ucap Haris.
"Bang Haris, maafkan aku."
"Sudahlah, Ca. Sekarang pergilah temui suami kamu."
Haris membukakan pintu mobilnya untuk Caca, dengan berat hati Caca turun dari mobil itu. Kini Caca berdiri tepat di depan pintu masuk lobi gedung menjulang tinggi itu sambil menatap kepergian mobil Haris.
"Maafkan aku, bang Haris." Gumam Caca lagi.
Sementara itu, Vino yang baru saja kembali dari makan siang melihat Caca berdiri dengan raut wajahnya yang tampak sangat sedih. Segera saja Vino menghampirinya.
"Nona Caca!" Serunya.
Caca menoleh, seketika raut wajah sedihnya dia ganti dengan senyuman. Dia tidak ingin kesedihannya dilihat orang lain.
"Nona Caca mau menemui pak Alden, kan?" Tanya Vino.
Dengan cepat Caca mengangguk.
"Waduh, sayangnya pak Alden sedang di luar sejak jam makan siang tadi. Beliau belum kembali." Tutur Vino.
Tidak berselang lama, mobil Alden tiba tepat di samping Caca.
"Nah ini pak Alden sudah kembali." Ujar Vino.
Alden turun dari mobilnya dengan keadaan wajah lebam. Caca menatap wajah itu dengan penuh rasa khawatir. Dia tahu suaminya itu habis bertengkar dengan Haris.
Ingin rasanya Caca segera menyentuh wajah itu, tapi dia sadar diri saat ini sedang di tempat umum. Ya, orang orang akan salah paham lagi padanya jika dia nekat menyentuh wajah Alden. Sebab hanya Vino yang tahu bahwa dirinya adalah istri dari sang CEO mereka.
"Kita pulang." Bisik Alden sambil meraih pergelangan tangan Caca masuk kembali ke mobilnya.
Tidak ada penolakan dari Caca, dia hanya patuh saja pada Alden. Sedangkan Vino tersenyum gemas melihat pasangan baru itu.
Alden melajukan mobilnya meninggalkan perusahaannya. Dia benar benar ingin pulang agar bisa mengobrol lagi bersama Caca.
"Apa wajahmu sakit?" Tanya Caca.
Tangannya perlahan menyentuh wajah itu dan sedikit meniup dibagian memar dan juga gores.
"Tadi sih sakit, kalau sekarang sudah tidak. Obatnya sudah ada disini tepat disampingku." Ucap Alden.
Bukannya merasa senang dirayu begitu, Caca malah menangis.
"Maafkan aku. Aku penyebab semua pertengkaran antaran kalian.."
Alden menepikan mobilnya, berhenti sejenak untuk memeluk Caca.
"Sayang, bukankah kita sudah setuju untuk memulai kehidupan kita yang baru. Semua ini bukan salahmu." Bisik Alden sambil terus memeluk Caca dan mengelus punggungnya.
Tangisan Caca semakin menjadi. Hal itu membuat Alden merasa kasihan pada Caca. Sejak hari kepergian Lisa, sudah terlalu banyak air mata Caca yang tumpah.
"Ca, izinkan aku untuk menggantikan tangisanmu menjadi senyuman. Izinkan aku membuat kamu bahagia."
"Kamu mungkin bisa membuat aku bahagia. Tapi, apakah pantas untukku menjalani kehidupan yang bahagia sementara orang orang yang aku sayangi malah tersakiti karena aku." Sahut Caca.
"Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri dengan kesedihan orang lain. Tidak semua yang terjadi murni kesalahan kamu, Ca. Kita hanya dipermainkan oleh waktu. Kamu harus tahu, begitu banyak orang orang yang ingin kita tidak bersatu dengan berbagai cara mereka lakukan. Tapi lihatlah sekarang, sayang.. takdir memihak kita. Jadi, aku mohon berhentilah menyalahkan dirimu sendiri."
Caca mengeratkan pelukannya pada suaminya itu. Apa yang dikatakan Alden benar. Tapi, tetap saja Caca masih akan terus merasa bersalah pada Haris. Ketulusan cinta Haris padanya tidak akan pernah bisa dia lupakan dan juga tidak akan pernah bisa dia balas.
"Kita doakan saja, semoga Haris dipertemukan dengan wanita yang juga akan mencintainya setulus hati." Bisik Alden seakan mengerti apa yang ada dalam pikiran Caca.
Setelah Caca merasa lebih tenang, Alden kembali melajukan mobilnya untuk segera pulang menuju apartemen Caca. Sepanjang perjalanan, Alden menggenggam erat tangan Caca dan Caca menyenderkan kepalanya dibahu Alden.
Sementara itu, Faheem saat ini berkunjung ke makam almarhum mantan istrinya.
"Assalamualaikum sayang. Kamu apa kabar?" Bisiknya sambil menyentuh tanah kuburan itu.
"Kamu pasti sangat marah padaku, kan? Aku sudah menyakiti kamu dengan menikahi Sarah. Lalu, sekarang aku menyakiti putri kita demi kebahagiaan putriku Khalisa..."
Flashback on
Malam ini Faheem mengundang keluarga Adnan untuk makan malam bersama dirumahnya. Sekaligus merayakan kesuksesan Faheem didunia bisnisnya.
"Adnan, lama sekali kita tidak ngumpul seperti ini." Sambut Faheem saat Adnan, Nadin dan Alden tiba di rumahnya.
"Ya, kalau sudah sukses pastinya sibuk, karena itulah kita jarang ngumpul lagi." Sahut Adnan.
"Oh iya, ini putriku Khalisa." Faheem merangkul Lisa mendekat kearah tamunya.
"Cantik sekali kamu, sayang." Sapa Nadin ramah.
"Kenalan dulu dong sayang." ujar Faheem pada Lisa.
"Halo tante, saya Khalisa. Bisa dipanggil Lisa saja."
Lisa mengulurkan tangannya pada Nadin yang langsung disambut oleh Nadin.
"Nah Lisa, kalau yang ini putra satu satunya om. Kenalan dulu dong." Sahut Adnan sambil menyenggol bahu Alden, supaya Alden mengulurkan tangan lebih dulu pada gadis cantik itu.
"Halo Lisa, aku Alden."
Dengan cepat Lisa meraih tangan Alden yang terulur padanya. "Lisa, bang Alden."
Setelah perkenalan itu, mereka pun melanjutkan makan malam. Lalu berbincang sebentar dan kemudian pulang.
Seminggu setelah acara makan malam itu, Faheem menemui Caca. Dia bercerita tentang kedatangan keluarga Adnan dan Faheem menyebutkan nama Alden. Saat itulah Caca tampak kaget.
"Kenapa kaget? Kamu kenal Alden sebelumnya?" Selidik Faheem.
"Dia teman satu angkatan saat masih SMA dulu, abi." Sahut Caca dengan raut wajah yang merona bahkan dengan hanya mengatakan dia mengenal Alden.
Ya, Caca masih sangat menyukai Alden. Meski tidak pernah bertemu lagi sebelumnya Alden tetap tersimpan rapi dalam doa doa nya saat sepertiga malamnya.
"Kamu menyukai Alden?" Tebak Faheem.
Caca mengangguk. Dia pikir sudah saatnya dia mengungkapkan hal itu pada abi nya.
"Bagus dong. Bagaimana kalau papa minta om Adnan untuk membujuk Alden supaya melamar kamu."
"Terlalu buru buru, Abi. Lagi pula, Alden tidak menyukai aku sama sekali. Dia saja tidak tahu kalau kita pernah satu sekolah dulu." Sahut Caca.
"Jangan pesimis gitu dong. Mana tau dia juga suka sama kamu. Iya kan..."
"Nggak mungkin, abi."
"Cie cie wajahnya merah merona.." Faheem menggoda putri sulungnya itu.
"Iiihhh abi, malu ah." Rengek Caca.
Beberapa hari kemudian, Faheem mengatakan pada Adnan bahwa dia ingin menjodohkan putri sulungnya dengan Alden dan Adnan setuju.
Setelah pembicaraan itu, Khalisa menemui papanya. Dia mengatakan pada papanya itu kalau dia menyukai Alden.
"Sejak kapan Lisa suka sama Alden?" Selidik Faheem.
"Sejak malam itu, pa. Aku mau kalau menikah dengan bang Alden." Tuturnya.
Faheem hanya bisa tersenyum mendengar penuturan Lisa. Kini dia bingung karena kedua putrinya menyukai pria yang sama.
Adnan juga mengabarkan kalau Alden bersedia melamar putri sulungnya. Faheem yang tidak ingin melihat Lisa bersedih dan mungkin juga kalau dia melanjutkan perjodohan Caca dengan Alden, Caca akan dibenci oleh Lisa dan Sarah. Sedangkan Faheem tahu bahwa Caca anak kuat dan tidak akan pernah menyimpan kebencian pada Lisa.
Akhirnya Faheem menemui Caca untuk membicarakan perihal perjodohan itu.
"Sayang, abi minta maaf ya."
"Minta maaf untuk apa, abi?"
"Alden memilih untuk menikahi Lisa. Dia menolakmu."
Duar...
Mendengar kalimat barusan seakan petir yang menyambar tepat direlung hatinya. Tapi, Caca mencoba menyembunyikannya dengan baik dan dia pun tersenyum pada abinya.
"Tidak apa, abi. Lagi pula Lisa kan juga menyukai Alden. Aku akan ikut bahagia untuk mereka." Jawab Caca sambil tersenyum dan berakhir menyenderkan kepalanya di bahu abi yang sangat dia sayangi, namun ternyata mampu menyakitinya demi putri nya yang lain.
Flashback off