Patah hati karena dikhianati oleh tunangan dan adik tirinya, Jiang Shuyi memutuskan untuk membalas dendam dengan meniduri pria perkasa yang dia temukan di club malam.
Ternyata, pria itu adalah paman sang tunangan, sekaligus penguasa kota ....
Bagaimana kelanjutan kisah Jiang Shuyi dengan tunangan dan sang paman?
Apakah Jiang Shuyi bersedia memaafkan tunangannya dan melupakan malam indah bersama 'Paman Perkasa' itu?
Simak kelanjutannya hanya di sini, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsme AnH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkah Yang Tak Ternilai
"Hadiah? Tuan Lu akan mengirimkan hadiah untuk kita." Mata Xingxu dihiasi binar kebahagiaan, kepalanya juga dipenuhi dengan bayangan berbagai macam hadiah mahal yang memenuhi rumahnya.
"Iya, Ayah, ini adalah berkah untuk keluarga kita!" Zhiyi juga kegirangan.
Berkah ini, semua orang di Kota Harapan belum tentu mendapatkannya dan mereka pasti akan cemburu!
Jika mereka mengetahui dirinya diberikan hadiah oleh Zhiming, dia pasti akan menjadi bintang di Kota Harapan. Akan ada banyak wanita bangsawan yang iri, bahkan para lelaki juga semakin mengincar dirinya untuk dijadikan pasangan.
Benar-benar berkah yang tidak ternilai!
Meski tidak bisa menggapai Zhiming, setidaknya dia bisa memilih pasangan seperti apa yang pantas berada di sisinya.
Berbeda dengan Xingxu dan Zhiyi yang otaknya dangkal, Mengxi justru merasakan segalanya tidak sesederhana pemikiran mereka.
Hadiah yang disebut oleh Zhiming seperti bukanlah berkah, tetapi kesengsaraan untuk keluarga mereka.
Namun, Mengxi tidak bisa memikirkan alasan Zhiming harus memberikan 'hadiah' pertemuan untuk mereka.
Mungkinkah benar-benar demi Zhiyi, atau karena Shuyi?
"Kenapa wanita ja lang itu terlihat sangat dekat dengan Tuan Lu?" Mengxi masih mengerutkan keningnya, merasa kedekatan Shuyi dan Zhiming agak tidak biasa.
"Aku dengar, Tuan Lu sangat menghargai Kak Lucas. Jadi Tuan Lu membela dan bersikap baik pada ja laang itu pasti hanya karena dia adalah calon istri keponakannya. Tuan Lu hanya ingin menjaga wajah Kak Lucas." Zhiyi tidak ingin berpikir terlalu rumit, dia pun memberikan alasan yang cukup masuk akal.
"Benar, Tuan Lu pasti hanya membantu Nyonya Emily menjaga menantunya," timpal Xingxu mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Nyonya Emily adalah ibu Lucas, sekaligus kakak kandung Zhiming.
Tidak ingin memikirkan lebih banyak tentang Shuyi atau pun Zhiming yang tidak menjadi masalah utama saat ini, Mengxi mendekati Xingxu.
"Suamiku, kamu harus percaya padaku." Mengxi sudah memasang ekspresi menyedihkan andalannya, bahkan air mata sudah menetes membasahi pipinya yang terdapat bekas tangan Xingxu. "Aku dijebak, Ja laang Kecil itu menjebakku!"
Xingxu mendengus, dia berjalan ke arah sofa dan duduk di sana dengan sombong.
Melihat tidak ada tanda-tanda Xingxu akan memaafkannya, Mengxi bersimpuh dan menangis semakin keras sambil menyentuh paha sang suami. "Ja laang Kecil itu ... dia menelponku, mengatakan Tuan Xu terluka. Jadi aku pergi memeriksa, tidak tahunya ... dia menipuku ... aku telah dianiaya ...."
Saat bicara dengan tersedu-sedu, Mengxi tidak menyia-nyiakan fungsi kedua tangannya. Dia terlihat seperti sedang mengguncang paha Xingxu demi mengharapkan kepercayaan sang suami, tetapi tangannya diam-diam merayap manja ke area terlarang.
Tentu saja, hal itu membangkitkan keinginan Xingxu.
Hanya saja, pria itu masih bersikap keras kepala dan jual mahal.
"Jika kamu tidak percaya, kamu bisa tanyakan pada Anna." Mengxi melirik Zhiyi, meminta sang putri membuat pembelaan untuknya di depan Xingxu.
"Ayah—"
"Kamu jangan ikut campur, urus saja masalah reporter yang kamu undang datang ke sini!" Xingxu segera menyela Zhiyi, dia menatapnya tajam dan tidak memberikan kesempatan pada sang putri untuk membela Mengxi.
"Pergilah," kata Mengxi pada Zhiyi yang enggan pergi, dia bisa melihat Xingxu sedikit melunak.
Jika sudah begitu, tidak akan sulit baginya untuk membujuk sang suami.
Dia hanya perlu mengirim putrinya pergi sesuai keinginan Xingxu, lalu memanjakan dan memuaskan sang suami dengan skillnya.
"Jangan biarkan mereka menyebarkan berita hari ini, bukankah salah satu dari mereka adalah temanmu?" Dari tatapannya, Mengxi jelas memberi isyarat agar Zhiyi mematuhinya.
Tentu saja, Zhiyi mengerti desakan Mengxi yang tersirat di bola matanya. Dia juga memang berencana meminta teman wartawannya untuk tidak menyebarkan skandal hari itu.
Jika tidak, konsekuensi yang tak terbayangkan juga akan dia rasakan.
"Baiklah, aku pergi."
Pada akhirnya, Zhiyi pergi meninggalkan Xingxu dan Mengxi berduaan di ruang tengah.
"Suamiku, kamu yang paling tahu betapa aku mencintaimu. Hanya kamu satu-satunya pria di hatiku, dan bisa memuaskan keinginan tubuhku. Mana mungkin aku sudi tidur dengan pria gemuk dan botak seperti Tuan Xu, dia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kamu."
Mengxi kembali beraksi, dia menggunakan segala cara yang dia bisa hanya untuk meruntuhkan pertahanan Xingxu, bahkan tidak peduli jika harus memujinya dengan tidak masuk akal.
Mendengar kata-kata Mengxi, Xingxu hampir melambung sampai ke langit. Dia menarik sang istri ke atas pangkuannya dan berbisik dengan suara serak. "Bagaimana aku memuaskanmu, hmmm?"
Mengxi diam-diam tersenyum senang, dia tahu Xingxu tidak akan pernah bisa menolak godaannya.
"Dengan segala caramu ...." Mengxi balas berbisik di telinga Xingxu, sengaja menghantarkan uap hangat yang semakin membuat pria itu menggila. "Aku puas ... Ahhh—"
Xingxu tidak menunggu Mengxi selesai bicara, dia menerjang sang istri dengan ganas seakan ingin membuktikan diri bahwa dia benar-benar bisa memuaskan istrinya.
***
Keesokan harinya, Xingxu ditelpon pagi-pagi sekali oleh asistennya untuk mengurus masalah yang tengah marak di dunia maya.
Dia pergi meninggalkan Mengxi, tidak berniat membangunkan wanita yang telah memberikannya kepuasan berlipat ganda.
Sepertinya, Mengxi juga belum berniat meninggalkan pulau kapuk meski skandalnya tengah diperbincangkan semua orang di Kota Harapan.
Dalam perjalanan, Xingxu terpaksa menghentikan laju mobilnya ketika sebuah mobil van berwarna putih tiba-tiba berhenti di depannya.
"Sial!" Xingxu mengumpat kesal sambil memukul kemudi mobilnya dan menatap tajam pada orang-orang tak dikenal yang turun dari mobil van itu. "Mau apa mereka?"
Sebelum Xingxu sempat beraksi, kaca mobilnya dipecahkan dan pintu mobilnya dibuka secara paksa, dia bahkan diseret pergi oleh sekelompok orang itu.
"Hei, siapa kalian?! Lepaskan aku!" Xingxu berusaha melepaskan diri, dia juga tidak berhenti berteriak. "Lepaskan atau aku akan melaporkan kalian ke polisi!"
Tanpa kata, ketua kelompok itu mempimpin orang-orangnya untuk menghajar Xingxu, memukul dan menendang mereka lakukan tanpa ampun.
"Arghh ... hentikan! Kenapa kalian memukulku?!"
"Hentikan—arghh ...."
"Tolong ... tolong aku!"
Xingxu yang tidak tahu apa-apa hanya bisa berteriak meminta orang-orang itu berhenti memukulnya, tetapi tidak ada siapa pun yang mendengarkannya seolah-olah mereka semua tuli.
Bantuan yang diharapkan Xingxu juga tidak akan pernah datang karena mereka saat ini berada di jalanan yang sepi.
"Uhuk ... uhuk ... uhuk ...." Xingxu memuntahkan seteguk darah, sudah tidak terjabarkan seperti apa rasa sakit yang mendera sekujur tubuhnya. "Berhenti ... tolong hentikan! Ke-napa kalian memukulku? Apa salahku?"
"Ini peringatan pertama dan terakhir untukmu!" tegas ketua kelompok menatap Xingxu dengan tatapan haus darah. "Jangan sentuh orang yang seharusnya tidak kau sentuh!"
"Siapa ... Agghh—uhukkk ...."
Xingxu tidak sempat mengajukan pertanyaan tentang siapa yang seharusnya tidak dia sentuh, dia kembali memuntahkan seteguk darah ketika ketua kelompok menendang dadanya tanpa ampun hingga membuatnya pingsan dengan membawa rasa penasaran yang memenuhi pikirannya.
"Sampah!" Xiao Da kembali menendang tubuh Xingxu seolah-olah belum puas membuatnya tersiksa. "Bawa dia pergi dan buang mobilnya ke sungai!"
Begitu saja, mereka menyeret tubuh Xingxu masuk ke dalam mobil van, sebelum akhirnya membuang mobil naas yang baru dibeli seminggu lalu oleh Alyssa.
Xingxu dibawa ke Pegunungan Thai yang berada di ujung kota, tempat itu sangat jarang dikunjungi oleh manusia karena terdapat berbagai jenis hewan buas dan reptil mematikan.
"Buang sampah itu!" Begitu Xiao Da memberikan perintah, orang-orang tidak berperasaan itu langsung membuang tubuh Xingxu keluar, sebelum akhirnya pergi tanpa menoleh ke belakang lagi.
Tidak ada yang peduli pada hidup dan mati Xingxu, dia hanya bisa bergantung pada kehendak Tuhan!