Menjadi tulang punggu ketika orang tuanya telah tiada, untuk adik-adiknya yang masih sekolah. Mampukah Rere menghidupi ketiga adiknya sedangkan pekerjaannya hanya staff biasa disalah satu perusaan kecil?
Dibalik perjuangannya terhadap adik-adiknya sang pacar juga sering membuatnya frustasi dengan sikap sang pacar yang begitu jahat padanya.
Tapi sedikit demi sedikit hidup Rere berubah ketika ia bekerja sebagai asisten disalah satu restoran dengan memiliki boss yang baik kepadanya.
Bagaimana kisah perjalanan hidup Rere selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linasolin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Semakin hari hubungan Rere dan Marvin semakin kuat, Rere sudah semakin terbuka dengan Marvin dan bahkan ia juga sudah mengganti nama panggilan Marvin dengan sebutan sayang.
Dari pagi sampai sore dan waktu pulang kerja hampir tiba, Marvin tidak datang kekantor bahkan pesan yang dikirim Rere tidak ada balasan sama sekali dan telfon Rere selalu ia tolak.
Hal itu membuat Rere sedikit prustasi "Dasar aneh" maki Rere sambil meletakkan HPnya keatas meja dengan kasar.
Krek... Saat sedang memaki orang yang ia cari muncul dari balik pintu, Rere langsung menghampiri Marvin. "Dari mana saja kamu? mengapa pesanku tidak kamu jawab?" tanya Rere mendekati Marvin.
Marvin tidak menjawab bahkan ia melewati Rere dengan menunjukkan wajah masamnya. "Kenapa diam? Aku ada salah?" Rere mengikuti langkah Marvin.
Sebelum duduk Marvin menarik rambutnya dengan kasar dan Rere bisa melihatnya dengan jelas. "Aku sedang capek, pulang dari kantor tolong jangan membuatku semakin pusing" kesal Marvin.
"Mau aku buatin kopi?"
"Tidak usah, sebentar lagi aku mau pulang aku hanya singgah sebentar sambil menunggu supirku datang"
Rere duduk disamping Marvin masing memasang wajah santai dan tenang "Maaf ya jika aku salah. Baiklah aku tidak akan mengganggumu"
Hening, tidak ada lagi yang berbicara Rere memilih diam untuk mencari ketenangan untuk Marvin. Sedangkan Marvin bersandar bersadar kesofa sambil menutup mata, sesekali ia membuka mata menatap Rere.
"Kenapa dia tidak marah? Bukankah seharusnya dia marah karena aku memgabaikannya? Sesabar itukah dirinya?" batin Marvin lagi.
Sampai supir tiba direstoran Keduanya masing saling diam, Marvin sengaja pergi tanpa pamitan agar memancing Rere dan benar saja saat Marvin dipintu Rere sudah memanggilnya "Supirmu sudah datang?"
"Sudah, aku mau pulang sekarang" jawab Marvin cuek.
Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Rere hingga malam tiba, dan sampai sekarang ia belum melakukan komunikasi dengan Marvin.
Diatas ranjang ia sedikit gelisah namun ia juga enggan mengganggu Marvin yang sedang capek.
Tok... Tok...
Pintu kamar diketok dengan kasar dan sang adik memanggil dengan keras. Rere langsung pergi membukakan pintu. "Ada apa dek?" Tanya Rere.
"Kak aku dapat kabar dari temanku yang kebetulan mengenal Kak Marvin dan katanya kak Marvin mengalami kecelakaan"
Deg.....
Jantung Rere rasanya mau meledak, darahnya mendesir dengan kuat kabar yang ia terima sungguh membuatnya syok. Bagaimana tidak syok disaat ia merindukan sang kekasih untuk mengobrol tapi ia mendapat berita duka seperti ini.
"Rumah sakit apa? Kakak akan kesana sekarang" ujarnya dengan panik sabil berjalan tergesa-gesa keluar dari dalam kamar.
"Temanku ada didepan, kita akan berangkat bersama kesana"
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Rere hanya diam dan memegang tangannya dengan erat. Rasa khawatir semakin menjadi-jadi dikala mobil itu tidak kunjung sampai.
"Dirumah sakit mana? Sudah 30 menit kita didalam mobil tapi kita tak kunjung sampai?" tanya Rere.
"Sabar kak, sebentar lagi sampai"
Sebuah Rumah sakit yang cukup besar tetapi didekat rumah sakit sekitar 50 meter ada sebuah cafe. Dan Raina dan temannya membawa Rere kesana.
"Mengapa kita tidak langsung kerumah sakit? Berikan padaku nomor kamarnya aku akan kesana sekarang"
"Kak tadi papanya Marvin menitipkan sesuatu dan harus kita beli, tunggulah sebentar lagi" jawab temannya Reina.
Mau marah tapi Rere tidak mungkin marah ditempat umum ini, ia memilih mengalah walaupun ia tidak sabar untuk segera menemui Marvin.
"Kakak tunggu diluar ya" seru Rere.
"Kakak harus ikut, nanti kakak pergi sendiri" Raina menarik tangan kakaknya dan mebawanya kedalam.
Cafe itu sepi ada dekoran yang spesial di cefe itu, namun Rere tidak begitu paham ia hanya melihat sekeliling tanpa rasa tanjub karena pikirannya masih melayang pada Marvin.
"Kakak duduk dulu" seru Reina.
Rere duduk sabil menunggu tidak setelahnya mati lampu dan tidak ada cahaya sedikit pun, Rere berteriak kencang namun Reina dan temannya tidak kunjung datang.
Tiba-tiba lampu hidup dan didepam Rere sudah ada Marvin dan papanya Marvin beserta adik-adik Marvin. Senyum Rere seketika memgembang melihat mereka "Selamat ulang tahun sayang" seru Marvin.
Acara ulang tahun berjalan dengan lancar, semua sudah diseting dengan rapi hingga Marvin berhasil membuat kejutan kepada Rere. Didepan papanya Marvin dan adik-adiknya Rere Marvin memberikan sebuah cincin untuk Rere Sambil bersujud didepan Rere.
"Aku tau aku bukan laki-laki sempurna tetapi aku berjanji akan selalu ada untukmu, tunanganlah denganku untuk mengikat janji kita jika kamu belum siap untuk menikah. Aku akan menemanimu mewujudkan impianmu"
Layaknya perempuan lain yang terharu disaat orang tersayangnya melamar dirinya tanpa diminta maka ia akan terharu dan menitikkan air mata, itulah yang dirasakan Rere saat ini. Tanpa rasa ragu dan tidak ingin membuat sang kekasih menunggu terlalu lama dengan kepastian dirinya ia pun menganggung.
Marvin pun memasangkan cincin dicari manisnya Rere lalu berdiri untuk memeluk sang kekasih. Tepuk tangan yang meriah dilakukan mereka yang menyaksikannya kebahagian itu.
Tamat