Apakah masih ada cinta sejati di dunia ini?
Mengingat hidup itu tak cuma butuh modal cinta saja. Tapi juga butuh harta.
Lalu apa jadinya, jika ternyata harta justru mengalahkan rasa cinta yang telah dibangun cukup lama?
Memilih bertahan atau berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ipah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Pusat perhatian
"Siska. Dari mana saja kamu? Pergi dari tadi pagi sampai malam baru pulang." tanya Bu Mirna dengan nada yang tinggi, saat ia dan Doni baru saja keluar dari kamar. Yang bertepatan dengan Siska masuk rumah.
"Aku habis jalan-jalan bu. Suntuk di rumah terus."
"Lalu mana oleh-olehnya?"
"Oleh-oleh?" ulang Siska sambil terkekeh.
"Memangnya wajib ya, kalau habis keluar harus beli oleh-oleh?"
"Doni itu setiap pulang dari mana saja selalu membawa oleh-oleh untuk ibu. Nah ini kamu jadi menantu harusnya sadar diri dong. Bawain sesuatu apa kek untuk mertua. Jangan hanya bisanya numpang makan saja."
Siska sudah kembang kempis dadanya. Lalu memasang wajah sedih dan berlalu ke kamar. Sengaja ingin mencari perhatian suaminya.
"Ibu, sudah. Jangan bertengkar lagi. Doni capek mendengar suara keributan sejak tadi pagi sampai sekarang. Lebih baik ibu segera masak saja, perut Doni sudah lapar." setelah berkata seperti itu, akhirnya Doni lebih memilih menyusul Siska ke kamar.
Doni melihat Siska tengah menelungkupkan wajahnya di bantal, dan bahunya terguncang seperti menangis.
"Maafkan ucapan ibuku tadi ya sayang." Doni membelai kepala Siska.
"Mas, memang aku salah ya. Mumpung aku masih cuti kerja, aku kan mau jalan-jalan. Habis itu kalau sudah masuk kerja, ngga bisa jalan-jalan seperti ini."
"Iya sayang, aku ngerti kok."
Doni pun memeluk Siska untuk menenangkan hati istrinya. Tanpa ia tahu jika sebenarnya Siska tengah tersenyum licik.
**
Pagi hari tiba, dengan perasaan malas Doni dan Siska bangun dari tidurnya. Keduanya bergiliran masuk ke kamar mandi.
Bu Mirna yang melihat Siska keluar kamar mandi dengan rambut yang basah dan melilitkan handuk sebatas dada, hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia harus terbiasa melihat pemandangan seperti itu setiap hari.
Saat giliran Doni ke kamar mandi, suara bu Mirna menghentikan langkahnya.
"Don, hari ini kamu harus kembali masuk kerja."
Doni pun terdiam sejenak, lalu mengangguk. Mungkin itu adalah salah satu jalan untuk mendapatkan uang.
Kini semua telah duduk mengitari meja makan. Tersedia cah kangkung, tempe goreng dan nasi putih hangat di meja itu.
"Mas, apa ngga ada menu lainnya?" Siska menatap dengan tidak berselera pada makanan itu.
"Kalau yang dihidangkan ini, berarti adanya ya cuma ini Siska. Ibu ku tidak mungkin ngumpetin makanan di dalam kamarnya."
Siska menghembuskan nafas kasar, sementara Bu Mirna tersenyum karena merasa di bela oleh anaknya.
"Kita ini kan mau kerja, masa makan sayurnya seperti ini saja. Mana ada gizinya. Aku tuh maunya ada ayam goreng, nila bakar, cumi asam manis, opor...."
"Kalau kamu mau makan semua itu ya harus kasih uang ke ibu. Biar ibu masakin yang lezat buat kamu." potong Bu Mirna cepat.
"Mas, kamu kan kepala keluarga, jadi kamu yang harus memberikan ibu uang untuk kita makan."
"Em, u_uang gaji ku sudah habis sayang untuk tambah biaya pernikahan kita kemarin. Ini tinggal sedikit untuk naik taksi ke kantor nanti."
Siska langsung mendecak kesal karena ujung-ujungnya ia yang harus mengeluarkan uang. Padahal Doni sebagai kepala keluarga yang harus menghidupinya.
"Sayang, sebaiknya mobilmu yang bagus itu di bawa kesini dong. Biar kita bisa berangkat bersama naik mobil itu." celetuk Doni, yang membuat Siska langsung tersedak.
Mobil yang selama ini ia kendarai saat bertemu dengan Doni adalah mobil Septi, temannya.
Sengaja ia mengaku, jika mobil itu adalah miliknya saat mereka berkenalan dulu. Gengsi rasanya jika mengakui dirinya tak memiliki mobil.
Dulu Siska memang memiliki sebuah mobil. Tapi mobil itu terpaksa ia jual untuk biaya operasi plastik nya. Dan uang yang ditransfer oleh Om tua kemarin nominalnya memang cukup besar.
Tapi ia ingin membeli mobil yang lebih bagus lagi. Sehingga ia perlu mengumpulkan uang agar bisa membeli mobil yang diimpikannya.
Setelah sarapan pagi, pasangan suami-istri itu menaiki taksi yang sama.
Siska turun dari taksi itu setelah sampai di kantor yang di maksud. Keduanya tak lupa saling cipika-cipiki sebelum berpisah.
Dengan cepat Siska memesan taksi lain. Ia pun duduk di kursi bawah pohon yang cukup rindang sambil menunggu taksi pesanannya datang.
Siska memang tidak pernah kerja di perusahaan. Ia sengaja berbohong pada Doni untuk menyembunyikan identitas aslinya. Yang hanya sebagai wanita kupu-kupu malam.
Baginya cara termudah untuk mendapatkan uang adalah dengan jalan itu.
Tak berapa lama kemudian, sebuah mobil berhenti di hadapannya. Ia pun segera naik ke mobil warna biru itu.
"Ke hotel Kalajengking ya pak." titah Siska sambil mendaratkan tubuhnya di kemudi belakang. Sopir itu pun mengangguk lalu melajukan mobilnya.
. y.. benar si kata Mahes klo pun hamidun lg kan ada suami yg tanggung jawab,... 😀😀😀
alhmdulilah akhirnya, Doni dan Siska bisa bersatu, nie berkat mbak ipah jg Doni dan Siska menyatu... d tunggu hari bahagianya... 🥰🥰🥰👍👍👍
tebar terus kebaikanmu... Siska, bu Mirna dan Doni syng padamu, apalagi Allah yg menyukai hambanya selalu bersyukur... 😘😘😘😘
nie yg akhirnya d tunggu, masya Allah kamu benar 2 sudah beetaubat nasuha, dan kini kamu bahkan membiayai perobatan bu Mirna dan jg menjaganya... tetaplah istiqomah Siska... 👍👍👍😘😘😘