NovelToon NovelToon
Agen Tampan Dan Gadis Pembuat Onar

Agen Tampan Dan Gadis Pembuat Onar

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa
Popularitas:3.2M
Nilai: 4.8
Nama Author: Mae_jer

Kisah tentang seorang agent BIN dan putri konglomerat yang suka membuat onar.

Ayah Zuin tiba-tiba ditangkap karena kasus korupsi. Namun dibalik penangkapan itu sang ayah ternyata bekerja sama dengan BIN meneliti sebuah obat yang diyakini sebagai virus berbahaya yang mengancam nyawa banyak orang.

Dastin Lemuel, pria tampan dengan sejuta pesona itu di percayakan oleh ayah Zuin untuk mengawasi gadis itu. Zuin sudah membenci Dastin karena dendam di night club malam itu. Tapi, bagaimana kalau mereka tiba-tiba tinggal serumah? Apalagi Dastin yang tidak pernah dekat dengan perempuan, malah mulai terbiasa dengan kehadiran Zuin, sih gadis pembangkang yang selalu melawannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34

Zuin membuka matanya yang terasa berat, lalu ia mengangkat tangan menutupi mata dan mengerang pelan. Sinar matahari yang menembus jendela kamar tidur menyilaukan matanya. Ia menguap lebar sambil merenggangkan lengan dan kaki dengan posisi yang masih terbaring di tempat tidur.

Matanya menatap ke sekeliling kamar. Tidak ada orang, hanya dia sendiri. Zuin lalu melirik ke arah jam besar yang terpampang di tembok kamar. Jam telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Pantas saja Sari dan sih nenek lampir itu sudah bangun. Pasti mereka sudah bersiap-siap mau kerja. Atau mungkin mereka semua sudah tidak ada. Sudah pergi.

Zuin tersenyum lebar memikirkan itu. Ia memandang ke luar jendela. Cuaca hari ini sangat cerah. Gadis itu kemudian membuka jendela dan menarik napas dalam-dalam, mengisi kekuatan pada seluruh tubuhnya yang masih lemas akibat baru bangun tidur. Tetapi karena udara masih terasa dingin, Zuin cepat-cepat menutup jendela lagi lalu menggosok-gosok kedua tangannya. Ia cepat-cepat mengambil jaket milik Dastin, dipakainya lalu melangkah keluar setelah sikat gigi dan cuci muka.

Zuin mengira para anggota BIN itu telah pergi menjalankan tanggung jawab mereka, eh ternyata mereka masih ada. Sari, Ayyara dan lelaki yang kalau ia tidak salah ingat bernama gilang itu, duduk berdekatan di ruang tengah. Sementara Dastin, Gean dan Rivo berada di meja makan.

"Kau sudah bangun? Ayo sarapan." kata Rivo sok akrab. Padahal di antara semua laki-laki itu, pria itulah yang tidak pernah berbicara dengan Zuin. Bukannya tidak mau, belum memiliki kesempatan saja.

Zuin mau tak mau melangkah mendekati meja makan dengan wajah malas. Kenapa mereka belum pergi sih? Padahal dia sudah semangat sekali untuk berjalan-jalan sendiri saat mereka pergi. Gadis itu menatap  sekilas ke arah Dastin kemudian memilih duduk disamping Gean, yang posisinya langsung berhadapan dengan Dastin dan Rivo.

Dia memakai jaket itu...

Sudut bibir Dastin terangkat, ia  merasa cukup senang. Pria itu senang melihat Zuin memakai jaket miliknya. Meski terlihat kebesaran di tubuh gadis itu, tapi sama sekali tidak kelihatan aneh. Malah terkesan lucu dan menggemaskan. Raut wajah pria itu kembali datar. Pandangannya kini fokus ke makanan yang Zuin masukan ke dalam piringnya. Dastin langsung teringat perkataan ayahnya gadis itu beberapa waktu lalu.

"Kau salah ambil Zuin, itu udang." katanya mengingatkan. Zuin melihat ke makanan yang diambilnya lalu cepat-cepat menaruh kembali makanan tersebut dari dalam salah satu piring yang berjajar ditengah-tengah meja itu. Dia tidak memperhatikan tadi. Sementara  Gean dan Rivo sukses saling berpandangan. Mereka tampak bingung. Ada apa dengan udang? Ada masalah?

"Dia tidak bisa memakannya. Alergi."

jelas Dastin yang seolah tahu apa yang ada dalam otak kedua pria itu. Zuin sendiri mengganti menu makanannya dengan salad buah yang ada di atas meja.

"Oh.. rupanya begitu." kata Rivo mengangguk-angguk mengerti.

"Kalian belum pergi?" Zuin mulai bertanya sambil mengunyah saladnya. Matanya berpindah-pindah pada ketiga pria di meja makan itu. Ia berharap akan mendapat jawaban yang sangat memuaskan dari mulut mereka.

"Masih terlalu pagi." jawab Rivo mewakili yang lain. Detik itu juga Dastin bisa lihat perubahan di raut wajah Zuin. Ia terus mengamati gadis itu. Sepertinya gadis itu sedang merencanakan sesuatu. Kalau tidak kenapa dia terus bertanya kapan mereka akan pergi? Jam berapa?

Dastin sudah hafal sekali dengan gerak-gerik gadis itu. Pasti Zuin mau keluar diam-diam ketika mereka tidak ada di vila.

"Ada yang tahu letak sekolah itu?" Gean mengangkat suara, membuat fokus Dastin terbagi.

"Hanya sekitar dua kilo dari sini kata Dastin semalam." sahut Rivo.

Zuin tampak tertarik. Kenapa mereka menyebut sekolah? Apa kasus pembunuhan itu terjadi di sekolah? Ia terus bertanya-tanya dalam hati.

"Pembunuh itu ada di sekolah?" tanyanya antusias.

"Fokus saja pada makananmu." sela Dastin tegas. Zuin mencebik lalu mengisi salad ke dalam mulutnya lagi sambil mengunyah dengan kasar.

"Apa kita tidak membagi dua tim saja? Dengan begitu kita bisa berpencar nantinya." usul Gean. Menurutnya dengan pengaturan begitu mereka tidak akan terlalu membuang-buang banyak waktu.

"Aku setuju." sambung Rivo. Dastin juga setuju-setuju saja. Bahkan dari awal sebelum Gean memberi pendapatnya, Dastin sudah memikirkan hal yang sama.

Setelah ketiga pria itu menyelesaikan obrolan panjang mereka tentang pengaturan penyelidikan tersebut, Dastin kembali melirik Zuin. Rivo dan Gean berdiri meninggalkan meja makan. Tersisa dua orang berbeda jenis itu. Dastin terus menatap gadis didepannya dengan sorot mata mengintimidasi seperti biasa. Sayangnya Zuin tidak merasa terintimidasi sama sekali.

"Kenapa?" seru Zuin dengan sikap menantang.

"Internet di vila ini sangat lancar. Kau bisa belajar mandiri selama aku dan yang lain pergi. Aku membawamu ke sini bukan untuk bersenang-senang. Satu hal lagi, aku melarangmu keluar vila saat aku tidak ada." kata Dastin memberikan keputusan larangan. Zuin melotot tidak terima.

"Apa hakmu melarang-larangku? Aku berhak mengambil keputusan sendiri. Kaki-kakiku juga. Terserah aku dong mau pergi kemanapun aku suka." balas gadis itu berani. Dastin memicingkan matanya.

"Aku punya hak penuh atasmu Zuin. Jadi dengarkan saja apa kataku. Kita belum mengenal daerah ini. Dan kalau sampai terjadi sesuatu padamu, aku tidak tahu bagaimana harus berhadapan dengan ayahmu." mendengar perkataan tersebut, Zuin memilih diam tidak melawan. Tapi tetap saja dia pasti akan merasa bosan kalau terus berada di dalam vila ini seharian. Seorang diri.

"Begini saja. Tak jauh dari sini ada  pasar kecil. Kalau kau mau melihat-lihat panggil saja bi Surma untuk menemanimu." kata Dastin lagi seolah sudah sangat mengenal daerah ini. Lelaki itu merasa sedikit tidak tega melihat Zuin yang keliatan jadi tidak begitu bersemangat karena perkataannya. Alis Dastin terangkat ketika Zuin mengulurkan tangan kedepannya.

"Mana uangnya." kata Zuin.

"Uang?"

"Kalau aku pergi ke pasar, harus ada uang kan? Beri aku uang." ucap gadis itu terdengar sedikit menodong. Dastin terkekeh. Zuin adalah perempuan pertama yang berani bersikap seenaknya pada dirinya bahkan sampai meminta uang. Pria itu mengeluarkan dompet dari saku celananya dan mengambil beberapa lembar uang berwarna merah lalu diberikan kepada gadis itu. Sebenarnya ia ingin memberi kartunya tapi tidak jadi. Daerah ini sudah termasuk daerah pedesaan. Jadi ada kemungkinan para penjual hanya menginginkan uang tunai dari para pelanggan.

"Ingat, kau tidak diijinkan berjalan jauh dari area vila ini. Kalau aku belum ada sampai malam hari, jangan coba-coba keluar lagi. Malam hari lebih berbahaya." kata Dastin lagi mempertegas ucapannya. Zuin hanya menganggukkan kepala dengan sikap  malas.

"Dastin, sepertinya kita harus segera berangkat sekarang." Ayyara muncul dari balik pintu dapur. Pandangannya hanya fokus ke Dastin, tidak ingin menatap perempuan yang duduk bersama pria itu. Dastin melirik ke jam tangannya. Ternyata sudah hampir jam delapan. Ia terlalu serius berbicara dengan Zuin sampai lupa waktu jadinya.

"Yang lain sudah siap?" tanyanya melirik Ayyara sekilas. Wanita itu menganggukkan kepalanya.

"Baiklah. Tunggu aku didepan." ujar Dastin kemudian menatap Zuin lagi. Ayyara terpaksa berbalik pergi.

Ketua tim itu berdiri dari kursi. Tangannya memegang kepala Zuin sebentar.

"Ingat perkataanku tadi. Kalau ada apa-apa langsung telpon aku." kata pria itu sebelum akhirnya melangkah keluar dari dapur.

Setelah memastikan Dastin sudah benar-benar menghilang dari pandangannya, Zuin cepat-cepat menghitung semua uang yang diberikan oleh pria itu. Gadis itu tersenyum senang. Lumayan. Sangat cukup untuk dia jalan-jalan hari ini.

1
Niaa
Luar biasa
Niaa
😁😁🥰
Hidayatul Hasanah
Jariku gatel pingin jitak Zuin ,...nggregetno 😡😡😡
Griselda Nirbita
gerak cepat juga ini Dustin
Griselda Nirbita
sabar ya Dustin sabar...
Griselda Nirbita
bukan macam macam.. hanya satu macam saja... benar kan Dustin??
Griselda Nirbita
ya ampun Zuin malu maluin aja... wkwkwk
Griselda Nirbita
alur cerita yg unik... bikin para readers mu penasaran thor...
Ari Nuryanti
siapp kk...selamat beraktivitas
Ari Nuryanti
benar" kejutan kan ay
Ari Nuryanti
alamat pulang liburan di pecat/ganti tempat tugas
Ari Nuryanti
hiyaaaaa.....kan awas aja kalau jatuh cinta sama ketty...bisa hd berkedel kamu kyle
Ari Nuryanti
hA ha ha cuekin aja ket biar tau rasa tu kyle gimana disia" in
Ari Nuryanti
nyesel kan ketty
Ari Nuryanti
mana pk bojo
Ari Nuryanti
ok gas ......ok gas bang jastin
Ari Nuryanti
ya ampun mama bisa segembira iru yahhh...hadehhhhh kacau"
Ari Nuryanti
dorrrrr kan mereka jadi
Ari Nuryanti
kurang cepet brooo
Ari Nuryanti
baru jg diingat kan zu...udah gelut aja😁😁😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!