NovelToon NovelToon
GITA & MAR

GITA & MAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Fantasi Wanita / pengasuh
Popularitas:4.2M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Gita yang gagal menikah karena dikhianati sahabat dan kekasihnya, menganggap pemecahan masalahnya adalah bunuh diri dengan melompat ke sungai.

Bukannya langsung berpindah alam, jiwa Gita malah terjebak dalam tubuh seorang asisten rumah tangga bernama Mar. Yang mana bisa dibilang masalah Mar puluhan kali lipat beratnya dibanding masalah Gita.

Dalam kebingungannya menjalani kehidupan sebagai seorang Mar, Gita yang sedang berwujud tidak menarik membuat kekacauan dengan jatuh cinta pada majikan Mar bernama Harris Gunawan; duda ganteng yang memiliki seorang anak perempuan.

Perjalanan Gita mensyukuri hidup untuk kembali merebut raga sendiri dan menyadarkan Harris soal keberadaannya.


***

Cover by Canva Premium

Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

013. Rumah di Gang Sempit

Harris keluar dari rumah sakit dengan dahi mengernyit. Pertolongan yang diminta asisten rumah tangga merangkap babysitter putrinya itu sebenarnya bukan hal yang luar biasa. Baginya bukan hal yang sulit. Ia hanya tinggal menandatangani surat keterangan bahwa Mar si penjamin benar pegawainya. Tapi banyak hal yang mengganggu pikirannya.

Markisah, asisten rumah tangga yang bekerja pertama kali di rumahnya sejak empat tahun yang lalu tidak pernah bertingkah seaneh itu.

Sejak kapan Mar punya perbendaharaan kata impulsif? Kata-kata Mar terlalu 'berisi' untuk seorang sederhana yang sudah cukup lama aku kenal.

Harris mengendarai mobilnya keluar dari rumah sakit dan menyusuri jalan sampai tiba di jembatan. Dari dalam mobil ia menatap jembatan itu sejenak. Tatapannya penuh arti dan selidik. Ia kemudian turun mendekati pagar jembatan seperti yang diceritakan perawat padanya.

Wanita itu katanya lompat dari sini?

Alisnya tertaut. Pertanda otaknya sedang bekerja. Mengingat semua keterangan perawat yang ia tanyakan tadi. Jemarinya menyentuh pagar jembatan kemudian cepat-cepat melepaskan seakan besi pagar itu panas.

*****

"Kita mau makan, kan? Aku memang udah laper. Tante pasti pinter masak." Jaya terdengar bersemangat. Mengayunkan tangannya yang berada dalam genggaman Mar saat menyusuri lorong ruangan menuju lobi rumah sakit.

"Makan, tapi nggak masak. Aku khawatir kamu nggak suka masakanku karena aku yakin masakan ibumu pasti enak. Selesai makan kita langsung balik ke rumah kamu." Mar berniat mengajak Jaya ke warung makan di sekitar rumah sakit. Perutnya memang sudah lapar karena sejak berada di tubuh Mar ia belum ada menyentuh makanan sama sekali.

Mar dan Jaya masuk ke rumah makan Padang yang letaknya persis berseberangan dengan rumah sakit. Dengan tangan yang masih menggandeng Jaya, Mar mendatangi seorang pria dan mengatakan, "Tolong meja untuk dua orang, Mas," kata Mar dengan suara mencicitnya yang sekarang terdengar berwibawa.

Jaya kembali terkesima. "Tan, kalau makan di warung begini biasanya langsung pesan dan bawa sendiri ke meja." Jaya menarik-narik tepi kaus Mar. Harus menyadarkan 'ibunya' karena pelayan laki-laki yang diajak bicara kurang merespon.

"Pesan di sini ya? Kamu makan lauknya apa?" Mar mengikuti saran Jaya untuk langsung ke steling kaca dan menunjuk apa yang ingin mereka santap saat itu.

Tak perlu waktu lama, Mar dan Jaya sudah duduk bersebelahan menghadapi sepiring nasi dan lauk pilihan mereka masing-masing. Mar makan dalam diam. Pikirannya sedang carut marut. Tujuannya untuk kembali masuk dalam raga Gita pun masih membingungkan.

Harus ke mana? Apa harus langsung kerja di rumahnya si Harris? Atau pulang ke rumah Mar dulu buat nganterin Jaya? Ketimbang ni anak ngikut terus mending dikembalikan aja kali ya ....

Dan seperti biasa setiap batinnya selesai berkata-kata Jaya seakan tahu dirinya sedang dipikirkan. Bocah laki-laki itu memandang Mar.

"Barusan nyebut namaku ya?" Jaya menyipitkan matanya memandang Mar.

Mar cepat-cepat menggeleng. "Ngaco ... buruan abisin nasinya. Itu masih dibayar pakai uang ibu kamu." Mar menunjuk piring Jaya yang masih setengah berisi.

"Mmmm ... kalau bisa Tante nggak usah ke rumah Pak Harris dulu tapi beresin soal Hasan. Boleh, kan? Soalnya kasian Hasan kalau ditinggalin gitu aja tanpa uang tambahan ke Nek Imah."

Mar meletakkan sendok dan sedikit menggeser tubuhnya agar bisa melihat mata Jaya saat bicara. "Jay, sejujurnya aku juga nggak punya rencana atau nggak punya tujuan. Aku bingung mau ke mana dan apa yang bisa aku lakuin selama aku ada di badan ibumu. Aku juga nggak tau ini mimpi atau nyata, atau aku juga nggak tau apa masih bisa hidup kalau bisa balik ke badan asliku." Gita menggeleng. "Aku nggak tau, Jay."

"Rumah kami banyak masalah, Tan."

"Lebih banyak mana dibanding masalahku?" Gita tak mau kalah.

Jaya mencubit lauk daging yang ia pilih tadi dengan tatapan menerawang. Lalu ia memandang Mar dengan tatapan jenaka. "Memangnya masalah Tante apa?"

"Menurut kamu masalah apa yang bikin orang rasanya kepengin mati aja?"

Jaya menggeleng. "Masalah apa ya? Aku nggak tau. Tapi kayaknya nggak ada. Setiap pulang ke rumah Ibu selalu diajak berantem sama Bapak. Ibu sering nangis tapi nggak pernah bilang kepengin mati. Bukan cuma Bapak, nenek juga sering bikin Ibu nangis. Tapi Ibu nggak pernah marah balik ke nenek. Aku juga jarang main karena sering di rumah jaga Hasan. Tapi aku nggak pernah kepengin mati."

"Kamu belum dewasa jadi kamu nggak tau bahwa di dunia ini ada masalah yang bisa bikin orang dewasa kepengin mati."

"Nggak nunggu dijemput aja? Katanya kalau pulang sendiri banyak yang tersesat." Jaya nyengir.

"Makan," pinta Mar pada Jaya dengan tegas.

Pembicaraan singkat tadi membuat Mar kembali melemparkan pandangan ke seberang jalan. Seseorang yang ia kenal baru saja memasuki halaman rumah sakit dengan langkah santai. Tubuh Mar merespon dengan meletakkan sendoknya tiba-tiba.

"Kenapa, Tan? Ngeliat siapa?" Jaya ikut memandang ke seberang. "Bapak?"

Mar diam saja. Terus mengawasi Samsul yang mondar-mandir dengan wajah cemas di halaman rumah sakit. Mau apa pria itu ke rumah sakit? Mencari Gita? Seketika Mar merasa perutnya melilit.

"Apa Tante Jin kenal Bapak juga? Kalau badan Ibu isinya bukan Ibu, harusnya Tante nggak kenal Bapak." Jaya kembali cerewet. Tidak peduli dengan Mar yang sudah memucat.

"Kalau udah selesai makan kita mampir ke rumah kamu sebentar. Entar lagi malem." Mar memandang langit di luar.

“Jemput Hasan?” Mata Jaya membulat dengan binar bahagia.

“Kalau kangen adik kamu, aku bisa minta nenek kalian buat anter. Tapi nggak bisa terlalu lama. Tante harus ke rumah Pak Harris.”

“Terus? Hasan ditinggal di rumah nenek? Tante nggak tau aja kalau nenek itu judes sama Hasan. Ibu pernah nangis karena nenek ngebiarin celana Hasan kering dari pipisnya. Nggak diganti. Padahal Ibu bilang udah ngasih uang beli popok. Jadi … kalau bisa jangan tinggalin Hasan, Tan.” Mata Jaya kini menyorotkan permohonan.

“Ibu kamu nangis?” Nada suara Mar yang kecil dan tinggi terdengar menggantung. Bukan bertanya, hanya ingin mengulang kalimat Jaya.

Jaya mengangguk. “Tapi kalau Tante Cantik nggak bisa ngambil Hasan, aku nggak apa-apa. Nanti aku aja yang main ke rumah nenek.”

Mar diam saja mencerna semua ucapan Jaya. Ia sendiri pun tidak terlalu yakin apa yang akan ia lakukan. Jangankan menjaga Hasan yang belum setahun usianya, menghadapi Jaya yang sedikit bawel saja ia sedikit pusing.

Gang sempit tempat tinggal Mar sedang sepi menjelang malam itu. Kekecewaan Jaya terobati karena kedatangan mereka nyaris bersamaan dengan Nek Imah. Jaya menghambur ke depan neneknya untuk memeluk Hasan.

“Hasan …,” panggil Jaya, memeluk tubuh kurus adiknya yang hanya mengenakan singlet dan celana pendek.

“Dari mana? Malam ini aku nggak bisa jaga anakmu. Ambil, nih!” Nek Imah menjejalkan Hasan dalam dekapan Mar. “Kalau cuma ngasih uang segitu jangan mengharapkan orang mau nyumbang tenaga gratis.”

Mar belum sempat berkata-kata karena kewalahan mendekap Hasan dan bungkusannya bersamaan. Nek Imah mengambil kesempatan itu untuk cepat-cepat pergi meninggalkan cucunya.

“Nenek sialan!” Mar mengumpat. Sayangnya umpatan Mar tidak terdengar oleh Nek Imah. “Kamu bantu jaga adikmu di sini.” Mar membawa Hasan ke kasur tipis berlapis tikar plastik.

Jaya ikut duduk di lantai dan memangku Hasan. “Kamu haus ya? Sabar ya …. Ibu buatin susu untuk kamu.”

Mar yang tadi tidak tahu apa yang akan dilakukannya segera meluncur ke dapur.

“Susu…Susu formula. Mana susu untuk Hasan?” Mar membuka satu-satunya lemari di dapur dan tidak menemukan apa pun.

Tak perlu waktu lama untuk menyerah mencari susu karena dapur Mar memang tidak berisi banyak benda. Hanya sebuah lemari sekaligus rak piring dan meja kecil dengan kompor dua tungku dan tabung gas kecil. Tak ada makanan dalam lemari. Hanya dua pisang, botol minyak goreng yang hampir kosong, tiga butir telur dan mangkuk plastik berisi sedikit beras. “Buset … nggak ada apa-apa. Laki lo kerjanya ngapain aja, Mar?” Mar berdecak menatap isi lemari. “Oke. Kalau gitu aku ke mini market buat belanja susu dan ngisi lemari ini buat makan Jaya.”

Sebegitu tangan Mar menutup lemari, wajahnya langsung menatap Samsul. Mar memekik terkejut. “Berengsek,” makinya.

Samsul menangkap tengkuk Mar. “Apa kau bilang?” Samsul menyeret Mar ke kamar. Melewati Jaya dan Hasan yang terperangah. “Jaya! Kau jaga adikmu! Bapak mau mengajarkan sesuatu buat ibumu.”

“Lepasin! Berengsek!” Mar berbalik dan menendang tulang kering Samsul. Pria itu memekik terkejut dan kembali menangkap tangan Mar.

“Ayolah, Mar …. Layani aku sebentar.” Samsul berhasil mencampakkan tubuh Mar ke kasur tipis hingga bunyi berdeham.

To be continued

1
Jamiatun Yusuf
aq terharu,🥺🥺🥺🥺🥺
Henny Haerani
dua orang yg saling menyayangi terpisahkan karena keadaan, miris sekali kisah cinta Gita jalannya tak pernah mudah jauh dari kata mulus. ujiannya berat banget walaupun diantara Pak Harris, Gita, dan Chika saling menyayangi dan mencintai dengan tulus. semoga kedepannya Bu Helena menyadari klw Chika jauh lebih baik ada dlm pengampuan Ayahnya.
Henny Haerani
mestinya neneknya introspeksi diri kenapa Cucu nya menjauhinya, biasanya anak kecil lebih peka tau mana yg tulus dan mana yg modus. apalagi ini sm nenek kandung dari Ibu pula, ini sih kayaknya Chika akan dimanfaatkan sm neneknya buat meraih harta kekayaan Harris dikemudian hari. keliatan banget itu si nenek sangat terobsesi.
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
keren pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk kok lucu ucapan surti
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
pembantu nya keren kan
azkayramecca
terima kasih kak Njus🙏❤️
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
sungguh kalian berdua berbeda bagai langit dan bumi
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
pabalikbek, lieur dah wkwkwk
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bingung ya pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
kalau kangen orang yang telah tiada susah ketemu walaupun dalam mimpi
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
jawaban yang gak masuk di akal
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
apa hubungan nama panggilan dengan pusing, anneh pak Harris ini
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bingung kan pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
woww bahasa nya keren
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
ini gita banget, mar gak berani seperti itu
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk gak mempan ya
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
siap siap kena omel nih
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk mar pasti terpesona nih
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bahasa mu mar, ketinggian buat jaya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!