NovelToon NovelToon
PENGAKUAN DIJAH

PENGAKUAN DIJAH

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Petualangan / Contest / Tamat
Popularitas:15.7M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Teruntuk semua perempuan di luar sana yang masih berjuang untuk bahagia dengan caranya masing-masing.

Ini tentang Bara Wirya. Seorang wartawan kriminalitas yang sedang mengulik kehidupan Dijah yang mengganggu pikirannya.

***

"Kamu ini tau apa sih? Memangnya sudah pernah beli beras yang hampir seperempatnya berisi batu dan padi? Pernah mulung gelas air mineral cuma untuk beli permen anak? Kalo nggak pernah, nggak usah ngeributin pekerjaan aku. Yang penting aku nggak pernah gedor pintu tetangga sambil bawa piring buat minta nasi."

Bara melepaskan cengkeraman tangannya di lengan Dijah dan melepaskan wanita itu untuk kembali masuk ke sebuah cafe remang-remang yang memutar musik remix.

Bara menghela nafas keras. Mau marah pun ia tak bisa. Dijah bukan siapa-siapanya. Cuma seorang janda beranak satu yang ditemuinya di Kantor Polisi usai menerima kekerasan dari seorang mantan suami.

Originally Story By : juskelapa
Instagram : @juskelapaofficial
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

32. Duel Dijah

Hal yang paling ditakutkan oleh Dijah ternyata bukanlah Fredy. Wanita berumur 23 tahun itu ternyata paling takut oleh hutang.

Hidup bertahun-tahun dalam dunia yang serba keras menjadikan Dijah kuat karena faktor lingkungan. Kehidupan rumah tangga orangtuanya yang meski baik-baik saja sampai keduanya menua tetap tidak bisa memberikan kehangatan keluarga yang sebenarnya.

Di usia yang sangat muda Dijah harus menjadi seorang janda. Dia telah belasan kali berpindah-pindah tempat tinggal untuk menghindari mantan suaminya itu.

Dari sosok Dijah yang begitu polos, Dijah menjelma menjadi sosoknya yang seperti sekarang. Yang tidak peduli dengan penampilannya, cuek terhadap perkataan orang lain, dan baginya hidup adalah tentang hari ini saja.

Kebahagiaan Dul, putra semata wayangnya adalah yang utama. Dari penjelasan itu, semua orang menilai, di usia mudanya ternyata Dijah sudah cukup dewasa.

Dijah menjadi legenda di kos-kosan itu bukan tanpa alasan. Meski ia belum tergolong lama tinggal di sana tapi ia pernah menoleh sejarah dengan mengusir seorang gadis seumurannya yang setiap hari melontarkan sindiran karena rasa cemburu.

Sebenarnya cerita Tini ini hanya mengulang kembali. Posisi Dijah sama seperti wanita berbadan berisi yang sedang berhadapan dengan Tini sekarang.

Bedanya dulu Dijah memang tidak mengambil pacar orang lain, ia malah tidak mempedulikannya. Tapi gadis yang tinggal di lantai 2 terus-menerus meneror.

Dijah yang saat itu baru saja tinggal di kos-kosan itu dan harus sering pulang malam dari sebuah kafe karena menjadi pelayan sangat gerah dengan sindiran 'pelacur' yang dilontarkan padanya.

Mengingat bahwa semua manusia memiliki batas akan kesabarannya, penghuni kos yang hari itu menjadi saksi memaklumi apa yang dilakukan Dijah.

Suatu pagi yang cerah setahun yang lalu. Masih segar di ingatan teman-temannya, terutama Tini. Dijah yang kemarin malamnya baru saja dihajar Fredy pagi itu duduk di depan pintu kamarnya.

Sejak membuka mata ia sudah mendengar wanita di lantai dua berdendang lagu BENTO Iwan Fals yang dirubah judulnya menjadi 'LON TE'.

Dijah sabar menunggu, sampai wanita itu kembali bernyanyi saat melintas di depannya.

Tak perlu diragukan lagi apa yang dilakukan Dijah saat itu. Dengan bekas luka memar yang didapatnya dari Fredy, Dijah menerkam wanita itu. Kedudukan seimbang karena kedua wanita itu bertubuh kurang lebih sama.

Dibawah tatapan mata penghuni kos yang menjadi penonton, Dijah berhasil memenangkan perkelahian hari itu. Hukum rimba berlaku di beberapa tempat. Tak ada pengaduan ke pihak berwajib. Dan teman-teman mereka membiarkan aksi itu berlangsung demi kepuasan hati mereka semua.

Yang kalah sudah dipastikan tak akan bisa lagi berada di sana. Dan sesuai kesepakatan yang tak terucap, sore setelah perkelahian itu, Dijah melipat tangannya berdiri di depan pintu kamar menyaksikan wanita itu pergi dengan tas besarnya.

Dijah menjadi legenda seketika. Sejak itu, tak ada yang berani menyenggolnya di kos-kosan itu. Kecuali, Nyai si pemilik kos yang datang menagih iuran.

"Jah! Kau biarkan si Tini bergelut?" tanya Mak Robin dari sebelah Dijah yang berdiri tekun menyaksikan Tini yang bergumul di halaman kos. Matanya menatap tekun seolah sedang berjudi sabung ayam. Ayam Dijah yang berambut merah.

"Hajar Er! Tarik rambutnya Er! Lo pasti bisa!" teriak seorang perempuan yang kemungkinan besar adalah sahabat lawan Tini.

"Mbak Dijah! Mbak Tini bisa kalah itu! Lawannya gede!" pekik Asti.

"Apa perlu aku yang misahinnya?" tanya Mak Robin pada Dijah yang masih diam.

"Eh jangan! Nanti anakmu ngeliat ibunya berantem. Gak usah. Tunggu dulu, Tini perlu pelampiasan." Dijah kembali menatap Tini yang sedang berbaring telentang dan tubuhnya dihimpit lawannya yang lebih besar.

Tini yang mengenakan sepasang legging bercorak macan tutul dan sebuah kaos oblong memang tampak kesulitan. Mulut Tini memang hebat, tapi fisiknya tidak. Ia kebalikan dari Dijah.

Sorakan sudah terdengar dari manusia-manusia tak beradab yang mengelilingi duel dua orang wanita itu tanpa perasaan.

Tak apa selama keduanya tak memakai benda-benda berbahaya pikir Dijah. Tini akan lega meski babak belur, dan ia akan meninggalkan Gatot tanpa rasa menyesakkan yang berlebihan.

"Erna!! Tarik rambut merahnya! Biar gundul!" teriak seorang wanita lagi.

"Heh! Rambutmu mau aku tarik?" tanya Dijah sengit pada wanita itu. Dijah mulai panas mendengar temannya diolok-olok.

Tini terus berusaha menghentakkan kakinya ke tanah putih berdebu yang dipenuhi banyak batu yang mencuat.

"Jah... Jah... Tolong..." rintih Tini di antara cengkeraman tangan lawan di leher kausnya. Tangannya meraba-raba tanah mencoba mencari sesuatu untuk membela diri.

Ini saatnya pikir Dijah. Ia mendorong dua orang wanita yang menutupi jalannya. Dengan kaki telanjang Dijah meletakkan kakinya di bahu lawan Tini dan mendorong wanita itu ke samping hingga jatuh ke tanah.

Dijah menarik Tini untuk bangkit dan menyingkirkan temannya itu ke tepi arena pertempuran. Kini tampilan Tini mirip seperti sebuah kemoceng. Rambutnya semrawut mencuat di mana-mana. Maskaranya meleleh karena airmata dan satu bulu mata palsu wanita itu hilang entah ke mana.

"Enak aja kamu bantu!" teriak sahabat wanita lawan Tini tadi langsung merenggut rambut Dijah. Seketika pegangan Dijah pada pundak sahabatnya terlepas.

Dijah meringis memegangi pangkal ikatan rambutnya untuk menahan tarikan itu agar tak membuatnya kehilangan segumpal rambut.

Mendapat serangan dari belakang membuat Dijah memundurkan langkah kakinya untuk merapatkan tubuh pada si penyerang. Ia langung menyentak siku tangan ke arah perut wanita di belakangnya. Satu sentakan dan pegangan pada rambutnya terlepas.

Namun Dijah ternyata tidak dibiarkan tenang terlalu lama, pacar Gatot yang sekarang menarik kerah bajunya dan menjatuhkan Dijah ke tanah.

Ternyata omongan dari mulut ke mulut yang mengatakan bahwa Dijah adalah legenda di tempat itu membuat orang lain ingin membuktikan gosip.

Mereka berdua; pacar Gatot dan sahabatnya telah membulatkan tekad untuk menghajar Dijah habis-habisan.

"Jangan!" teriak Dijah saat Mak Robin maju ke depan. Robin tampak ketakutan memegangi baju ibunya.

"Bawa anakmu! Aku nggak apa-apa!" teriak Dijah yang kini posisinya sudah seperti Tini, tersudut dibawah pacar Gatot yang duduk di atasnya. Dan sahabat wanita itu bersorak kegirangan.

"Dasar lon te! Udah dapet mangsa baru laki-laki dengan motor merah itu udah bangga kamu!" ucap perempuan yang sedang menekan leher Dijah.

"Merhatiin aku juga ya? Ganteng toh pacar aku? Kamu selera? Mau diambil juga? Ambil kalo bisa!" Dijah tertawa seraya menarik baju wanita itu agar lebih mendekat padanya. Dengan leher yang semakin lama tercekik, sekuat tenaga ia menarik baju wanita itu.

"Dijah! Dijah! Dijah! Dijah! Dijah!" sorak penghuni kamar lantai satu menyerukan namanya. Dijah semakin bersemangat. Saat wajah wanita itu sudah mendekat padanya, Dijah mengangkat kepalanya dan menghantam dahi wanita itu.

"ADUH!! ADUH!! Anjing lo!" teriak wanita itu melepaskan cengkeramannya pada keras kaos Dijah yang sekarang sudah semakin turun memperlihatkan tali branya. Kerah kaos oblongnya seketika berubah menjadi model Sabrina.

Dijah berguling untuk mencampakkan wanita itu ke samping dan gantian menaiki tubuh wanita itu.

"Kamu mau si Gatot? Ambil!!" teriak Dijah.

PLAKK!!

Dijah menampar pipi wanita itu. "Tapi jangan hina-hina temenku! Kamu juga nggak lebih baik dari dia!"

"Sakit! Berengsek!" teriak wanita itu meraba-raba wajahnya.

"Cowok yang hobinya suroto itu kalian rebutkan! Bikin malu!" teriak Dijah.

"Apa Suroto Mbak?" tanya Asti pada Tini.

"Suka rogoh to tong, itu istilah Dijah. Bukan aku yang bikin, kamu jangan ngeliat aku kayak gitu. Kurang ajar juga si Dijah. Dia lagi belain aku tapi tetep menghina mas-ku," tukas Tini.

Wanita lawan Dijah ternyata cukup tangguh. Karena tubuh Dijah yang lebih kecil darinya, ia masih bisa bergerak dan sedang meraba-raba sebuah batu yang terletak tak jauh dari tangannya.

Ternyata Dijah melihat hal itu dan langsung memegang tangan lawannya serta menyiapkan satu kepalan tinju yang akan diarahkannya ke wajah pacar Gatot.

"Dijah! Dijah! Dijah!" sorak penghuni kamar lantai satu.

"Bangun Erna! Kamu bisa!" teriak penghuni kamar lantai dua.

Manusia-manusia yang tak memanusiakan sesamanya semakin padat mengerubungi mereka. Arena itu semakin berdebu. Dijah seperti dicelupkan ke karung tepung terigu. Rambutnya berdebu dan wajahnya penuh pasir. Kaos oblongnya sekarang berkerah sabrina, dan sikunya penuh luka lecet.

Sekali pukulan saja, wanita ini pasti menyerah pikir Dijah. Namun rencana Dijah gagal.

"DIJAH!!!" teriak Bara yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

Bara berlari ke belakang Dijah. Dengan melingkarkan kedua tangannya di sekeliling pinggang wanita itu, Bara bisa mengangkat tubuh Dijah mudah.

"Astaga.... Apa ini?? Ada yang berantem malah diliatin aja! Bubar semua! Bubar!" teriak Bara dengan wajah kesal. Kedua tangannya masih mencengkeram pinggang Dijah yang berdiri mematung dengan mata terbelalak.

Bara datang ke tengah arena pertempuran seperti sedang melerai anaknya yang tawuran.

Dijah melepaskan tangan Bara dan berputar untuk melihat pria itu.

"Aku baru bilang nggak bisa dateng hari ini, tapi kamu udah kayak gini. Aku belom berangkat, masih di sini. Kamu udah babak belur begini lagi." Bara menaikkan leher kaos yang dikenakan Dijah untuk menutupi bahu wanita itu.

"Katanya nggak dateng..." ucap Dijah pelan.

"Kalo aku nggak dateng, kamu bisa duel gitu?" tanya Bara. Laki-laki itu kemudian menoleh ke belakangnya. Tampak dua orang pria berdiri sedang meringis memandang Dijah dan Bara bergantian.

"Itu siapa Mas Bara?" tanya Tini.

"Hah? Itu Mas Heru sepupuku dan Bayu temen kantorku. Jangan ngomong yang aneh-aneh ya Tin..." ujar Bara sedikit khawatir.

Tadinya hanya mau mampir. Tapi malah mendapati pemandangan di luar perkiraannya. Bara membersihkan wajah Dijah dengan telepak tangannya.

"Itu Mas Heru kakak sepupuku... Maksudnya pengen aku kenalin. Tapi kayaknya aku salah waktu," bisik Bara seraya membuka ikatan rambut Dijah yang berantakan.

"Mas Heru yang pakai kemeja birukah Mas?" tanya Tini lagi.

"Iya..." jawab Bara tanpa menoleh. Ia masih sibuk melihat luka-luka lecet di tangan pacarnya.

"Itu baru sosok Gatot Kaca di kehidupan nyata... Gagah tenan," gumam Tini.

Tini sedang melemparkan tatapan menggodanya ke arah Mas Heru dan Bayu yang mengernyit menatapnya. Tini tak menyadari tampilannya saat ini mirip sebuah kemoceng.

To Be Continued.....

1
echa purin
👍🏻
lily
nah gitu stlh nikah langsung bsa nempatin rumh baru
lily
akhirnya wisuda juga ya bar
lily
pak Wirya dosen psikolog jdi tau pasti harus bagaimana menyikapi sudah sepatutnya seperti ini , tapi memang pak Wirya ayah yg bijaksana terlepas dari embel2 dosen dll
lily
nangis ke sekian kali,,, Dijah
lily
tiba tiba nangisin dijah
lily
deg serrrr
lily
tpi emang bner ada kok bapak model gni, ibu model morotin anak juga ada,,, gak penting anak mau pulang apa kagak yg penting duwitnya ,,,,
lily
kelakuan tini 🤣🤣
lily
🤣🤣🤣kelakuan tini
lily
tini ngerti amat sih
lily
aku ngajak banget,, biasanya yang bilang astaga, itu si bara skrng si Tini hahaha
lily
bijak amat pak Wirya
lily
kamvret 😂
lily
tini ih harus di sensor itu wkwkwk
lily
bara dih ceplos amat wkwkw
Wandi Fajar Ekoprasetyo
ayo bude Tini...... bantai nih laki²
Hani Hanifah
pernah di posisi ini, saat kami ngotot berharap punya anak kedua, ga dikasih aja, saat 6 tahun berlalu, dan kami berdua sudah pasrah, ALLAH kasih kehamilan yang tak diduga bahkan saya minum obat warung abis 2 strip karena badan merasa demam dan kepala pusing, tapi klo ALLAH sudah berkehendak janin pun tetap tumbuh kuat di dalam rahim. sekarang anak kedua saya udah 8 tahun😇.
Hani Hanifah
Dijah mah wonder woman, cuma kaleng doang mah cetek...sekali pukul langsung gepeng..😂
Wandi Fajar Ekoprasetyo
ternyata kebiasaan Bara(astaga)tuh awalnya dr cerita ini ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!