NovelToon NovelToon
Kebangkitan Zahira

Kebangkitan Zahira

Status: tamat
Genre:Wanita Karir / Pelakor jahat / Cinta Lansia / Tamat
Popularitas:497.9k
Nilai: 4.9
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

pernikahan selama 20 tahun ternyata hanya jadi persimpangan
hendro ternyata lebih memilih Ratna cinta masa lalunya
parahnya Ratna di dukung oleh rini ibu nya hendro serta angga dan anggi anak mereka ikut mendukung perceraian hendro dan Zahira
Zahira wanita cerdas banyak akal,
tapi dia taat sama suami
setelah lihat hendro selingkuh
maka hendro sudah menetapkan lawan yang salah
mari kita saksikan kebangkitan Zahira
dan kebangkrutan hendro

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KZ 15

Hendro melangkah pelan masuk ke ruang perawatan ibunya.

Di dalam, tampak Sinta duduk di sisi ranjang, setia menunggui. Sesekali ia menyeka keringat di dahi sang ibu dengan penuh kesabaran.

Pemandangan itu menusuk hati Hendro—dulu, yang melakukan hal-hal kecil tapi berarti seperti itu adalah Zahira. Istrinya. Atau lebih tepatnya, mantan istrinya.

Sekarang, seorang pembantu yang baru dikenalnya semalam harus menggantikan peran itu.

Hendro mendekat, lalu perlahan menggenggam tangan ibunya yang lemah.

Tangan itu dingin, rapuh, namun masih mampu memberi kehangatan yang menyentuh hatinya.

Ia menunduk, menatap wajah ibunya dalam diam.

Ada genangan air di matanya—campuran rasa bersalah, lelah, dan kehilangan yang perlahan mulai merambat ke dalam hati.

"Hendro, ini semua salah Zahira! Kamu harus kasih dia pelajaran. Bawa pulang dia, ajari dia cara bersikap! Didik istrimu itu dengan benar," ucap Rini dengan wajah penuh amarah.

“Sudahlah, Bu. Zahira sudah bukan bagian dari keluarga kita lagi. Jangan terus menyalahkan dia,” ucap Hendro pelan, menatap ibunya dengan raut khawatir. Alih-alih merenungi kesalahan, ibunya justru terus mencari kambing hitam—menyalahkan orang yang selama ini tak pernah benar-benar mereka hargai.

"Ini semua salah kamu, Hendro. Dari dulu kamu terlalu lembek sama istrimu. Harusnya kamu lebih tegas! Dia itu cuma wanita desa, masa kamu, seorang ASN, bisa dipermainkan begitu saja oleh Zahira?" ujar Rini kesal.

Hendro menghela napas berat. "Sudahlah, Bu... jangan terlalu banyak dipikirkan, apalagi soal orang yang Ibu sendiri sudah usir dari rumah," ucapnya pelan sambil menggenggam tangan ibunya dengan lembut.

"Maaf, Bu... aku harus kerja dulu, ya," ucap Hendro pelan, hendak berpamitan.

"Ibu sama Sinta dulu, ya. Dia pembantu yang baru semalam aku temui, Bu… tapi sepertinya bisa dipercaya."

Wajah Hendro terlihat ragu, tapi ia mencoba tetap tenang di depan ibunya. Dalam hati, ada kekhawatiran yang belum kunjung reda.

"Kamu lihat sendiri, kan? Hanya dalam semalam kamu sudah bisa cari pembantu," ucap Rini dengan nada datar, tanpa ekspresi.

"Jadi jangan pikir Zahira itu istimewa. Mencari wanita seperti dia itu mudah. Tapi mencari yang seperti Ratna? Itu susah. Cantik, modis, berpendidikan, karier bagus, mandiri... dia wanita langka. Kamu harus tetap bersamanya."

Ucapan itu meluncur begitu saja, seolah Rini lupa bahwa dirinya dulu pernah menjadi ibu rumah tangga biasa. Dan Sulis—wanita yang dulu menjadi sekretaris suaminya—akhirnya juga dinikahi. roni yang tak pernah ia sadari, atau sengaja ia abaikan.

 “Sinta, aku titip Ibu dulu ya. Tolong jaga beliau baik-baik,” ucap Hendro.

Hendro buru-buru keluar dari rumah sakit. Waktu sudah terlalu siang, sementara ia masih harus berangkat kerja. Langkahnya cepat, napasnya sedikit terburu—ini hari yang kacau, dan semuanya terasa tak terkendali.

"Jam segini aku belum tidur, belum mandi, belum ganti baju," gumam Hendro sambil menatap bayangannya sendiri di kaca mobil.

"Kenapa hidupku jadi seribet ini, sih?"

Ia mengusap wajahnya dengan kasar, napasnya berat.

"Ke mana Ratna? Harusnya dia yang nyiapin semua ini."

Tapi kemudian ia sendiri menjawab dalam hati, getir,

"Bukan... dia bukan ibu rumah tangga. Dia wanita karier. Wajahnya cantik, tapi dia nggak bisa melayaniku."

Hendro terdiam sejenak. Tatapannya kosong.

"Kalau dia nggak bisa melayaniku... terus buat apa aku nikahi dia?"

Pertanyaan itu menggantung di udara, pahit, menyayat, dan mulai membuka luka yang selama ini ia tutupi dengan ego dan kesombongan.

Hendro menghela napas panjang. Kepalanya berat, tapi tiba-tiba terlintas sebuah gagasan—menurutnya elegan dan solutif.

"Aku harus membawa pulang Zahira."

Ya, Zahira yang selama ini melayani kebutuhannya, mengurus rumah, merawat ibunya, bahkan menyambutnya pulang dengan senyum meski lelah.

Sementara Ratna? Ratna adalah kebanggaannya—cantik, pintar, punya karier bagus. Tak akan memalukan jika diajak ke acara-acara resmi.

"Zahira untuk melayaniku… Ratna untuk kebanggaanku."

Ia tersenyum tipis, merasa mulai menemukan jalan keluar dari kekacauan hidupnya.

"Lagi pula, Ratna setuju dengan poligami. Dia modern, pemikirannya terbuka. Beda dengan Zahira—terlalu ortodoks, terlalu kaku cara berpikirnya."

Semua mulai terasa masuk akal di kepala Hendro. Tapi ia lupa—bukan semua orang bisa diperlakukan seperti pion, dan bukan semua wanita bisa diseret kembali setelah disia-siakan.

Tanpa terasa, Hendro sudah sampai di rumah.

Begitu turun dari mobil, pandangannya langsung tertuju ke garasi yang kosong.

“Mobilku yang satu... ke mana?” gumamnya curiga, lalu matanya membelalak.

“Sial! Masa aku kemalingan?” serunya panik.

Dengan cepat ia membuka ponsel dan mengakses aplikasi CCTV rumah.

Saat rekaman terbuka, napasnya tertahan—lalu berubah menjadi amarah yang membuncah.

Jam lima pagi, terlihat Anggi bersama tiga laki-laki dan dua perempuan berpakaian seksi keluar dari rumah. Salah satu dari mereka membawa mobilnya.

Wajah Hendro memerah.

“Gila! Ini anak makin kurang ajar!” desisnya.

Ia segera mencoba menelepon Anggi. Tapi layar ponsel hanya menunjukkan satu pesan: Nomor tidak aktif.

“Ah, sial!” geram Hendro sambil membanting ponsel ke sofa.

Kepalanya berdenyut, pikirannya campur aduk antara marah, kecewa, dan putus asa.

Untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa tak punya kendali atas hidupnya—rumah tangga berantakan, anak tak terkendali, dan dirinya… seorang lelaki yang ditinggalkan kenyataan.

Saat Hendro hendak menelepon Anggi lagi, tiba-tiba ponselnya berdering.

Di layar tercantum nama: Hermawan — atasannya.

Dengan cepat Hendro menjawab, sedikit gugup.

"Ya, Pak... ada apa?"

"Jam berapa ini, Pak? Kok belum sampai kantor?" suara Hermawan terdengar tegas.

"Ada tamu penting hari ini. Kelas kakap!"

"Segera ke kantor!" lanjutnya dengan nada setengah membentak.

"Baik, Pak. Secepatnya saya sampai," ucap Hendro sambil menelan ludah.

Tapi Hermawan menambahkan, "Jangan ke kantor. Dia minta ketemu di Hotel Nusa Indah."

Hendro menghela napas panjang. Lagi-lagi ia dijadikan pion.

Kalau urusan kotor, dia yang turun tangan. Tapi kalau hasilnya bersih dan mengkilap, nama baik selalu ditarik ke atasan.

Namun ia tahu, Hermawan bukan atasan biasa. Orang itu selalu "adil" dalam dunia mereka—hasil komisi selalu dibagi rata, dan pintu naik pangkat selalu dibuka lebar untuk Hendro.

Pikiran itu membuat Hendro kembali bersemangat.

Moral? Etika? Semua itu terasa kabur di tengah tekanan hidup, keluarga yang berantakan, dan kenyataan bahwa sistem yang ia jalani sudah lama busuk.

Tapi hari ini, seperti biasa, ia memilih bermain di dalamnya

Hendro masuk ke kamarnya. Pandangannya langsung tertuju pada tumpukan barang yang berantakan.

Pakaian berserakan, laci terbuka, dan tempat tidurnya kusut tak terurus.

Ia menggaruk kepala, bingung mencari baju bersih.

Dulu, semua sudah tertata rapi. Ia tinggal duduk, dan Zahira akan menyiapkan segalanya—baju, dasi, bahkan kaus kaki. Tapi sekarang Zahira sudah tak ada. Dan kekosongan itu terasa makin nyata.

Dengan napas berat, Hendro membuka lemari dan menarik satu-satunya kemeja yang masih tergantung rapi: kemeja yang ia pakai saat menikah dengan Ratna.

Tanpa banyak pilihan, ia mengenakannya. Bau apek menyengat dari kain yang sudah dua hari belum dicuci.

Ia meraih botol parfum, menyemprotkannya berulang-ulang, berharap aroma menyengat itu bisa menutupi kenyataan yang lebih pahit—bahwa hidupnya mulai berantakan.

Saat ia menatap bayangan dirinya di cermin, tekadnya mulai tumbuh:

"Aku harus bawa pulang Zahira... bagaimanapun caranya."

1
N Wage
novel keren...walau ada typo2nya dan detil2 kecil yg hilang .
N Wage
itu si ratna metongkah???
Nisa Nisa
🤣🤣🤣🤣🤣
Nisa Nisa
sdh sakaratulmaut masih juga gk ada tobatnya ni perempuan laknat. Itu menantu pilihanmu mana ada datang menengok mu apalgi merawatmu.
Nisa Nisa
masih bisa merasa geli?? bukan rasa bersalah, luar biasa kamu Zahira
Nisa Nisa
Betul betul gk ada akhlak. Minta tolong sambil marah marah terus ditolongin dan di abaikan orang yg menolong.
Zahira benar-benar beruntung punya keluarga spt ibu Bpk dan adik2nya tambah beruntung punya pria yg mencintainya spt Adit. Padahal Zahira begitu bodoh dan gk ada ahlak
Nisa Nisa
msh mau menyalahkan mereka lagi ??
Nisa Nisa
mana dibungkus rapi senyuman. Bukankah kamu cuma jadi babu mereka, kamu aja yg bodoh.
Nisa Nisa
gk heran sih dgn ibunya saja mereka durhaka. Bgmpun sebagai ibu kamu jg gagal mendidik anak-anak mu. Membiarkan mereka di didk mertua, suami dan Ratna.
Nisa Nisa
Dasar Zahira bodoh, 17 th usia anaknya berarti 17 th juga ibu bapak dan saudaranya menyimpan luka dan dia sama sekali gk peka. Malah menuduh adik2nya sinis padanya krn dia menikah dgn orang kota yg kaya. Hatimu Zahira yg ada sombong, bukan adikmu yg iri. Mereka menyimpan luka demi menjaga rumah tanggamu.
N Wage
sepertinya tgl.15 juli 2007 deh.bukan tgl 17.
Nisa Nisa
salah paham lagi Zahira terhadap saudaranya, Zahid senang akhirnya kakaknya berhenti dari kebodohannya selama ini. itu sebabnya dia begitu senang.
Yati Syahira
kejahatan pengkhianat dibalas tuanai hendro nikmato hasilmu
Yati Syahira
bagus di jadiin ladang uang anggi sama vino dijual
Yati Syahira
hendro dajjal pantes angga anggi kaya setan kelakuanya
Yati Syahira
romlah senjata peluru masuk kemulutmu
Yati Syahira
sukurlah anakanya jdi dajjal seperti bpak dan neneknya
Yati Syahira
kho ini alur ceritanya anak anaknya dibikin durhaka sama ibunya
Nisa Nisa
setelah jatuh tersungkur kemana tempat pulang?? le orang tua. susah baru ke orang tua itu jg bentuk kedurhakaan
Nisa Nisa
Baru sadar kamu. orangtua tdk perlu memberikan sumpah serapah pada anaknya, cukup merasa sakit hati dlm diam percayalah hidup anaknya tdk akan tenang dan bajagia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!