Ranjang Tuan Lumpuh

Diego melingkarkan tangannya di pinggang Aishe, dan menarik tubuhnya hingga jarak diantara mereka semakin menyempit. Lalu, tangan nakal itu diam-diam menarik tali pajamas yang menjadi pengikat, membuat pajamas bermodel kimono itu tersingkap memperlihatkan bagian tengah tubuhnya.

Belum puas dengan aksinya. Tangan itu secara lincah mengerayang naik, menyusuri perut dan semakin naik lagi. Hingga, menjumpai dua benda kenyal nan padat penuh pesona.

Merasa terancam, Aishe melepaskan ciumannya dan menegakkan tubuhnya. "Bisakah kita ke kamar, Tuan?"

"Kenapa? Kau tidak suka suasananya?" Diego menarik tengkuk leher Aishe, membuat keduanya kembali dekat.

Napas hangat Diego, tiba-tiba menyapa telinganya. Menyalurkan sebuah gelombang aneh dalam hatinya.

"Takut nanti ada yang menerobos masuk."

Diego melirik ke belakang. Melihat dari balik kaca, Ashan baru saja berjalan masuk. Namun, langkah kakinya terhenti ketika melihat tuannya kembali bermesraan.

"Eemm … kalau ada yang masuk tanpa mengetuk pintu. Aku akan memotong kepala kura-kura dan menjadikannya sup, lalu …." Diego terhenti, matanya masih fokus melihat Ashan yang kini memegangi senjata keperjakaannya.

"Lalu?"

"Lalu membuat dia meminum sup itu."

Ashan segera meninggalkan sebuah map di atas meja. Kemudian lari keluar terbirit-birit. Saat melihat tangan kanannya berlari, Diego kembali fokus menatap Aishe.

Tangan nakal itu kembali beraksi. Dengan lembut menarik kain yang bertengger di pundak Aishe hingga melorot jatuh ke bawah, menampakkan pundak putih nan mulusnya. Tanpa permisi, pria itu mengecup pundak Aishe dengan lembut.

Ada gelora aneh yang tanpa sadar menerjang batas pertahanannya. Entah, itu karena setiap sentuhan lembut dari pria itu, atau ada hal lain.

Aishe mengedikkan bahu, kala bulu-bulu tipis menyentuh kulitnya. Diego dengan cepat memegang pinggul Aishe dan mengangkat tubuhnya hingga berpindah ke atas pangkuan.

Lalu, tanpa aba-aba menyambar bibirnya, ******* tanpa ampun dan tanpa jeda. Suhu tubuh mereka pun berubah menjadi hangat, dan lama-lama menjadi panas membara.

Duduk di pangkuan Diego, membuat Aishe bisa merasakan dengan jelas dorongan dari senjata laras panjang Diego yang mulai mengembang, menunjukkan kegagahannya.

Menyadari senjata Diego sudah siap bertempur, Aishe sekali lagi melepaskan bibir Diego dengan paksa. "Tidak bisakah kita ke kamar, Tuan?"

Diego mengangkat pa ntat Aishe ke atas, lalu menarik celananya turun ke bawah. "Tapi aku ingin memakanmu sekarang."

Sentuhan intim, memang menjadi setengah dari kehidupan manusia. Apa lagi jika bisa melakukannya dengan orang yang di cinta. Namun, apa kata jika napsu menyerbu? Bahkan, dengan orang asing pun bisa.

Namun hubungan yang terjalin diantara kita adalah simsiosis mutualisme. Aku mencapai balas dendam, dan dia mendapatkan pelayanan.

Orang berpikir aku terlalu gila. Namun mereka tidak pernah tau, bagaimana hidup di pulau tak berpenghuni selama 59 hari tanpa makan dan minum.

Gila, hahaha! Demdamku sudah mendarah daging. Jika mati pun, aku akan membawa pria itu ke neraka.

Semua orang akan dibutakan oleh dua hal, napsu dan amarah.!

Diego dengan cepat mengeluarkan senjata laras panjangnya. Lalu, menyapa gerbang nirwana yang hampir seminggu ini tidak ia jamah, karena kondisi kakinya yang sempat memburuk.

Dilesakkannya gumpalan daging panjang tak bertulang itu ke dalam tanpa permisi, membuat Aishe sempat mendessah sembari mengigi bibir bawahnya.

"Anda tidak menutup mataku, Tuan?"

"Tidak. Aku akan membuatmu keenakkan hingga berinisiatif menutup mata sendiri."

Diego menarik turunkan panggul Aishe hingga melesak lebih dalam dan dalam lagi. Membuat Aishe tanpa sadar menutup matanya dan menonggak ke atas.

"Aahh … uummm." Lelungan demi lelungan keluar dari mulutnya, menyapa indra pendengaran Diego.

"Dam't, Ishe …." Diego memacu lebih kuat, membuat desahaan Aishe semakin keras.

Gila, dia semakin brutal, padahal, kakinya sedang tidak baik-baik saja. Atau jangan-jangan ….

Aishe berusaha menenggelamkan pikiran buruknya dan mencoba berpikir positif. Dia sendiri sudah mencari tau kemampuan seex orang lumpuh, dan beberapa dari mereka memang bisa melakukan hubungan ranjang.

Alih-alih terbenam dalam pemikiran seperti itu. Aishe lebih memilih untuk menikmati alur. Sudah ke beberapa kali mereka berhubungan, dan ini adalah kali pertama mata Aishe dibiarkan terbuka. Jelas, dia tidak mau melewati moment ini.

Aishe membuka matanya perlahan. Melihat netra berwarna amber itu dengan lembut menatapnya. Untuk pertama kali, Aishe bisa melihat wajah kemerehan Diego yang mempesona. Desisan dari bibirnya yang sexy, tanpa sadar membuat Aishe terhipnotis begitu saja.

Aishe mendekap wajah Diego, lalu mencumbunya dengan mesra. Sangat mesra hingga dia melupakan segala dendam dan sakit hatinya. Yang terlukis di wajah Aishe hanya rona merah kebahagiaan. Ini adalah pertama kali dia merasa bahagia dan benar-benar menikmati permainan ranjangnya.

"Ugg … Ishe, heyecan vericisin (kamu menggairahkan)" Diego melesakkan miliknya lebih dalam, dan menahannya beberapa saat.

Netra mata mereka kembali bertemu. Lalu secara bersamaan menaikkan dua sudut bibirnya dengan napas yang terdengar saling memburu satu sama lain.

Lelah dengan permainan panas, Aishe merebahkan kepalanya di dada Diego, sambil lirih berkata, "Ya sana aşık olursam?" (Bagaimana jika saya jatuh cinta pada Anda?)

Diego diam sejenak. Butuh beberapa menit sebelum akhirnya dia memberi Aishe sebuah jawaban. "Aku tidak keberatan!"

Namun, Aishe terlelap dalam lelahnya sebelum dia bisa mendengar jawaban Diego.

...☆TBC☆...