Ingin berbuat baik, Fiola Ningrum menggantikan sahabatnya membersihkan apartemen. Malah menjadi malam kelam dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesuciannya direnggut oleh Prabu Mahendra, pemilik apartemen. Masalah semakin rumit ketika ia dijemput paksa orang tua untuk dijodohkan, nyatanya Fiola sedang hamil.
“Uang yang akan kamu terima adalah bentuk tanggung jawab, jangan berharap yang lain.” == Prabu Mahendra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Sabar
“Serius?”
“Serius Maya, masa gue bohong.” Ola menceritakan kejadian semalam, dimana Denis menuduhnya menjadi sugar baby dan membandingkan dirinya kalah jauh dari Prabu menjadi alasan Ola menolaknya.
Saat ini Ola ditemani Maya menunggu Prabu di lobby, pasangan itu akan makan malam di luar.
“Prabu bilang apa?”
“Ish, bapak kali. Nggak sopan tau, gue aja masih panggil dia bapak.”
“Iya, terus gimana?” tanya Maya lagi.
“Kirain bakal duel, taunya diomong doang, tapi sukses bikin Denis diem. Lagian laki-laki mulutnya lemes banget.”
Maya tidak komentar, pandangannya tertuju ke depan. Ada Gama dan Prabu datang,
“Pangeran lo, datang. Gue cabut ya.”
“Eh, nanti dulu.”
Ola beranjak dari sofa menghampiri Prabu yang langsung memberikan kecup4n di kening. “Jalan sekarang?” tanya Prabu dan Ola mengangguk sambil tersenyum.
Gama menyerahkan kunci mobil.
“Dah Maya, hati-hati di jalan ya,” seru Ola.
“Iya, pulang jangan malam-malam, nanti bumil masuk angin,” sahut Maya lalu menatap Gama yang masih berdiri di dekatnya.
“Malam, Mas Gama. Saya duluan ya.” Tidak menunggu pria itu menjawab, Maya langsung pergi menuju ruang ganti. Ia akan mengganti seragam sebelum pulang. Malam ini ia mulai tinggal di kosan Ola. Bahkan sudah membawa koper dan tas dari kontrakan lama.
Sempat berbincang sebentar dengan rekan kerjanya saat keluar dari ruang ganti.
“May.” Seseorang menghampiri Maya. “Cowok itu nyariin lo.”
Dahi Maya mengernyit melihat Gama berdiri dengan tangan berada di saku celana. Menduga akan dimintai bantuan lagi untuk berbelanja atau mencari kebutuhan Prabu dan Ola, sedangkan ia sudah lelah.
“Ganteng May,” bisik rekan kerja Maya. “Gue duluan ya.”
“Iya, hati-hati.”
Maya menaik koper dan tas yang disusun jadi satu, menghampiri Gama.
“Mas Gama, cari saya?”
“Hm.”
“Aduh mas, saya udah capek. Kalau minta dianter shopping, besok-besok ajalah. Pengen rebahan, mana bawaan saya banyak.” Maya melangkah meninggalkan Gama, tapi terhenti tangannya dicengkram pria itu.
“Saya mau ajak kamu makan. Biar saya antar pulang juga. Bawaan kamu banyak, nggak akan muat pakai motor.”
“Hah, Mas Gama bilang apa?”
Gama menghela nafas. Tidak mungkin Maya tidak mendengar apa yang dia bilang. Langsung mengambil alih gagang koper. “Ikut aku!”
“Eh, nanti dulu. Ini maksudnya Mas Gama ngajak kencan?” tanya Maya sambil mengekor Gama yang melangkah lebar-lebar.
Gama dan Prabu sebelas dua belas, selain dingin, gagah dan tampan. Tubuh kedua pria itu juga tinggi, tidak aneh kalau berjalan bunyi prok prok prok, eh kalau berjalan bersamanya Maya harus berjalan cepat agar tidak tertinggal.
“Makan, aku ajak kamu makan. Bukan kencan.”
“Kalau makan doang nggak mau ah, saya maunya kencan. Udah ada yang ngajakin saya kencan nih, tetangga kontrakan saya. Nggak percaya baca aja nih chatnya.” Maya bahkan sampai menyodorkan ponselnya.
Langkah Gama terhenti lalu menoleh ke Maya.
“Kamu mau kencan dengan pria itu?”
“Ya nggak lah. Ekspektasi saya Lee Min Ho, meleset ya kayak Mas Gama ini. Yang itu mah di luar ekspektasi. Jadi, mas Gama mau ajak kencan apa makan?” tanya Maya sambil tersenyum dan mengedipkan matanya.
“Makan,” jawab Gama lalu kembali melangkah.
“Ish, nyebelin.”
***
Maya mencibir saat membuka pesan dari Ola yang isinya fotonya dengan Prabu dengan caption, romantic dinner.
“Halah, biasa makan pecel ayam nasinya nambah sekarang pamer candle light dinner. Pulang ke rumah laper lagi,” keluh Maya lalu menyeruput es jeruknya.
Gama yang sedang mengunyah menoleh karena gumaman Maya. Ia berdecak karena wanita disampingnya makan sambil bermain ponsel.
“Eh,” pekik Maya ponselnya direbut Gama dan langsung dimasukan ke dalam kantong celana.
Bukannya marah, Maya malah terkekeh. Entah Gama merencanakan akan mengajak makan di mana, nyatanya ia memaksa untuk makan di warung tenda. Tidak ingin penampilannya menjadi mencolok di tempat itu, Gama menanggalkan jasnya di mobil.
“Enak ‘kan?”
“Hm.”
“Mau disuapin gak? Rasanya pasti lebih enak,” bisik Maya menggoda Gama.
“Makan! Ada yang ingin aku bicarakan setelah ini.”
“Sambil makan aja, saya multitasking kok. Mulut mengunyah, kuping siap mendengarkan, hidung bernafas dan tenang aja mata ini tidak akan lepas memandang Mas Gama.”
“Habiskan dulu makananmu, yang ingin aku bicarakan ini penting.”
Tidak sampai sepuluh menit, Maya sudah selesai makan dan mencuci tangan. Kembali duduk dan menghabiskan es jeruknya.
“Ayo, saya siap!”
“Bapak rencana akan pindah, entah ke rumah orangtuanya atau rumah baru. Saya juga diminta cari rumah untuk mereka.”
Maya langsung menghela nafas. Tentu saja hal ini akan berimbas dengan pekerjaannya. Ia malas kalau dapat majikan baru, belum tentu sebaik dan secuek Prabu. Beberapa rekan kerjanya ada yang resign karena majikan mereka mesum dan ada juga yang mengomel tidak jelas. Padahal apa yang dikerjakan sudah sesuai.
“Paling saya resign cari kerja lain.”
“Saya bisa bantu kamu di kantor, ada posisi staf yang kosong dan ….”
“Mau Mas, saya mau.”
“Saya belum selesai bicara. Salah satu staf HRD akan resign, dua bulan lagi. Bapak juga belum tahu akan pindah kapan.”
“Oke, saya setuju aja. Yang penting bisa lihat Mas Gama tiap hari, maksudnya dapat kerja baru.” Maya terkekeh karena Gama membuang pandangannya.
Gama beranjak untuk membayar.
“Udah selesai bicaranya?” tanya Maya menghampiri Gama.
“Sudah.”
“Nggak ada lagi gitu yang mau disampaikan?” Gama menggeleng pelan. “Dih, kirain mau ngobrolin masalah kita.”
“Kita?” tanya Gama tangannya sudah memegang handle pintu mobil.
“Emang susah interaksi sama tembok, mau hujan mau angin diem aja nggak ada respon.”
Sudah berada di mobil, bahkan mesin mobil dan pendingin udara sudah dihidupkan.
“Nunggu apa?” tanya Maya karena mobil belum juga bergerak.
Gama menatap Maya lalu mendekat. Membuat wanita itu mengernyitkan dahi dan pikirannya mendadak travelling menduga akan mendapatkan serangan bibir dari pria yang setiap digoda, tapi tidak pernah baper. Ia pun memejamkan mata dan ….
Srek
“Seatbelt,” ucap Gama sudah menjauhkan lagi wajahnya.
Bukan kecewa karena salah sangka, Maya malah senyum-senyum sambil menepuk pipinya.
“Ish, Mas Gama romantis deh. Macam di drama percintaan, perhatian banget pasangin seatbelt.”
“Kamu terlalu banyak menghalu,” ujar Gama sambil fokus pada kemudi.
“Ya iyalah, saya menghalu terus. Dunia nyata susah menaklukan situ, ya udah nge-halu aja.”
Gama menghela nafas lalu berkata, “Sabar.”
“Hah, maksudnya sabar apa?”
\=\=\=\=\=\=
Haiiii, Udah lama nggak ngobrol disini,
Kaisar : Tahu, sepi banget ini lapak. Mana si pandu, kagak nongol.
Prabu : Kenapa manggil Pandu, ini panggung gue ya. Thor, dua bab berikutnya harus full gue sama Ola
biar pulang-pulang langsung bisa dilanjut adegan godaan Maya nya 🤣
takdir idup org beda² kelesss... gak harus jg sama. fiola itu sdari dlu dah kalian sakitin makanya skrg idupnya dikasih nikmat bahagia
lah kamu, org gakda syukur nya kok mau enak²nya saja. Prabu gak akan kasih lah apalagi kamu berpotensi pembawa bencana
gara gara main air tuh...