SIAPKAN KANEBO UNTUK MENYEKA AIR MATA!!!
"Manakah yang akan membunuhnya, siksaan suami atau penyakit mematikan?"
Demi menghindari perjodohan dengan seorang pria yang merupakan mafia, ia menjebak seorang montir dan memaksa menikahinya. Tanpa disadari olehnya, bahwa sang montir ternyata adalah bekas seorang bos mafia.
Bukannya bahagia, Naya malah mendapat perlakuan buruk dari sang suami. Mampukah Naya bertahan dengan siksaan Zian di tengah perjuangannya melawat maut akibat penyakit mematikan yang menggerogoti tubuhnya?
IG otor : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Check up
Malam hari Zian masih di sibukkan dengan pekerjaannya, sementara Dimas sudah bersiap-siap pulang.
"Bos, kau tidak pulang?" tanya Dimas saat melihat Zian masih bekerja.
"Aku malas bertemu Si Malapetaka itu, aku akan pulang nanti," jawab Zian.
"Baiklah, aku akan pulang duluan."
Zianpun melanjutkan pekerjaannya sampai lupa waktu. Hingga rasa lelah menggerogoti tubuhnya, barulah ia berhenti bekerja dan bergegas pulang.
Setibanya di rumah, dia melangkahkan kakinya menuju ruang makan. Langkahnya seketika terhenti manakala mendapati Naya tertidur di meja makan dengan posisi tangan sebagai bantal.
Di meja telah tersedia beberapa menu makanan yang di masak oleh Naya.
Kenapa dia tidur di sini? Apa dia menungguku?
Zian mendekati gadis yang beratatus istrinya itu. Menatap wajahnya yang terlihat begitu lelah. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menjalar di hatinya, namun segera di tepis.
Dasar gadis bodoh.
Zian lalu mengambil sebuah buku resep masakan yang berada di atas meja itu, "Jadi dia benar-benar belajar memasak," gumamnya pelan.
Laki-laki itu segera masuk ke kamarnya, dan kembali keluar dengan lilitan handuk di pinggang. Zian segera masuk ke kamar mandi.
Sayup-sayup Naya mendengar suara percikan air yang berasal dari kamar mandi. Gadis itu mencoba mengumpulkan energinya. Menguap seraya merentangkan tangan keatas.
Apa Zianku sudah pulang? batin Naya.
Tidak lama kemudian, Zian keluar dari kamar mandi dengan pingganya yang telilit handuk. Dia melewati Naya yang sedang duduk menunggunya di ruang makan.
Naya menatap Zian yang hanya menggunakan handuk tanpa berkedip. Dia begitu terpesona dengan aura yang keluar dari dalam diri suaminya itu.
Sekarang aku yakin, gembok pintu surga benar-benar terbuka sehingga bidadara ini turun ke bumi dan menjadi pangeranku. batin Naya.
"Kenapa kau suka sekali melihatku dengan cara seperti itu?" tanya Zian dengan nada ketusnya yang khas.
"Hehe, kau sangat menggoda kalau sedang tidak pakai baju," jawab Naya dengan polosnya membuat Zian terperanjat.
Sadar dengan ucapannya, Naya segera membekap mulutnya dengan telapak tangannya. Sementara Zian menatap Naya seperti orang yang sedang kesal.
Zian mempercepat langkahnya masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian, sementara Naya tetap duduk menunggunya di meja makan.
Tidak butuh waktu lama, Zian keluar dari kamar sudah berpakaian lalu duduk di meja makan berhadapan dengan Naya.
"Mau aku ambilkan makanannya?" tawar Naya dengan penuh semangat.
"Aku bisa sendiri," Lagi-lagi Zian bicara dengan ketus, namun Naya selalu membalas dengan senyuman. Zian pun memulai makan malamnya.
Ya ampun, sampai kapan aku harus makan masakan gadis bodoh ini. Rasa masakannya benar-benar tidak enak, menyiksa kerongkonganku saja.
"Tidak enak, ya? Maaf... aku masih belajar. Aku akan berusaha belajar memasak setiap hari," ucap Naya takut-takut.
Sepertinya kau belum menyerah. Aku pikir kau tidak akan betah setelah aku memberimu tugas yang banyak. Tapi sepertinya kau benar-benar menikmati peranmu. Baiklah, aku akan membuatmu lebih tersiksa lagi, sampai kau sendiri tidak tahan dan pergi dari hidupku.
"Dengar, jika dalam satu bulan rasa masakanmu masih seperti ini, aku akan menendangmu keluar dari rumah ini!" Ucapan Zian terdengar seperti sebuah ancaman mematikan bagi Naya. Gadis itu menelan salivanya dengan susah payah.
Menendangku keluar dari rumah ini? Lalu aku akan tinggal dimana? Aku kan hanya punya dirimu dalam hidupku. batin Naya.
"Ba-baik, aku akan belajar lebih giat," kata Naya.
"Kau tidak makan karena tidak sanggup memakan masakanmu sendiri kan? Kau hanya menyiksaku dengan makan masakan anehmu ini,"
"Tidak, aku sudah makan," Naya menunjukkan senyum terindahnya, membuat Zian lagi-lagi membentaknya dengan keras.
"JANGAN SENYUM! JELEK!" bentak Zian.
***
Dengan pakaian tidurnya, Naya berbaring di atas kasur lipat yang beralaskan lantai. Ia memandangi setiap bagian kamar yang sangat sempit itu, sangat berbeda dengan kamar di rumah lamanya.
Zian memberinya kamar sempit dan pengap itu agar Naya tidak betah tinggal di rumahnya. Berharap Naya menyerah dan segera pergi dari hidupnya.
Tiba-tiba gadis itu merasa ada sesuatu yang basah keluar dari hidungnya. Ia segera bangkit dan mengambil cermin kecilnya.
"Aku mimisan lagi?" Naya segera berlari menuju kamar mandi yang berada di lantai bawah.
Saat melewati ruang makan, bersamaan dengan Zian yang baru saja keluar dari dapur, sehingga mereka bertabrakan. Naya tersungkur jatuh ke lantai. Tapi Zian malah memarahinya dengan keras.
"NAYAAA!! Kau pikir rumah ini lapangan, sehingga kau bisa berlarian seenaknya?" bentak Zian.
Naya tidak menjawab, dia hanya berusaha menutupi hidungnya dengan tangannya. Gadis itu berdiri dari posisi duduk di lantai dan langsung pergi ke kamar mandi tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sampai kapan aku harus tinggal serumah dengan gadis menyebalkan itu. Aku benar-benar sedang menunggu hari dimana dia pergi dari hidupku untuk selama-lamanya. batin Zian.
Di kamar mandi, Naya mencuci hidungnya yang terus mengeluarkan darah. Hingga darah berangsur berhenti menetes. Naya kemudian berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang pucat.
Sekarang aku harus apa, Ayah? batin Naya.
****
Keesokan harinya...
Naya menatap Zian dengan perasaan tidak menentu, ingin bicara, namun pasti hanya bentakan keras yang didapatkannya. Akhirnya, gadis itu mengumpulkan kekuatannya untuk bicara pada sang suami.
"Boleh aku keluar sebentar?" tanya Naya di tengah-tengah sarapan paginya.
"Kau mau kemana?"
"Aku mau bertemu temanku. Cuma sebentar, setelah itu aku akan langsung pulang,"
"Terserah kau mau kemana. Aku tidak peduli!"
Mendengar ucapan Zian yang menusuk hati itu, Naya hanya membalas dengan tersenyum. Gadis itu sadar, Zian tidak akan peduli dan tidak mau tahu apapun tentangnya.
Setelah Zian berangkat ke bengkel miliknya, Naya segera bersiap-siap untuk menemui seseorang.
Hari itu Naya mengunjungi sebuah rumah sakit yang selama ini menjadi tempatnya menjalani pengobatan setelah kejadian naas yang menimpanya beberapa tahun lalu.
"Selamat pagi, Dokter..." ucap Naya saat memasuki ruangan seorang dokter.
"Pagi..." jawab dokter itu.
Dokter pria berusia 34tahun itu terlihat terkejut saat melihat siapa yang masuk ke ruangannya.
"Naya... Kau darimana saja? Kenapa beberapa minggu ini kau menghilang?" tanya Sang Dokter.
"Maafkan aku... Banyak hal yang terjadi padaku."
"Baiklah, duduklah, Nay... Ada banyak hal yang harus kita bicarakan. "
Dokter Fahri Azkara, adalah seorang dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan gasrto enterologi hepatologi.
Dokter Fahri sudah menangani Naya selama beberapa tahun ini, sejak kejadian penembakan yang terjadi padanya empat tahun lalu yang mengakibatkan organ hatinya harus di angkat sebagian. Sejak saat itu, Dokter Fahri menangani Naya dan terus memantau perkembangan kesehatannya.
"Kau terus minum obatmu dengan rutin, kan?" tanyanya kemudian.
"Iya. Tapi beberapa hari aku melewatkannya karena obatku habis. Aku baru punya waktu untuk kemari,"
Dokter itu mengusap kepala Naya dengan sayang, "Naiklah ke tempat tidur, aku akan memeriksamu dulu," kata dokter itu.
Naya di bantu seorang suster berbaring di atas tempat tidur, dokter itupun segera melakukan pemeriksaan pada Naya.
"Kau makan makanan sesuai anjuran ahli gizi kan?"
"Beberapa hari ini aku tidak sengaja melanggar sedikit. Jadi perutku agak sakit."
"Naya, kau benar-benar harus menjaga kesehatanmu. Jaga pola makanmu. Kau belum pulih sepenuhnya sejak kejadian itu." ujar Dokter Fahri.
"Baik, Dokter..."
"Apa ada gejala lain yang kau alami?"
"Aku hanya mimisan beberapa kali." jawab Naya dengan santainyanmembuat raut wajah dokter itu langsung berubah mendengar jawabannya.
"Naya, kau tidak boleh melakukan aktivitas yang berlebihan. Sesuaikan dengan kemampuan tubuhmu."
"Baik, Dokter." sahut Naya seraya tersenyum.
Dokter Fahri lalu menuliskan resep obat yang harus di tebus gadis itu.
"Ini resep yang harus kau tebus di apotek," katanya seraya menyerahkan selembar kertas.
"Terima kasih, Dokter." Naya baru akan berpamintan dengan dokter itu, namun dokter itu menahannya.
"Bisa kita bicara sebentar?"
****
BERSAMBUNG