NovelToon NovelToon
Anjani Istri Yang Diremehkan

Anjani Istri Yang Diremehkan

Status: tamat
Genre:Poligami / Janda / Selingkuh / Tamat
Popularitas:1.7M
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Uang miliaran di rekening. Tanah luas. Tiga ratus pintu kontrakan.

Anjani punya segalanya—kecuali harga diri di mata suaminya dan keluarganya.

Hari ulang tahunnya dilupakan. Status WhatsApp menyakitkan menyambutnya: suaminya disuapi wanita lain. Dan adik iparnya dengan bangga menyebut perempuan itu "calon kakak ipar".

Cukup.

"Aku akan tunjukkan siapa aku sebenarnya. Bukan demi mereka. Tapi demi harga diriku sendiri."

Dan saat semua rahasia terbongkar, siapa yang akan menyesal?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 7

Anjani bangun di sepertiga malam. Kini, ia tinggal di kontrakannya sendiri—tempat yang sejak SMA sudah ia rintis secara diam-diam. Usai salat tahajud, ia membaca Alquran, lalu membuka beberapa jurnal ilmiah di laptopnya. Ponselnya berbunyi pelan—notifikasi m-banking masuk. Transferan Rp25.000.000.

Anjani mengernyit. Ia segera mengetik pesan.

“Bang, ini uang apa lagi?”

Balasan dari Reno datang cepat.

“Hadiah ulang tahun dari abang.”

“Ih, Bang, uangku masih banyak, lho.”

“Hehe, siapa tahu suamimu butuh,” balas Reno ringan.

Anjani menghela napas panjang. Ada desakan dalam hatinya untuk bercerita, kalau dia sedang tidak baik-baik saja dengan Riki, tapi belum saatnya. Belum hari ini.

Ia kembali menekuni bacaan. Salah satu artikel membuatnya tertegun.

“Keluarga berpendidikan tinggi dan ekonomi stabil cenderung menghormati peran ibu rumah tangga. Sementara penghinaan terhadap peran ini lebih sering datang dari kelompok menengah bawah dengan pendidikan rendah, terutama yang baru merasakan kekayaan.”

Anjani tersenyum kecil.

“Memang seharusnya, makin tinggi ilmunya, makin rendah hatinya. Kalau masih sombong dengan ilmu, itu tandanya baru berdiri di gerbang pengetahuan—belum masuk ke dalamnya.”

Suara azan Subuh terdengar dari masjid terdekat, menghentikan lamunannya. Anjani berdiri. Kini, ia bisa hidup tanpa tekanan—tak perlu lagi pusing memikirkan sarapan untuk seluruh keluarga. Enam bulan terakhir, ia nyaris tak bernapas karena harus melayani semuanya. Sekarang, ia hanya perlu mengurus dirinya sendiri.

Anjani keluar dari kontrakan. Meski hartanya miliaran, ia tetap hidup sederhana. Ia menjatah dirinya hanya Rp50.000 per hari. Tak punya koleksi tas, perhiasan, atau sepatu mahal. Pemasukan dari pertanian saja mencapai Rp50 juta sebulan. Kontrakan menyumbang Rp75 juta. Belum termasuk investasi yang terus berjalan.

Anjani keluar dari kontrakan pagi itu dengan sapu di tangan. Ia terbiasa mandiri. Meski punya asisten yang bisa diandalkan, ia tetap memilih menyapu dan mengepel halaman depan kontrakannya sendiri. Bagi Anjani, keringatnya adalah bagian dari ketenangan.

Tanpa ia sadari, dari sudut gang, seorang perempuan mengangkat ponsel dan diam-diam merekam.

Lusi—yang baru saja keluar dari salah satu unit kontrakan—terperanjat saat melihat Anjani membungkuk mengepel lantai. Senyum sinis muncul di wajahnya. Ia segera mengirimkan video itu ke Nina.

Tak butuh waktu lama, Nina membalas dengan nada mengejek.

“Wow, kirain habis cerai bakal jadi manajer. Ternyata tetap upik abu.”

“Hehe, kirim ke grup, ya,” balas Lusi cepat.

Nani ikut menyahut dengan tawa.

“Siap, Kakakku tersayang.”

Tawa mereka mengalir… tanpa tahu siapa sebenarnya yang sedang mereka hina.

Nina mengunggah sebuah video berdurasi 15 detik. Di sana tampak sosok Anjani sedang menyapu halaman kontrakan dengan pakaian sederhana, rambut diikat seadanya, dan sandal jepit.

Nina menambahkan caption:

“Mantan istri manajer, sekarang jadi tukang sapu.”

Tak butuh waktu lama, komentar pun bermunculan.

Nani:

“Upik abu edisi premium 😂. Kirain habis cerai langsung karier melejit.”

Susi:

“Ciyee… ternyata balik ke habitat. Emang dari awal bukan level keluarga kita.”

Rini:

“Gaya boleh sok mau gugat cerai riki, tapi ujungnya tetep ngepel juga. Katanya punya harga diri?”

Beberapa stiker tawa menyusul. Grup itu riuh dengan ejekan yang tak ada hentinya. Dan akhirnya, muncul komentar paling tajam dari Mirna.

Mirna:

“Inilah untungnya Riki mau digugat cerai sama dia. Bayangin kalau masih di rumah ini—kita punya menantu yang bisanya cuma nyapu dan masak. Untung udah pergi.”

Ninamenambahkan sambil tertawa:

“Iya, Bu. Harusnya dulu dia daftar jadi ART, bukan jadi istri manajer.”

Nanimenyahut cepat:

“Mas Riki pantas medapatkan yang terbaik, manajer itu harusnya sama wanita karir dan berpendidikan bukan hanya dengan wanita yang bisa nyapu sama ngepel.”

Grup itu mendidih oleh hinaan, tanpa rasa empati. Semua orang menertawakan Anjani yang tak tahu apa-apa.

Sementara itu, di kontrakannya, Anjani masih menyiram bunga kecil di halaman. Wajahnya tenang, matanya teduh, dan pikirannya sibuk merencanakan masa depan.

Anjani membuka ponselnya untuk mengecek tagihan listrik kontrakan. Matanya tak sengaja menangkap notifikasi dari grup Keluarga Besar Pratma. Ia membuka, dan seketika tubuhnya membeku.

Sebuah video—dirinya sedang mengepel halaman—terputar otomatis. Di bawahnya berderet komentar kejam.

Nina

: “Upik abu upgrade, tetap aja babu.”

Nani: “Gagal jadi istri karier, jadi tukang sapu aja lah.”

Susi: “Pantas dicerai.”

Mirna: “Untung Riki sadar sebelum makin hina keluarganya.”

Anjani menatap layar ponsel lama. Lalu menarik napas pelan, senyum kecil menghiasi bibirnya. “orang-orang hina memang suka menghina” gumam anjani yang sama sekali tidak terpengaruh dengan vidio itu.

Di rumah Mirna, dia  terlihat kelelahan. Keringat membasahi pelipisnya saat ia duduk di tengah tumpukan cucian.

“Astaga, pekerjaan kok gak ada habis-habisnya…” gumamnya lirih. Dua hari tak mencuci, pakaian sudah menggunung seperti gunung kecil.

Ia menarik napas panjang, membuka ponsel untuk mencari hiburan. Sebuah video anjani yang sedang mengepel di grup WhatsApp keluarga membuatnya tersenyum tipis—“haha anjani—anjani memang pantasnya kamu jadi pembantu ga pantas jadi menantuku” gumamnya

Lalu ia mengeluarkan uang pemberian Riki dari tas kecilnya. Dihitungnya lembar demi lembar. Tiga juta rupiah. Ia menghitung ulang, tapi hasilnya tetap sama.

Dengan cermat, ia mulai mencatat kebutuhan rumah tangga.

Tagihan listrik: enam ratus ribu.

Harga beras sesuai yang biasa dibeli Anjani: delapan ratus ribu per karung. Kalau dua karung, berarti satu juta enam ratus ribu.

Tagihan WiFi: tiga ratus lima puluh ribu.

Kebutuhan sabun, pasta gigi, dan pembersih lantai: lima ratus ribu.

Mirna terpaku. Totalnya sudah lebih dari tiga juta.

....

Di ruang kerjanya yang sunyi, Riki memijat pelipisnya. Pikirannya penuh sesak.

“Bulan depan aku pindah ke luar kota, jadi kepala cabang,” gumamnya lirih. “Aku mau Anjani ikut. Tapi ibu malah sibuk menyiapkan pernikahanku dengan Lusi.”

Ia mengembuskan napas berat.

“Anjani, kenapa sih kamu nggak mau dipoligami? Kalau kamu mau, semua jadi lebih mudah. Aku bisa bahagiain ibu dengan menikahi Lusi, tapi tetap mencintaimu. Aku masih sayang banget sama kamu,” bisiknya sendiri.

Matanya menatap kosong. “Sayangnya kamu bukan seperti Lusi. Coba kalau kamu dari keluarga kaya, atau pendidikannya tinggi. Mungkin keluargaku akan lebih mudah nerima kamu...”

Riki membuka grup WhatsApp keluarga. Sebuah video membuat dadanya ngilu—Anjani, istrinya, sedang mengepel lantai kontrakan. Komentar-komentar menyakitkan dari keluarganya berseliweran tanpa ampun.

“Tuh kan,” gumam Riki. “Apa aku nggak bilang, kamu menderita hidup di luar? Mending ikut aku, tinggal di rumah, nggak perlu capek-capek kerja. Aku kasih uang juga.”

Tapi di balik ucapannya, tak ada niat sedikit pun untuk membela Anjani dari ejekan mereka.

Ia menelpon istrinya, namun berkali-kali panggilan itu tak diangkat.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama ibunya muncul di layar.

“Riki, kamu jangan bohongin ibu!” suara Mirna terdengar tegas.

“Apa maksudnya bohong sih, Bu?”

“Berapa jatah yang kamu kasih ke Anjani tiap bulan?”

“Tiga juta, Bu.”

“Yang benar, Riki.”

“Benar. Nih ya Bu, aku rinci: buat Ibu dua juta, buat kuliah Nina dan Nani dua juta, buat Bapak lima ratus ribu, pegangan aku dua juta, dan buat Anjani tiga juta.”

“Uang tiga juta buat Anjani itu kurang, Riki. Ibu sudah hitung. Listrik, WiFi, sabun, beras—semua itu udah lebih dari tiga juta. Itu belum termasuk bahan makanan!” tegas Mirna.

“Ah, nggak mungkin kurang, Bu. Anjani nggak pernah ngeluh,” Riki membantah.

“Nanti Ibu kirim rinciannya kalau kamu nggak percaya.”

Riki terdiam.

“Dan itu belum termasuk ongkos Nina dan Nani. Mereka biasanya minta lima puluh ribu per hari,” ucap Riki memberi tahu pada ibunya, saat anjani masuk ke rumah itu nina dan nani baru saja masuk kuliah

“Tidak!” pekik Mirna kaget. Napasnya tercekat.

“Kenapa, Bu?”

“Riki, jangan pakai jatah Ibu buat ongkos Nina dan Nani!”

“Ya nggak mungkin juga pakai uangku, Bu. Aku kan butuh beli bensin,” kilah Riki.

Mirna terdiam sejenak, lalu bertanya, “Gaji kamu sebenarnya berapa, Riki?”

“Enam belas juta, Bu.”

“Lah, yang enam jutanya ke mana?”

“Yang enam juta itu buat setoran mobil, Bu,” jawab Riki cepat.

Di ujung telepon, Mirna terduduk lemas.

“Siapa yang menutupi biaya rumah selama 6 bulan terakhir ini, anjani kah?” gumam mirna

“oh mungkin uang tabungan anjani, dia ingin diakui oleh keluargaku sampai harus mengorbankan tabungannya” pikir mirna

1
Ayu Rinjani
raka sama aja anak emak.. nurut ajah apa kata emak
Bunda Keisha
extrapart donk... msh kurang.. /Pray/
esti kusuma
judulnya sepele, isinya wow
Ari Peny
kok diko punya data dr intelijen kamu hrs curiga anjani
Ari Peny
pasti ni diko ada rahasia
shari ayi
selamat berjuang rizki dan raka 💪💪💪💪💪💪💪💪💪💪
Hainun Hanafiah
kok kaya kisah nyata yaa..
Rika Hassan Aulia
terimakasih Thor cerita yg keren happy ending bikin seneng... coba kl sad ending g bisa tidur 👍
Ari Peny
yaaa anjani kok kalah
Memyr 67
𝖻𝖾𝗋𝗁𝖺𝗋𝖺𝗉, 𝗌𝖾𝗍𝖾𝗅𝖺𝗁 𝖺𝗒𝖺𝗁𝗇𝗒𝖺 𝗅𝗎𝗌𝗂 𝖽𝗂𝗍𝖺𝗇𝗀𝗄𝖺𝗉, 𝗋𝗂𝗄i, 𝗒𝗀 𝗃𝖺𝖽𝗂 𝗌𝗎𝖺𝗆𝗂𝗇𝗒𝖺 𝖽𝗂𝗍𝖺𝗇𝗀𝗄𝖺𝗉. 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝗅𝗎𝗌𝗂 𝗆𝖾𝗇𝖾𝗋𝗎𝗌𝗄𝖺𝗇 𝗉𝗋𝗈𝖿𝖾𝗌𝗂 𝗃𝖺𝖽𝗂 𝗃𝖺𝗅𝖺𝗇𝗀 𝖽𝖺𝗇 𝖻𝖾𝗋𝗍𝖾𝗆𝗎 𝗌𝗂 𝗄𝖾𝗆𝖻𝖺𝗋 𝗇𝗂𝗇𝖺 𝗇𝖺𝗇𝗂, 𝗌𝖾𝗆𝗎𝖺𝗇𝗒𝖺 𝗍𝖾𝗋𝗉𝖾𝗋𝗈𝗌𝗈𝗄 𝗓𝗂𝗇𝖺, 𝗆𝖾𝗇𝗂𝗇𝗀𝗀𝖺𝗅𝗄𝖺𝗇 𝗂𝖻𝗎𝗇𝗒𝖺 𝗋𝗂𝗄𝗂 𝗌𝖾𝗇𝖽𝗂𝗋𝗂, 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝗃𝖾𝗅𝖺𝗌.
Dedeh Dian
sungguh sangat bagus ceritanya.... makasih author
Dedeh Dian
terimakasih author...sangat sangat bagus ceritanya... terinspirasi..untuk menjadi lebih kuat.💪
Ladya
Cih nulis pake chatGPT aja bangga 😏
SOPYAN KAMALGrab: hahaha.... terimakasih KA udah mampir
total 1 replies
Memyr 67
𝗀𝖺𝗒𝖺 𝗁𝗂𝖽𝗎𝗉 𝗅𝗎𝗌𝗂? 𝗅𝗎𝗌𝗂 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀, 𝗆𝖺𝗎𝗇𝗒𝖺 𝗆𝗈𝗋𝗈𝗍𝗂𝗇 𝗋𝗂𝗄𝗂, 𝗇𝗀𝗀𝖺𝗄 𝗍𝖺𝗎 𝗄𝖺𝗅𝖺𝗎 𝗒𝗀 𝖽𝗂𝖽𝖺𝗉𝖺𝗍 𝗋𝗂𝗄𝗂 𝗂𝗍𝗎 𝖻𝖺𝗇𝗍𝗎𝖺𝗇 𝖽𝖺𝗋𝗂 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺 𝗂𝗌𝗍𝗋𝗂𝗇𝗒𝖺. 𝗍𝖺𝗉𝗂 𝖼𝗈𝖼𝗈𝗄, 𝖽𝖾𝗇𝗀𝖺𝗇 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺 𝗋𝗂𝗄𝗂 𝗍𝗎 𝗅𝗎𝗌𝗂. 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺 𝗀𝗈𝖻𝗅𝗈𝗀.
Memyr 67
𝗂𝗇𝗂 𝗌𝖺𝗆𝗉𝖺𝗂 𝗄𝖺𝗉𝖺𝗇, 𝗄𝖾𝗌𝖺𝖻𝖺𝗋𝖺𝗇𝗇𝗒𝖺 𝖺𝗇𝗃𝖺𝗇𝗂?
Alang Sari
kereen bab ini
Lina Gunawan
realita politik dn birokrasi di negeri antah berantah
Yusni
cerira yg menaruk....sesuatu yg jrg sekali ada di novel..semua dikemas dlm saty cerita walau ada jg yg typo ...semoga semakin keren lagi kedepannya
Lina Gunawan
suka bngt sm alur ceritanya, kereen thor/Good//Good/
Dessy Lisberita
anjani sekarang berkuasa dari kakenya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!