Lana, seorang gadis yang tumbuh dalam pengabaian orangtua dan terluka oleh cinta, harus berjuang bangkit dari kepedihan, belajar memaafkan dan menemukan kembali kepercayaan pada cinta sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lidya Riani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 33 Ada Apa dengan Sakha ? Part 2
Keesokan harinya, Lana masuk kelas dengan kondisi memprihatinkan.
Kakinya tampak dibalut perban, pelipisnya ditempeli dengan plester dan lengan gadis itu memar.
Dilla langsung menginterogasi Lana begitu melihat kondisinya. Gadis yang terus mencoba tersenyum dan menyembunyikan rasa sakitnya itu akhirnya bercerita kalau ia mencoba memasang lampu di kamar mandinya, karena sudah 3 hari padam.
Namun, ia terpeleset, alhasil kaki kanannya terkilir, dan kepalanya terantuk dinding, belum lagi tangannya yang berusaha menumpu tubuhnya ketika jatuh menyebabkan luka memar.
Tapi gadis itu sangat bersyukur karena tidak ada luka fatal yang terjadi padanya, mengingat ujian akhir tinggal satu bulan lagi, dan ia harus menjaga fisiknya dengan baik.
"Nanti pulangnya naik taxi saja, aku gak kebayang kalau kamu harus desak-desakkan di bis dengan kondisi kaki seperti ini." Dilla memasang wajah cemas.
Lana hanya mengangguk dan mencoba tersenyum tipis, padahal dirinya harus menghemat uang jajan namun ia tidak menyangka ada hal darurat yang terjadi padanya.
"Nanti sore setelah beres les, aku coba ajak Joshua ke rumah kamu ya, buat pasang lampunya." tawar Dilla.
"Jangan Dil, aku enggak enak kalau harus merepotkan dia."
"Halah, kayak sama siapa aja. Ketimbang pasang lampu doang."
"Tapi kalau dia sibuk, kamu jangan paksa dia ya. Aku enggak apa-apa kok."
"Iya gampang, nanti aku kabari deh."
...-----------...
Bel pulang berbunyi.
Semua murid berhamburan keluar kelas.
Lana masih terduduk di kursinya, menunggu teman-temannya pulang lebih dulu. Sesekali ia memperhatikan keluar jendela dari ruang kelasnya, menyandarkan punggungnya di kursi sambil memeluk ransel.
Dengan kondisi kakinya, ia harus berjalan perlahan sehingga ia perlu menghindari situasi yang ramai. Jadi, ia bersabar menunggu sampai sekolahnya cukup sepi.
Setelah dirasa, suasana sudah kondusif, gadis itu mulai bangkit dari duduknya. Berjalan tertatih keluar kelas, saat dilihatnya tangga menurun di depannya, ia menghela nafas lelah.
Nyeri di pergelangan kakinya mulai terasa dan kini membayangkan kalau ia harus menuruni tangga, Lana langsung menelan ludahnya.
Ia mulai melangkah maju dan hendak menurunkan kaki kirinya pada anak tangga pertama, akan tetapi seseorang menahan tangannya.
Lana menoleh dan sedikit mendongak untuk melihat orang tersebut.
"Sakha.."
Tanpa meresponnya, pemuda itu langsung berjongkok di depannya sambil membelakangi gadis itu.
"Naik."
"Hah?"
"Ayo cepat naik!" perintahnya.
"Tapi.."
"Cepat Lana!"
Suara tegas dan tatapan tajam Sakha padanya, membuat Lana menurut.
Gadis itu segera menjatuhkan tubuhnya di punggung Sakha dan pemuda itu tanpa berbicara sedikitpun, langsung membawanya menuruni tangga.
...------------...
Sakha mengantar Lana pulang dengan motornya.
Ia juga membantu memapah gadis itu hingga memasuki rumahnya.
Tadi saat di kelas, ia tidak sengaja mendengar Dilla berbicara dengan ketua kelas dan menjelaskan penyebab Lana terluka.
"Terimakasih udah antar aku." ucap Lana singkat seraya bersiap membuka pintu rumahnya.
Entah kenapa hubungan keduanya menjadi mendadak canggung.
"Di mana lampu yang rusak?" tanya Sakha akhirnya tanpa memandang gadis itu.
"Kamu tahu?" selidik Lana.
"Tadi Dilla bilang." jawab Sakha datar.
"Oh."
Hening.
"Biar aku bantu pasang." tawaran Sakha membuat gadis itu mendongak.
"Enggak perlu, nanti Joshua akan bantu pasang."
Sakha berdecak.
"Jadi, kamu menolak bantuanku?" Sakha mendadak menatapnya tajam. Rahangnya mengeras, raut wajahnya penuh emosi.
Lana masih berdiri dengan tangan kirinya yang memegang gagang pintu.
Ia sudah merasa cukup lelah hari itu ditambah nyeri pada kakinya semakin terasa, ia tidak ingin menambah beban pikirannya dengan menghadapi pemuda tantrum yang kini masih berdiri di hadapannya dengan pongah.
"Sebenarnya kamu kenapa?" akhirnya Lana memberanikan diri untuk bertanya.
"Sejak kemarin kamu mendiamkan aku, sekarang kamu bicara ketus. Aku salah apa sama kamu?" akhirnya Lana mengeluarkan rasa penasarannya, bertanya sambil menahan emosi.
Sakha menyugar rambutnya ke belakang dan membuang nafas kasar.
"Kalau memang aku bersalah, aku minta maaf." lanjut Lana pasrah.
Pemuda itu masih tidak merespon dan hanya menatap Lana dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Aku mau istirahat, kamu pulang saja." pamit Lana akhirnya sambil berbalik.
Ia tak tahu lagi harus bersikap seperti apa menghadapi pemuda itu. Lana bukan cenayang yang bisa menebak suara hati orang lain, otaknya sudah penuh dengan berbagai hafalan dan masalah keluarga yang tak pernah ia tahu solusinya.
Dan kini ia harus memikirkan sikap Sakha yang tiba-tiba berubah aneh padanya. Tak ada waktu luang untuk itu.
Ceklek...
Bunyi pintu terbuka, membuat kaki Lana otomatis melangkah walau tertatih, masuk ke dalamnya.
"Lana..."
Panggilan lirih Sakha, tak terdengar oleh gadis itu yang langsung menutup pintu rumahnya.
Untuk beberapa saat Sakha masih belum beranjak, menatap pintu yang terbuat dari kayu mahoni tersebut dengan pandangan kosong.
Tangannya terkepal, emosi di dadanya masih menyelimuti membuat otaknya sama sekali tak bisa berpikir jernih.
Lana...
Gadis itu tidak bersalah..
Lantas kenapa ia harus membencinya...
tak bapak tak ibu sama aja dua duanya jahat sama anak sendiri