Rania Alesha— gadis biasa yang bercita-cita hidup bebas, bekerja di kedai kopi kecil, punya mimpi sederhana: bahagia tanpa drama.
Tapi semuanya hancur saat Arzandra Adrasta — pewaris keluarga politikus ternama — menyeretnya dalam pernikahan kontrak.
Kenapa? Karena Adrasta menyimpan rahasia tersembunyi jauh sebelum Rania mengenalnya.
Awalnya Rania pikir ini cuma pernikahan transaksi 1 tahun. Tapi ternyata, Adrasta bukan sekedar pria dingin & arogan. Dia manipulatif, licik, kadang menyebalkan — tapi diam-diam protektif, cuek tapi perhatian, keras tapi nggak pernah nyakitin fisik.
Yang bikin susah?
Semakin Rania ingin bebas... semakin Adrasta membuatnya terikat.
"Kamu nggak suka aku, aku ngerti. Tapi jangan pernah lupa, kamu istriku. Milik aku. Sampai aku yang bilang selesai."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PCTA 33
Jari-jarinya mengusap lembut punggung Rania, sementara bibirnya mengecup ubun-ubun gadis itu penuh perlindungan.
"Biar dunia memburuku... biar bahaya mengincar ku..." gumam Adrasta pelan, suaranya rendah namun sarat ketegasan, "aku tidak akan pernah lari darimu, Rania. Aku akan melindungi segalanya tentangmu... bahkan jika aku harus kehilangan nyawaku sendiri."
Dan saat malam mulai larut... Saat keheningan menjadi saksi... Di dalam hati Rania yang semula begitu rapuh dan ketakutan - mulai tumbuh perlahan benih perasaan yang jauh lebih kuat dari ketakutannya sendiri.
Benih cinta.
Benih percaya.
Dan mungkin... benih kehidupan baru yang sedang Tuhan siapkan dalam rahimnya.
Seusai badai hasrat yang mereka lewati, Adrasta tidak langsung membiarkan Rania menjauh. Justru sebaliknya, dengan penuh kelembutan namun tetap dominan, ia membopong tubuh rapuh Rania yang masih terasa gemetar dalam pelukannya. Tanpa berkata-kata, Adrasta melangkah menuju kamar mandi, membawa serta dunianya-Rania-ke dalam dekapan hangatnya.
Derasnya air shower mulai membasahi mereka berdua, membasuh sisa-sisa malam penuh rasa itu. Tapi justru di bawah guyuran air yang jatuh membelai kulit mereka, ada getaran rasa yang kembali hidup.
Adrasta menempelkan dahinya ke dahi Rania. Napas keduanya masih belum sepenuhnya teratur. Ada kilatan liar dalam mata Adrasta, tapi ada juga kelembutan mendalam yang hanya dimiliki untuk satu nama... Rania.
"Lihat aku..." bisiknya rendah, membuat jantung Rania kembali berdebar keras. Begitu mata mereka bertemu, Adrasta menunduk perlahan, mencium bibir Rania dengan rasa kepemilikan yang membuat gadis itu kembali lemah di dalam pelukannya.
Ciumannya tidak tergesa, tapi dalam... seolah sedang mengukirkan rasa cintanya di setiap hela napas Rania. Lengan Adrasta bergerak, menahan pinggang Rania, menempelkan tubuh gadis itu ke dinding kamar mandi yang dingin berbanding terbalik dengan panasnya tubuh mereka.
"Aku gila... kalau menyangkut dirimu," gumam Adrasta, suaranya berat, nyaris seperti erangan terpendam dari seorang pria yang tak ingin berbagi cintanya dengan dunia.
Rania hanya bisa menggigit bibir bawahnya, tak mampu membalas apa pun selain memanggil namanya dalam desah kecil.
"Adrasta..." Nama itu keluar begitu saja dari bibirnya -penuh rindu, penuh pasrah, penuh cinta.
Dan di detik berikutnya, Adrasta kembali menyatu dengannya kali ini di bawah guyuran air, di balik dinding sunyi, di antara derasnya rasa memiliki yang nyaris menyesakkan dada.
Gerakan Adrasta begitu menguasai, dalam, kuat, tapi tak pernah kehilangan sentuhan cintanya. Suara air shower seolah tak mampu lagi menenggelamkan suara desahan dan panggilan lirih nama Adrasta dari bibir Rania.
Ia melingkarkan kedua tangannya di leher Adrasta, menarik pria itu lebih dekat, lebih dalam, seolah ingin menyatu tanpa batas. "Aku milikmu, Rania..." bisik Adrasta di sela desahnya, "Selalu... dan selamanya."
Dan di momen itu bukan hanya tubuh mereka yang bersatu juga, tanpa sisa. tapi hati mereka Sebab bagi Adrasta, memiliki Rania bukan hanya tentang raga... tapi tentang jiwa. Tentang seluruh hidupnya. Tentang rumah yang akhirnya ia temukan... dalam diri Rania.
Seusainya mandi dan membersihkan diri mereka, Adrasta kembali ke pintu depan rumahnya untuk mengambil barang belanjaan dan kebutuhan yang sudah ia beli untuk ia bawa ke dapur.
Setelah melakukan hubungan suami istri itu,perut mereka sama sama terasa lapar dan beruntungnya Rania, karena siang itu Adrasta sendiri yang akan memasakkan makanan untuknya, untuk mereka berdua.