Axeline tumbuh dengan perasaan yang tidak terelakkan pada kakak sepupunya sendiri, Keynan. Namun, kebersamaan mereka terputus saat Keynan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya.
Lima tahun berlalu, tapi tidak membuat perasaan Axeline berubah. Tapi, saat Keynan kembali, ia bukan lagi sosok yang sama. Sikapnya dingin, seolah memberi jarak di antara mereka.
Namun, semua berubah saat sebuah insiden membuat mereka terjebak dalam hubungan yang tidak seharusnya terjadi.
Sikap Keynan membuat Axeline memilih untuk menjauh, dan menjaga jarak dengan Keynan. Terlebih saat tahu, Keynan mempunyai kekasih. Dia ingin melupakan segalanya, tanpa mencari tahu kebenarannya, tanpa menyadari fakta yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Keynan sudah rapi dengan setelan jas, tampak berwibawa saat meraih tasnya dan menuju ruang makan.
"Pagi, Mom, Dad," sapanya sebelum duduk.
"Pagi, sayang." Nayya meletakkan secangkir kopi di depannya.
"Terima kasih, Mom."
"Sama-sama. Sekarang Mommy masih bisa membuatkan mu kopi, tapi nanti, istrimu yang akan melakukannya."
Keynan menatap kopi itu dengan kosong. Ucapan ibunya menyentaknya ke dalam dilema yang tampak sederhana, tetapi begitu sulit.
Ia menghela napas, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Namun, Keyvan, yang memperhatikannya sejak tadi, akhirnya berkata, "Mommy sudah memberitahu Daddy."
Keynan menatap ayahnya, terkejut. Sebelum sempat bertanya, Keyvan melanjutkan, "Semua pilihan ada di tanganmu. Kau harus bisa melepas salah satu dari mereka tanpa menyakiti siapa pun."
Kata-kata itu menohok nya. Tanpa menyakiti siapa pun? Ia tidak ingin kehilangan Axeline. Namun, jika memilihnya, maka, Axeline akan terluka.
Keynan mengepalkan tangan. "Tidak, aku tidak akan membiarkan wanita iblis itu menyakiti Axeline." Tanpa berkata apa-apa, ia bangkit dan pergi, mengabaikan panggilan Nayya.
"Keynan, kau mau ke mana?" seru Nayya, namun tidak ada jawaban. Pria itu terus berjalan, seolah tidak ingin mendengar apa pun lagi.
Nayya mendelik kesal ke arah suaminya. "Kenapa kau tidak bicara lebih jelas?"
Keyvan hanya mengangkat alis. "Putramu saja yang bodoh. Aku menyuruhnya memilih, bukan melepas Axeline. Jika aku jadi dia, aku pasti memastikan maksud ucapanku."
Nayya mendengus kasar. Dia merasa ada yang putranya sembunyikan. Tapi, apa?
...****************...
Keynan tidak benar-benar pergi ke perusahaan. Ia justru mengarahkan mobilnya ke rumah Agnes. "Aku tidak bisa membiarkan wanita itu menyakiti Axeline. Jika harus mengalah untuk menang, maka aku akan melakukannya."
Sambil menyandarkan kepala sejenak, ia menarik napas dalam-dalam. Jari-jarinya lantas menyentuh layar ponsel, memasang earphone, lalu menekan kontak Agnes.
Di tempat lain, Agnes yang tengah bersantai di kamar, terbelalak senang saat melihat nama Keynan tertera di layar ponselnya. Tanpa ragu, ia segera menekan ikon berwarna hijau dan menempelkan ponsel ke telinganya.
"Keynan, aku senang kau menghubungiku. Ada apa?" tanyanya dengan antusias.
"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Ini tentang pertunangan kita. Apa kau ada di rumah?"
Senyum lebar tersungging di bibir Agnes. Tanpa sadar, ia mengangguk penuh semangat. "Iya, aku ada di rumah."
"Baiklah, aku akan segera sampai."
Tanpa menunggu jawaban, Keynan langsung mematikan panggilan. Ekspresinya tetap datar, sementara jemarinya menggenggam kemudi lebih erat.
Agnes yang sangat senang langsung melompat turun dari tempat tidur. Dengan penuh semangat, ia berlari keluar kamar.
"Mom, Dad!" serunya lantang, berlari menuruni anak tangga.
Della, yang sedang duduk di ruang tamu, menoleh dengan alis terangkat. "Ada apa, sayang? Kenapa kau berteriak seperti itu, hah?"
Agnes tersenyum lebar, matanya berbinar. "Keynan, Mom! Dia dalam perjalanan ke sini untuk membahas pertunangan kami."
Della terdiam sejenak sebelum akhirnya ikut tersenyum. "Benarkah? Kalau begitu, kita harus menyambutnya dengan baik."
Reno, yang awalnya bersiap untuk berangkat ke kantor, mengurungkan niatnya dan memilih menyambut Keynan.
Begitu mobil Keynan berhenti di depan rumah Agnes, wanita itu berlari ke luar dan langsung memeluknya.
"Aku senang kau datang, sayang," ucapnya manja.
Keynan tetap diam. Ia bahkan tidak membalas pelukan Agnes. Dengan ekspresi datar, ia melirik sekilas ke arah pintu rumah.
"Lebih baik kita masuk. Aku terburu-buru," ucapnya datar.
Agnes sempat kecewa dengan sikap dingin Keynan, tapi ia menepis perasaan itu. Yang penting, pria itu datang menemuinya.
Ia segera meraih lengan Keynan, memeluknya erat, lalu berjalan bersisian menuju ruang tamu, dimana Reno dan Della menyambutnya ramah.
"Maaf mengganggu pagi-pagi begini," ujar Keynan sopan, meski ekspresinya tetap dingin.
"Tidak masalah. Silakan duduk," jawab Reno.
Keynan menatap mereka bergantian. "Aku dengar kalian menemui Mommy untuk membahas pesta pertunangan. Jadi, aku sudah memilih wedding planner. Tapi …"
"Tapi apa?" tanya Reno penasaran.
Keynan mengalihkan pandangan. "Aku ingin pertunangan itu digelar di rumah ini."
Reno dan Della saling pandang. Mereka berpikir acara pertunangan akan diadakan di hotel berbintang, tempat di mana mereka bisa menyombongkan diri kepada para kenalan mereka. Tapi ternyata, Keynan justru menginginkan acara itu diadakan di rumah mereka.
"Kami tidak keberatan," ucap Reno, meskipun terdengar ragu. "Tapi kau tahu sendiri rumah kami tidak sebesar rumahmu."
"Tidak masalah. Aku akan mengirim orang-orang ku untuk mendekorasi ulang rumah ini agar terlihat lebih baik."
Reno dan Della akhirnya tersenyum lega. Jika Keynan bersedia menanggung semua biaya dekorasi, maka itu bukanlah masalah besar bagi mereka.
"Baiklah. Terserah padamu saja," ujar Della.
"Kalau begitu, aku permisi dulu. Aku harus segera ke kantor," pamit Keynan.
"Boleh aku ikut?" tanya Agnes tiba-tiba.
Keynan terdiam sejenak. Ekspresinya jelas menunjukkan rasa tidak suka, tapi akhirnya, dengan enggan, ia mengangguk.
"Baiklah," jawabnya singkat, sebelum berjalan lebih dulu, diikuti Agnes yang tersenyum penuh kemenangan.
Singkatnya, begitu mobil mereka berhenti di depan gedung perusahaan, Agnes turun dengan penuh percaya diri, seolah ingin menunjukkan kepada semua orang, siapa dirinya?
Perhatian para karyawan langsung tertuju pada mereka. Bisikan-bisikan pelan terdengar di antara mereka, membicarakan kedekatan Keynan dan Agnes. Namun, Keynan tetap memasang ekspresi dingin, seakan tidak peduli dengan tatapan mereka.
Berbeda dengan Agnes yang justru menikmati momen itu, terlebih ketika mereka melewati Axeline.
Tubuh wanita itu membeku di tempat. Matanya menatap ke arah mereka dengan sorot yang sulit diartikan.
Keynan tidak menoleh sedikit pun, tetapi diam-diam, jemarinya mengepal erat. Ada sesuatu yang menyesakkan di dadanya, namun ia menekannya dalam-dalam.
Sampai pintu lift tertutup, Keynan melepas pelukan Agnes yang sejak tadi terus menempel padanya.
"Ini di kantor. Aku harap kau bisa menjaga sikapmu," ujarnya dingin, dengan tatapan yang tajam.
Agnes menelan ludah, wajahnya sedikit memucat. Dengan sedikit gugup, ia mengangguk pelan.
Tidak lama kemudian, lift berbunyi, menandakan bahwa mereka telah sampai di lantai yang dituju. Pintu terbuka, dan tanpa menunggu, Keynan melangkah keluar dengan langkah cepat.
Agnes buru-buru mengikutinya. Namun, begitu mereka sampai di depan ruang CEO, Keynan tiba-tiba berhenti dan berbalik menatapnya dengan sorot mata yang tajam.
"Lebih baik, sekarang kau pulang. Aku sangat sibuk dan tidak ingin diganggu." Tanpa menunggu jawaban, ia langsung masuk ke dalam ruangannya dan menutup pintu dengan keras.
Agnes berdiri diam di tempat, jari-jarinya mengepal erat. Rahangnya mengeras, matanya menyipit penuh kemarahan.
"Baru saja kau bersikap baik padaku. Tapi sekarang? Semua ini pasti gara-gara wanita itu," geram Agnes.
jadi penasaran
thor jgn lama2 up nya