NovelToon NovelToon
Jejak Luka Diantara Kita

Jejak Luka Diantara Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Konflik etika / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Trauma masa lalu
Popularitas:700
Nilai: 5
Nama Author: sorekelabu [A]

Alya dan Randy telah bersahabat sejak kecil, namun perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua mereka demi kepentingan bisnis membuat hubungan mereka menjadi rumit. Bagi Alya, Randy hanyalah sahabat, tidak lebih. Sedangkan Randy, yang telah lama menyimpan perasaan untuk Alya, memilih untuk mengalah dan meyakinkan orang tuanya membatalkan perjodohan itu demi kebahagiaan Alya.

Di tengah kebingungannya. Alya bertemu dengan seorang pria misterius di teras cafe. Dingin, keras, dan penuh teka-teki, justru menarik Alya ke dalam pesonanya. Meski tampak acuh, Alya tidak menyerah mendekatinya. Namun, dia tidak tahu bahwa laki-laki itu menyimpan masa lalu kelam yang bisa menghancurkannya.

Sementara itu, Randy yang kini menjadi CEO perusahaan keluarganya, mulai tertarik pada seorang wanita sederhana bernama Nadine, seorang cleaning service di kantornya. Nadine memiliki pesona lembut dan penuh rahasia.

Apakah mereka bisa melawan takdir, atau justru takdir yang akan menghancurkan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 Perjodohan yang Dipaksakan

Bab 18: Perjodohan yang Dipaksakan

Malam itu, Randy duduk di salah satu restoran mewah di pusat kota. Ia menatap jam tangannya, sedikit gelisah. Laras, mama Alya, tiba-tiba menghubunginya tadi siang dan meminta bertemu. Tidak ada alasan jelas selain bahwa ini tentang Alya.

Ia sudah bisa menebak arah pembicaraan ini.

Dan ia tidak suka.

Beberapa menit kemudian, Laras datang dengan anggun. Perempuan itu selalu terlihat berwibawa, penuh percaya diri, dan tidak pernah ragu dalam berbicara. Saat duduk di depannya, Laras tersenyum tipis.

“Terima kasih sudah meluangkan waktu, Randy,” ucapnya.

Randy membalas senyum itu sopan. “Tentu, Tante. Ada yang ingin dibicarakan?”

Laras menyesap minumannya sebentar sebelum akhirnya berkata, “Aku ingin membahas tentang perjodohanmu dengan Alya.”

Tebakan Randy benar.

Ia menarik napas dalam. “Alya sudah menolak perjodohan ini. Aku rasa kita harus menghormati keputusannya.”

Laras mengangkat alis, sedikit tidak senang dengan jawaban itu. “Dan kamu? Apa kamu juga menolaknya?”

Pertanyaan itu membuat Randy terdiam sejenak.

Perasaan yang ia miliki untuk Alya bukan sesuatu yang sederhana. Mereka berteman sejak kecil, tumbuh bersama, melewati banyak hal. Dalam hatinya, ia tahu Alya adalah seseorang yang sangat ia pedulikan.

Tapi apakah itu cinta?

Atau hanya perasaan nyaman karena mereka sudah saling mengenal terlalu lama?

“Aku tidak menolak,” jawab Randy akhirnya. “Tapi aku juga tidak ingin memaksakan sesuatu yang Alya sendiri tidak inginkan.”

Laras menghela napas, lalu menatap Randy lebih serius. “Randy, kamu tahu sendiri bagaimana keluargamu dan keluargaku sudah saling bekerja sama sejak lama. Perjodohan ini bukan sekadar hubungan biasa, ini menyangkut masa depan perusahaan kita.”

Randy menegakkan punggungnya, menatap balik wanita itu. “Aku paham, Tante. Tapi apakah masa depan perusahaan lebih penting daripada kebahagiaan Alya?”

Laras tersenyum tipis, tapi ada ketegasan di matanya. “Kadang dalam hidup, kita tidak selalu mendapatkan kebahagiaan dengan cara yang kita mau. Alya hanya perlu waktu untuk menerima ini.”

“Alya bukan tipe orang yang bisa dipaksa,” balas Randy tenang.

Laras menatapnya cukup lama sebelum akhirnya berkata, “Aku ingin menanyakan satu hal, Randy. Apa kamu mencintai Alya?”

Randy terdiam.

Ia tidak bisa langsung menjawab pertanyaan itu.

Jika ia mengatakan iya, berarti ia harus berjuang untuk mendapatkan Alya.

Jika ia mengatakan tidak, berarti ia membiarkan Alya pergi, mungkin ke pria lain yang bahkan tidak ia kenal.

Tapi Randy bukan pengecut.

“Aku menyayangi Alya,” ucapnya jujur. “Tapi aku ingin dia bahagia dengan pilihannya sendiri. Jika dia memilihku, aku akan menerimanya. Tapi jika tidak, aku akan menghormatinya.”

Laras menghela napas, tampak tidak puas dengan jawaban itu. “Randy, kamu terlalu baik. Kamu membiarkan Alya membuat keputusan sendiri, tapi kadang seseorang butuh didorong untuk melihat apa yang terbaik bagi mereka.”

Randy tersenyum tipis. “Dan bagaimana jika dorongan itu malah membuatnya semakin menjauh?”

Laras tidak menjawab langsung. Ia menyesap minumannya lagi, lalu berkata, “Aku ingin kamu tetap dekat dengan Alya. Jika dia mulai dekat dengan pria lain, kamu harus lebih agresif. Jangan biarkan dia salah memilih.”

Randy tidak langsung menanggapi. Ia tahu maksud Laras.

Alya mungkin sudah menolak perjodohan ini, tapi Laras tidak akan menyerah begitu saja.

“Baiklah, Tante,” jawab Randy akhirnya. “Aku akan tetap berada di sisi Alya.”

Tapi dalam hatinya, ia menambahkan satu hal yang tidak ia katakan.

Bukan untuk memaksanya memilihku, tetapi untuk memastikan bahwa dia benar-benar bahagia.

***

Di tempat lain...

Alya duduk berseberangan dengan Calvin. Malam itu, hujan seperti akan turun seolah mencerminkan isi hati Alya yang sedang kalut. Tangannya memutar-mutar sendok kecil di dalam gelas es kopinya, sementara pikirannya masih tertinggal pada percakapan singkat dengan Randy beberapa jam lalu.

“Mama ngajak aku ketemuan, Alya.” 

“Aku tahu, tujuannya... tentang kita.”

Kalimat itu masih terngiang di kepala Alya. Ia tahu pasti arah pembicaraan mama tidak jauh dari perjodohan yang sejak dulu ingin dipaksakan. Dan kenyataan bahwa Randy menurut dan tetap bertemu membuatnya semakin gelisah. Ia tidak marah pada Randy—ia hanya lelah menghadapi tekanan demi tekanan yang datang dari Mama nya sendiri.

“Kamu kenapa?” suara Calvin memecah keheningan. Pandangannya lurus menatap wajah Alya yang sejak tadi terlihat tidak fokus.

Alya tersentak kecil, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangannya. “Nggak apa-apa.”

“Kamu terlihat gelisah. Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Calvin lagi, kali ini lebih serius.

Alya terdiam. Ia tahu Calvin tidak bodoh. Pria itu cukup peka, meski selalu berusaha menutupinya dengan sikap dingin dan datar. Tapi kali ini, Alya tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak ingin membahas perjodohan itu dengan Calvin—entah karena malu, atau karena takut pria itu menjauh.

“Cuma lagi banyak pikiran aja,” jawab Alya akhirnya, mencoba terdengar santai.

Calvin mengernyit. “Banyak pikiran seperti apa? Sampai matamu kelihatan kayak mau nangis?”

Alya tersenyum kaku. “Kamu terlalu banyak menebak.”

Calvin memandangi Alya beberapa detik, lalu menyandarkan punggung ke kursinya. Ia tidak memaksa. Tapi diam-diam, ada rasa penasaran yang makin tumbuh. Ada hal yang sedang disembunyikan Alya—dan ia tahu, bukan hal sepele.

“Kalau kamu butuh cerita, aku di sini,” ucap Calvin akhirnya.

Alya menatap pria itu, hatinya terasa sedikit menghangat. Meskipun Calvin dikenal sebagai orang yang dingin dan tertutup, tapi kadang sikap diamnya justru memberikan ruang yang aman. Kalimat singkatnya pun terasa tulus.

Tapi tetap saja, perasaan yang bercampur aduk membuatnya tidak ingin membuka semuanya.

“Terima kasih,” balas Alya pelan. “Tapi untuk sekarang, aku masih bisa mengatasinya sendiri.”

Calvin tidak menjawab. Ia hanya menatap Alya dalam diam, lalu kembali menyeruput kopinya. Suasana di antara mereka terasa sepi, namun bukan sepi yang membuat canggung. Justru terasa seperti jeda untuk bernapas di tengah beban yang menumpuk.

Alya memalingkan wajah, memandangi hujan yang mulai turun. Dalam pikirannya, ia mempertanyakan banyak hal. Apa keputusannya menolak perjodohan ini akan terus menimbulkan konflik? Apa Mama nya akan terus memaksanya menjalin hubungan dengan Randy hanya demi kepentingan perusahaan?

Dan bagaimana kalau suatu saat Calvin tahu semua ini?

Apa pria itu akan menjauh? Apa ia akan menganggap Alya hanya gadis dari keluarga ambisius yang ingin mencampurkan cinta dan kekuasaan?

Tiba-tiba, rasa takut itu menyelinap pelan di dalam dadanya.

“Kenapa kamu tiba-tiba diam?” tanya Calvin lagi, kali ini nada suaranya lebih tenang.

Alya kembali menoleh. “Aku sedang berpikir… tentang banyak hal.”

“Termasuk tentang aku?” celetuk Calvin setengah bercanda.

Alya mengangkat alisnya, lalu tersenyum tipis. “Mungkin.”

“Kalau iya, kamu harus siap kecewa.”

“Kenapa?”

“Karena aku bukan pria baik seperti yang kamu pikirkan.”

Alya menatapnya lebih lama. Dalam hati, ia tahu Calvin seperti menyimpan sesuatu yang rumit. Tapi justru hal itu yang membuat Alya ingin mengenalnya lebih jauh. Ia tidak sedang mencari pria sempurna—ia hanya ingin seseorang yang jujur dan apa adanya.

“Kalau kamu bukan pria baik, kenapa kamu peduli saat aku terlihat sedih?” tanya Alya pelan.

Calvin terdiam. Pertanyaan itu tidak ia sangka. Bibirnya mengulas senyum tipis yang samar. Ia menunduk sebentar, kemudian berkata, “Karena entah kenapa… aku ingin kamu tetap tersenyum.”

Kalimat itu membuat dada Alya menghangat. Sederhana, tapi begitu dalam. Ia tersenyum kecil, meski masih ada awan mendung di hatinya.

“Terima kasih, Calvin,” ucapnya tulus.

Untuk pertama kalinya, Calvin tidak menjawab. Ia hanya menatap gadis di depannya dengan sorot mata yang berbeda. Bukan lagi dingin, tapi ada sedikit kehangatan yang mulai menyusup pelan.

Namun di balik semua itu, Alya masih menyimpan rasa takut. Ia tahu, lambat laun Calvin akan tahu kenyataan soal perjodohan dan latar belakang keluarganya. Dan saat hari itu tiba, ia hanya bisa berharap… Calvin tidak menjauhinya.

Karena perlahan tapi pasti, Alya mulai menyukai pria itu—bukan karena misterinya, tapi karena hatinya yang diam-diam hangat di balik topeng dinginnya.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
Cicih Sutiasih
mampir juga di ceritaku, jika berkenan😊
sorekelabu: siap ka
total 1 replies
Cicih Sutiasih
aku sudah mampir, semangat😊
Cicih Sutiasih: jika berkenan, mampir juga di ceritaku
"Tergoda Cinta Mantan", 😊
sorekelabu: terimakasih ka😊
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!