Masa depan yang bahagia telah tiada, Yuki dengan alat sihir yang diberikan oleh ayahnya kembali ke masa lalu untuk memperbaiki masa depan yang rusak.
Yuki terlempar ke tahun 2099 dimana dia dijual sebagai seorang budak dan dibeli oleh wanita dari keluarga bangsawan bernama Theresa Clorish dan diangkat menjadi penjaga keluarga Clorish.
Selain menjadi penjaga keluarga Clorish, Yuki juga harus menghentikan sesuatu yang akan menghancurkan masa depan dengan kekuatan mutan miliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aidiel Batagor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Adalah Yuki
Seminggu telah berlalu, Yuki hidup bahagia bersama keluarga barunya. Yuki pun hidup seperti anak seusianya yaitu bermain, belajar, dan bersenang-senang tanpa ada lagi eksperimen yang menyakitkan.
"Yuki waktunya makan malam." Ucap ibunya.
"Aku datang." Balas Yuki berlari ke dapur.
Yuki langsung duduk di kursi dan bersiap untuk menyantap makan malamnya. Sebuah hidangan yang terlihat sangat lezat yang disiapkan oleh ibunya membuat Yuki tidak sabar untuk memakannya.
"Ibu, ayah dimana?." Tanya Yuki.
"Ayah akan pulang terlambat malam ini, jadi kita makan duluan saja." Jawab sang ibu sambil menyuguhkan makanan pada Yuki.
Yuki mengangguk mendengar hal itu dan langsung menyantap makanannya dengan lahap. Setelah mereka selesai makan, ibunya menyuruh Yuki untuk tidur lebih awal karena besok mereka berencana untuk pergi keluar bersama.
Yuki yang mendengar hal itu langsung terlihat sangat bersemangat dan pergi menuju kamarnya. Di kasurnya, Yuki tidak bisa tertidur karena terus kepikiran dengan apa yang akan dilakukannya besok.
Sementara itu ayah Yuki yang baru saja pulang terlihat sangat panik dan ketakutan, dia mengunci pintu rumah dan menutup seluruh jendela dengan tirai. Istrinya yang melihat hal itupun kebingungan dengan apa yang dilakukan olehnya.
"Apa yang terjadi?." Tanya istrinya.
"Darius, dia berencana untuk membunuh oreng yang menyembunyikan pasukan revolusi." Jawab sang suami dengan penuh ketakutan.
"Lalu kenapa kamu takut begitu?." Tanya istrinya kembali.
"Itu karena aku menyelamatkan temanku yang seorang anggota revolusi dan menyembunyikannya di basement." Jelas sang suami.
Mendengar hal itu sang istri merasa sedikit syok, dia tidak pernah menyangka jika suaminya menyembunyikan seorang anggota revolusi di basement rumah mereka.
"Besok jangan keluar rumah, mereka mulai melakukan pengecekan dari permukiman pinggir kota." Ucap sang suami.
"Tetapi aku sudah berjanji pada Yuki jika besok kita akan pergi bersama." Ucap istrinya dengan nada sedih.
Suaminya menyadarkan istrinya itu supaya mengatakan pada Yuki jika pergi keluar bersamanya ditunda lain waktu hingga krisis yang terjadi ini selesai. Dia meminta istrinya untuk memikirkan alasan untuk Yuki agar dia paham dengan situasi yang terjadi.
Keesokan harinya, Yuki bangun dari kasurnya dan berlari menghampiri ibunya dan menagih janji ibunya untuk pergi bersama. Ibunya hanya tersenyum pada Yuki dan mengatakan jika mereka tidak bisa pergi hari ini karena ayahnya ada urusan mendadak dan harus menyelesaikannya dirumah.
Yuki merasa sedih dan kecewa mendengar hal itu, ibunya yang melihat Yuki kecewa pun mengambil sebuah kertas dan peralatan mewarnai lalu memberikannya pada Yuki.
"Bagaimana kalau kita menggambar saja hari ini?." Tanya ibunya pada Yuki.
Rasa kecewa Yuki pun hilang seketika dan matanya berbinar mendengar hal itu, dengan cepat dia mengambil kertas dan pewarna yang diberikan ibunya itu dan mulai menggambar sesuatu.
Ditengah kesibukan keluarga mereka, samar-samar terdengar suara teriakan dan tembakan tak jauh dari kediaman mereka. Ayah Yuki pun datang menghampiri keluarganya dan bersiap untuk berjaga.
"Ayah lihat! Gambarnya bagus kan?." Tanya Yuki menunjukkan gambarannya.
"Iya itu ba--." Ayahnya tak sempat untuk melanjutkan ucapannya karena seseorang telah menembak tepat di kepala ayahnya itu.
Ayah Yuki tersungkur ke lantai dengan darah yang mengucur memenuhi lantai. Ibu Yuki langsung berteriak kencang dan tepat ditengah teriakan itu pintu rumah mereka didobrak paksa dan orang-orang dengan jas hitam dan juga beberapa pasukan militer pun menembaki ibu Yuki hingga tak bernyawa.
Yuki yang melihat kedua orang tuanya tewas didepan matanya sendiri hanya bisa membeku. Kejadian serupa yang dia alami seperti saat dia melihat dokter wanita yang mengurusnya selama di lab tewas didepannya.
"Cari anggota revolusi yang bersembunyi disini." Perintah salah satu tentara pada rekan-rekannya.
Yuki yang mendengar itu terkejut saat mengetahui jika ada anggota revolusi yang bersembunyi dirumahnya, pantas saja pasukan militer datang menggerebek rumah mereka dan membunuh kedua orang tuanya.
"Ada satu orang lagi." Ucap salah satu pria berjas hitam itu sambil menunjuk ke arah Yuki.
"Dia hanya anak-anak, kami pihak militer juga memiliki moral untuk tidak membunuh anak-anak." Ucap salah satu tentara.
Beberapa dari mereka melanjutkan menginvestigasi semua ruangan dirumah ini, Yuki yang melihat sebuah pistol di saku celana ayahnya pun mengambil pistol tersebut.
Dengan penuh amarah, Yuki mengarahkan pistol itu ke arah salah satu tentara yang sedang berbincang dengan rekannya, tanpa peringatan Yuki pun langsung menarik pelatuknya dan menembak tepat di kepala tentara itu.
Orang-orang disekitar Yuki pun seketika berlari untuk menangkapnya dan Yuki menembaki mereka dengan pistol miliknya dengan membabi-buta.
Setelah kehabisan amunisi, Yuki berlari ke arah dapur sambil menghindari para tentara dan pria berjas hitam yang mengejarnya. Yuki mengambil sebuah pisau dan mengarahkannya pada mereka, beberapa dari tentara itu berusaha untuk menenangkan Yuki, namun salah satu pria berjas hitam mengambil sebuah pistol dan menembak tepat di kepala Yuki dan menumbangkannya.
Para tentara yang melihat hal itupun dengan cepat menangkap pria berjas hitam itu dan mengamankannya.
Mereka meninggalkan Yuki sendirian di dapur tanpa mengetahui bahwa Yuki memiliki kemampuan regenerasi dan membuatnya bangkit dari kematian. Yuki bangkit dan berjalan menghampiri para tentara yang sedang berkumpul di ruang tamu sambil membawa pisau di tangannya.
Dengan tatapan kosong, Yuki menyerang satu-persatu semua orang yang ada di ruangan tersebut. Mereka semua terkejut melihat Yuki masih bisa hidup bahkan setelah ditembak pada bagian kepalanya.
Yuki dengan mudah membunuh mereka hanya bermodalkan pisau, luka tembak yang diterima Yuki pulih seketika dan membuat mereka kewalahan menghadapinya.
Setelah Yuki berhasil menghabisi semua orang yang ada di rumahnya, Yuki pun jatuh pingsan. Tak berselang lama Yuki kembali sadar dan terlihat bingung dengan apa yang terjadi, dia melihat tangannya yang penuh oleh darah dan orang-orang yang mati disekitarnya.
"Apa....apa yang aku lakukan?." Tanya Yuki kebingungan dengan apa yang terjadi.
Yuki seolah tidak tahu apa yang sudah dilakukannya, seperti sesuatu mengendalikan dirinya dan membuat semua kekacauan ini. Yuki perlahan menangis tak karuan, ditengah tangisannya, sebuah kertas yang berisi gambarannya ya g belum diwarnai terbang tertiup angin dan menghampiri dirinya.
Yuki menghapus air matanya dan ingin lanjut mewarnai gambarannya, namun karena pewarna yang diberikan oleh ibunya hilang entah kemana, Yuki menggunakan darah yang mengalir dari salah satu tentara dan menggunakannya sebagai pengganti pewarnanya.
Seorang pria yang dipenuhi oleh luka masuk ke dalam rumah Yuki dengan niat untuk beristirahat, di dalam dia melihat Yuki sibuk mewarnai sebuah gambar dengan darah sebagai warnanya.
"Hey bocah dimana orang tua mu?." Tanya seorang pria yang dipenuhi luka itu.
Mereka tewas, pasukan militer membunuh ayah dan ibu. Karena mereka membantu para revolusioner untuk bersembunyi di basement." Jawab anak itu.
Pria paruh baya itu menatap iba sang anak laki-laki itu, perlahan dia mendekatinya dan melihat apa yang sedang dilakukan sang anak. Anak itu menggambar menggunakan darah dari mayat tentara militer itu dengan tangannya, di atas sebuah kertas dia menggambar dirinya bersama kedua orang tua nya, namun itu hanya bisa menjadi angan-angan nya saja.
"Bocah, apa kau ingin pergi denganku?." Tanya pria itu.
Yuki menatap penasaran dengan kalimat yang dilontarkan oleh pria itu.
"Kemana?." Tanya Yuki kembali dengan penasaran.
Pria itu hanya tersenyum dan mengelus kepala Yuki dengan lembut.
"Sebuah tempat yang bisa kau sebut keluarga." Jelas pria itu dengan tersenyum
Mendengar kata keluarga membuat Yuki teringat dengan ucapan ibunya tentang keluarga dan meminta Yuki untuk menjadi bagian dari keluarga mereka.
Yuki mengangguk setuju dan menghapus air matanya yang tersisa. Pria itu membantu Yuki untuk berdiri dan membawanya pergi dari tempat ini.
"Siapa namamu nak?." Tanya pria itu.
"Namaku Yuki." Jawab Yuki dengan sedikit takut.
"Yuki ya, kalau begitu perkenalkan, namaku adalah Nagumo Makoto, seorang anggota revolusi." Jawab pria tersebut yang merupakan Makoto.
"Tuan Makoto, apa anggota revolusi itu jahat?." Tanya Yuki dengan sedikit ketakutan.
"Tidak, mereka adalah orang-orang baik yang memperjuangkan hak mereka." Jawab Makoto.
Beberapa tahun setelah Yuki hidup bersama Makoto, Yuki telah mengalami berbagai macam peperangan dan penyiksaan, baik secara fisik ataupun mental. Dia melihat puluhan orang disekitarnya mati dengan berbagai macam cara dan hal itu selalu membuat Yuki merasa sedih, namun setelah banyaknya orang disekitarnya yang mati, akhirnya Yuki kehilangan emosinya untuk bersedih.
Di usianya yang ke 16 tahun, Yuki sudah benar-benar tidak tahan dengan penderitaan yang dialami olehnya dan memilih untuk meledakkan dirinya sendiri di dalam gudang minyak pemerintahan, namun itu sama sekali tidak berpengaruh sama sekali karena Yuki selalu saja bangkit dari kematiannya.
Alasan Yuki ingin mengakhiri hidupnya adalah karena saat dia merasa sedih dan marah, sesuatu mengambil alih dirinya dan membunuh orang disekitarnya secara membabi-buta. Karena itulah Yuki selalu menahan perasaannya agar dia tidak kehilangan kendali, hingga perlahan sifat Yuki berubah menjadi sangat dingin dan cuek pada orang disekitarnya.