--Balas dendam terbaik adalah dengan menjadi pemenang sejati--
Setelah dicampakkan ayahnya dan diputus status sebagai Tuan Muda saat usia delapan tahun karena kutukan, Xavier bangkit sebagai sisi yang berbeda setelah dewasa. Mengusung nama besar Blood dengan menjadi panglima perang sejati dan pebisnis andal di kekaisaran.
Namun ... pada akhir dia tetaplah sampah!
---Ekslusif di NOVELTOON---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ɛpɪsoʊd 23
Xavier dikepung tombak dan pedang di sekeliling. Kilat mata merahnya menyapu semua satu per satu.
“Tuan Muda!" Proka lebih dulu dicekal kuat kiri dan kanan oleh para prajurit kerajaan itu. Posisinya terkekang sulit bergerak. Dia mencemaskan Xavier, bukan dirinya sendiri, teringat janji pada tuan besarnya--Homer Blood, untuk terus memastikan Xavier baik-baik saja.
Di posisi tinggi, Raja Oslo tersenyum jahat. “Salahmu terlalu kukuh pada keinginan, Kapten Blood. Bukannya berhasil membawa budak-budak itu pergi, sayang sekali malah kau sendiri yang tak akan pernah pulang. Maaf membuatmu kesulitan. Hehe.”
Disambut gelak tawa orang-orangnya, termasuk putra-putranya yang sejumlah empat.
Mereka sengaja dikumpulkan Oslo Harlowid untuk mempertontonkan betapa konyolnya seorang panglima perang hebat milik kekaisaran di tangan Mávros.
“Sekarang aku yakin kau menggunakan cara curang saat berperang yang membuatmu tak pernah kalah. Sihir pengendali dan element misalnya.” Salah satu putra Oslo---pangeran ketiga dengan kulit pucat, berkata sarkas. Senyum cibiran memulas di bibir yang sama pucat. “Sayangnya kerajaan ini dibentengi mantra yang kuat, sihir apa pun tidak akan berfungsi di tempat ini.”
Semua tertawa lagi.
“Kau benar, Pangeran Erga. Dia tidak sehebat yang kita kira. Kemenangannya hanya ilusi.” Pangeran keempat koar mendukung.
Proka yang tidak pernah ikut berperang pun jadi ikut merasa cemas. Tapi jika berteriak pada Xavier dan meminta mengalah saja, tuan mudanya itu pasti akan menolak. Bukan perkara harga diri, Xavier hanya Xavier.
Raja Oslo semakin di atas angin. Mantra pelindung sihir, dia merasa aman dengan adanya itu. Tapi seorang ksatria tidak akan banyak bicara.
Xavier hanya tersenyum saat semakin banyak ejekan memenuhi lubang telinga. Tubuh tegapnya berkeliling mengamati sekeliling.
“Dua belas mata tombak, delapan pedang perunggu.” Sekejap dia bisa menghitung semua senjata yang mengarah padanya.
Setelah itu, matanya yang tajam melirik suatu arah dan ....
SETTT!
Tiba-tiba sebatang pedang melayang, terlempar ke tengah-tengah, posisi di mana dirinya berdiri.
GREB!
Berakhir dalam sergapan telapak tangannya.
Lirikan matanya yang tadi adalah kode. Seseorang ada di sana, bersembunyi dengan sangat presisi tanpa bisa dilihat siapa pun sosoknya---salah satu ninja dari Penumbra---anak buahnya.
Jadi dari awal Xavier sudah mengantisipasi adanya yang seperti ini, beberapa ninja diikutsertakan dalam sembunyi.
Semua orang tentu saja terkejut.
Sama-sama mereka menoleh ke arah dari mana pedang terbang itu berasal. Hanya terlihat sebatang pohon mentega yang kurus. Tidak ada apa pun di sana. Ninja itu sudah menghilang.
Siapa pun menjadi aneh.
“Dari mana asalnya pedang itu? Jika yang melempar adalah orang dari istana, pedang pendek itu sama sekali berbeda dengan yang kita miliki dan penempa tidak akan mengenali yang sejenis itu.” Seorang dewan bersuara gamang.
“Sudah pasti dia membawa orang lain,” pangeran keempat menimpal asumsi. Matanya menyorot arah pohon mentega. “Batang sekecil itu. Dia memiliki bakingan yang cukup baik.”
Xavier tak peduli semua kicauan. Baginya ini sudah sangat membuang waktu.
“Jika sihir sungguh tidak berfungsi di sini, izinkan aku menggunakan pedang kecil ini untuk melindungi diri, anggap sebagai usaha akhir mempertahankan nyawa yang hanya satu ini.”
Tidak ada yang bicara atau menimpal. Hanya saling melempar pandang.
Aura Xavier sekarang, mereka semua merasakan jauh lebih berat dari sesaat lalu.
Perubahan jenis apa itu? Dengan konsep yang bagaimana? Tiba-tiba jantung mereka menjadi gaduh karena hal yang belum jelas.
“Bagaimana, Paduka Raja? Apa Anda akan memberiku kesempatan?” tanya Xavier, lurus ke wajah Oslo Harlowid.
Sesaat setelah Xavier menujukan pertanyaan padanya, ekspresi Raja Oslo langsung berubah, kelam, tegang mengurat kencang, lalu berteriak memerintahkan, “RINGKUS DIA SEKARANG!”
Dan tak serta merta, semua yang bersenjata maju ke tengah-tengah.
Hanya dua detik ....
Bugh!#&&$"@_#!!!Trang! Trang!
Keadaan menjadi ricuh dalam sekejap.
Pedang pendek Xavier beradu dengan semua senjata musuh.
Raja Oslo menelan ludah sampai selangkah mundur karena terkejut.
Keempat pangeran membelalakan mata bersama-sama.
Gerakan Xavier berlangsung seperti badai angin. Sebat, cekatan dan tanpa cela.
Sekarang mau tidak mau mereka harus percaya, siapa itu Xavier. Faktanya tidak ada sihir apa pun, tidak harus seperti itu.
Itulah dia, panglima perang terhebat sepanjang sejarah berdirinya kekaisaran.
Kekuatan otot murni, melahirkan formasi dan gerakan terjaga.
Putra Mahkota atau pangeran pertama menuangkan rasa takjubnya dalam bait kalimat singkat, “Dia memang iblis.”
Pedang dan tombak-tombak terlempar kacau, para pemilik berjatuhan di tempat yang tidak banyak berubah. Xavier masih di posisi sama. Mereka yang maju menyerang, mereka yang tumbang.
Berdatangan kembali prajurit lainnya dari area luar, susul menyusul hingga jumlahnya melebihi angka yang disiapkan Oslo.
Hasilnya tetap sama. Xavier menumpas mereka tak pakai lama, tidak perlu sampai menurunkan ninja-ninja-nya. Dia sendiri saja sudah lebih membuat sesak
Habis sudah.
Semua terkapar mencapai batas akhirnya. Pasang mata Xavier dua detik menatap tumpukan prajurit tumbang, lalu berpindah pada ....
PATS!
Keempat pangeran impulsif memundurkan selangkah posisi mereka, dalam keadaan semua matanya melotot lebar. Tanpa disadari bagaimana caranya bergerak lincah, Xavier tiba-tiba ada di hadapan mereka.
Pula dengan Raja Oslo Harlowid. Terperanjat sampai hampir terjatuh. Anak-anaknya mungkin akan terancam.
“Paduka Raja!" Seorang pengawal gegas menahan tubuhnya yang sedikit gemetar.
“Ma-mau apa, kau?!” Yang bungsu melempar tanya pada Xavier sambil tergagap.
Seringai di bibir Xavier tercetak lagi. “Tidakkah dari kalian ada yang ingin maju untuk melawanku?!”
Keempat pangeran saling beradu pandang dengan eskpresi resah.
Dalam beberapa saat mereka berpikir.
Sampai Pangeran kedua--Edmier, menunjukkan jiwa ksatria.
SRIIIING!
Pedang dalam genggaman dicabut dari sarungnya, lalu mengacungkan ke depan wajah Xavier.
“Aku! Ayo lawan aku!”
Xavier menyeringai lagi. “Bagus! Memang dia yang aku incar.”
Ayah dan tiga saudaranya tersentak kejut. “Pangeran! Jangan gegabah!” Sekretaris kerajaan meneriaki, “Anda bisa celaka! Dia bukan tandingan Anda!”
“Jangan meremehkanku!” hardik Edmier. “Kau lupa aku seorang panglima juga," sambungnya tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah Xavier yang terus tersenyum itu.
Dia adalah Edmier, sudah pasti berani. Sosoknya digadang-gadang rakyat Mávros sebagai calon raja baru meskipun ada putra mahkota. Dia yang paling cekatan dan waspada, dia juga yang beberapa tahun lalu memimpin perang di perbatasan melawan kerajaan lain, dan memenangkan.
Saat usia muda, Edmier juga ikut dalam pemberontakan besar ke ibukota kekaisaran dalam masa pemerintahan Kaisar Eugen yang pernah diceritakan di episode sebelumnya. Dia pulang dalam keadaan baik.
“Angkat pedangmu!” teriak Edmier, menantang Xavier dengan suara keras.
Demi tak lagi membuang waktu, Xavier menuruti seruan itu. Pedang naik mengacung tanpa kuda-kuda seperti yang dilakukan lawan. “Ayo maju, Pangeran.”
Tak sampai dua detik, pertarungan satu lawan satu terjalin sebat.
Sampai bergerak ke tengah area.
Denting pedang beradu terdengar mengalun syahdu.
Lain di posisi penonton yang terasa tegang.
Sampai pada batas ....
BLEZZZ!
“Aaarrgghh!”
BRUK!
“EDMIERRR!” Ketiga saudaranya meneriaki.
“PUTRAKU!” Permaisuri Oslo Harlowid---Ratu Hosea, berteriak dalam lima detik kemunculannya.
Putra Mahkota berlari menyongsong sang ibu. “Bunda Ratu!”
“Edmier putraku! Tolong jangan bunuh dia!” Wanita itu meraung kacau.
Edmier ada di bawah kaki Xavier dalam keadaan terluka parah, bagian paha kirinya ditusuk sangat dalam oleh pedang Xavier. Darah mengalir deras menganak sungai. Kakinya ditekuk rendah, ancaman pedang tepat di leher, dan pundak dalam cengkraman.
Sedikit Xavier tercubit melihat kemunculan Ratu Hosea, meneriakkan nama putraku dengan air mata seorang ibu yang menyedihkan. Dia merasa dejavu dengan bayangan ibunya sendiri. Tapi dengan cepat dia menekan diri agar tidak melemah. Saat ini dia berada di kandang musuh, jangan jadi konyol dengan meninggikan perasaan naif.
Dari Ratu Hosea, perhatiannya dialihkan segera ke sekeliling, lalu berakhir di wajah Raja Oslo Harlowid.
“Serahkan orang-orang Grim Hills padaku. Kumpulkan di gerbang keluar dalam waktu setengah jam. Jika tidak, pangeran yang berharga ini akan kubuat cacat seumur hidup." Lalu bergeser hadap wajahnya ke arah tiga pangeran dan ibu mereka. “Atau mereka semua akan menjadi mayat dalam sekejap.”
Di tangan Xavier, berubah menjadi tanah mematikan ( untuk musuh2nya )...
/Drool//Drool//Drool/